webnovel

Screaming

Anne merasa lelah tak pernah diakui oleh Jovan, berkat hubungan backstreet yang ia setujui dengan mudah, ia terus merasa tersakiti. Apakah Jovan tak mencintainya lagi? Atau dari awal ia tak memiliki rasa? Inilah yang ia takutkan dari sahabat menjadi cinta, mereka akan berpisah jika bosan, bukan hanya kekasih, ia harus kehilangan sahabat. Keadaan kian keruh karena Aura yang terus mengejar Jovan, serta lelaki itu yang tidak pernah tegas menolak padahal ia memiliki Anne yang jelas-jelas adalah kekasihnya, walau disembunyikan. Hingga Anne meminta untuk putus, ia merasa harus mengakhiri kebodohan karena cinta. Ditengah rasa kecewanya, ketiga sahabatnya merencanakan pergi camping bersama. Awalnya semua baik-baik saja, bahkan Anne sangat bahagia dapat menjauh dari Jovan dan bersenang-senang dengan sahabatnya. Tapi siapa sangka, camping yang harusnya membahagiakan, malah menghadirkan petaka yang penuh dengan teriakan, tangis dan penyesalan. "Sakit.... aku ingin pulang!"

Ucil_ · Urban
Not enough ratings
4 Chs

Bab 2

Terhitung sudah sebulan lebih Anne dan Jovan berhubungan,lelaki itu menyatakan cintanya dengan tidak romantis, memberikan celana bekas milik Jovan yang sobek hampir seluruhnya. Memang ada kisah menyedihkan di balik sobeknya celana itu, saat usia keduanya 9 tahun mereka pergi ke padang bukit gersang untuk bermain. Jovan yang aktif, mengajak Anne untuk memanjat pohon bersama, keduanya memang lihai memanjat, bahkan Anne sekalipun. Namun sialnya dahan yang dipijak Anne patah, membuat gadis itu terjatuh. Jovan yang sudah memanjat dan duduk di dahan besar terlebih dahulu, ikut melompat untuk menyelamatkan Anne, namun tetap saja keduanya jatuh berguling hingga mengantuk batu besar.

Kening Anne berdarah, tak berbeda dengan Anne, Jovan pun mendapat luka sayat di pahanya, hingga membuat celana favorit Jovan itu robek. Saat itu Anne menangis sejadi-jadinya, berteriak kesakitan hingga membuat petani yang tidak sengaja lewat mendengar keduanya. Satu hal yang Anne ingat, Jovan terus memeluknya dan menenangkan, walau tangan dan baju Jovan di selimuti darah, namun lelaki itu tidak menangis kesakitan.

Bagi Anne itu sangatlah keren, dulu Jovan berjanji akan menjadi super hero untuknya, tidak akan membiarkan Anne tersakiti, dan tidak akan pernah menangis di hadapan Anne, yang membuat Anne tersanjung, Jovan menepati janjinya untuk melindungi Anne saat jatuh dan sama sekali tidak menangis. Karena jika saat itu Jovan menangis, dapat dipastikan jika Anne akan kian histeris.

Mengingat kenangan mengharukan itulah Anne menerima pernyataan cinta Jovan, lelaki itu sudah sering menyatakan cintanya pada Anne, sejak mereka duduk di bangku sekolah dasar kelas 5 pun Jovan mengatakan menyukai Anne dan ingin menikah dengan Anne. Namun jika mengingat bagaimana lelaki itu bermain api dengan Aura, Anne merasa gamang, apakah Jovan hanya menjadikannya sebagai mainan saja? Terlebih lelaki itu mengajak untuk berhubungan secara backstreet.

Anne meremas tali tasnya dengan langkah kian lebar menyusuri jalan menuju rumahnya, biasanya ia akan bertemu dengan Jovan di halte, dan berjalan pulang bersama karena searah, namun tidak hari ini. Anne sengaja pulang telat, memilih bus berbeda jalur untuk menghabiskan waktu di luar rumah. Ia yakin, jika Jovan pasti akan menunggunya di halte hingga Anne datang, namun penantian Jovan sepertinya tidak lama, karena baru pukul setengah enam sore, dan lelaki itu tidak ada di halte.

"Kemana lo seharian?"

Anne terperanjat saat mendengar suara yang menyapanya, saat menoleh, sosok Jovan berdiri di belakangnya dengan singlet dan celana training sebatas lutut. Dari keringat yang membasahi badannya, terlihat jelas jika lelaki itu baru saja berolahraga, biasanya Jovan melakukan joging sore.

"Lo sengaja menghindari gue?" tambah Jovan.

Langkah Anne kembali berlanjut dan mengabaikan Jovan, lelaki itu dengan gesit menghadangnya dengan merentangkan kedua lengan.

"Gue mau putus!"

Jovan tampak bergeming, ekspresinya sama sekali tidak berubah, seakan tidak terkejut dengan penuturan Anne. Melihat reaksi itu, prasangka Anne kian kuat, jika Jovan memang tidak benar-benar menyukainya.

"Nggak! Gue nggak mau putus."

Tangan Jovan terulur, menepuk puncuk kepala Anne dan mendekatkan wajahnya. Mata Anne terpejam saat Jovan kian mendekat dan menyatukan kening keduanya. Selalu begini, saat Anne merasa kesal ataupun marah, Jovan akan menyatukan kening keduanya dengan tatapan tajam, dan mengucapkan,

"I Love You. Gue nggak bisa hidup tanpa lo, Sorry."

Jovan memang lelaki yang tidak banyak bicara, lelaki kudet yang sama sekali tidak pernah romantis. Untuk mendengar kata cinta, Anne harus marah dulu, benar-benar definisi lelaki dingin yang menyebalkan. Namun, Anne suka, Anne menyukai segalanya dari Jovan, bahkan sejak dulu, sejak ia mengenal Jovan.

"Lo ngomong nggak bisa hidup tanpa Gue, tapi terus-terusan nyakitin gue!" Akhirnya Anne terisak, dan dengan sigap Jova memeluknya.

Pelukan, tepukan lembut dan hangatnya tubuh Jovan, berhasil membuat tangis Anne kian kencang. Ia memang lemah, bahkan hanya pada pelukan sekalipun.

"Sorry ya, gue janji nggak akan lakuin ini lagi. Oh iya, gue abis joging ke bukit, nih gue bawain oleh-oleh dari sana." Jovan mengurai pelukan keduanya, merogoh kantung celananya dan mengeluarkan semanggi berdaun empat.

Mata Anne berubah berbinar, diraihnya daun semanggi itu dengan senyuman lebarnya. Jelas semanggi berdaun empat susah di cari, namun Jovan menemukannya? Sungguh itu membuat Anne merasa senang. Dulu mereka sering ke bukit untuk mencarinya, namun selalu saja gagal.

"Lo yang cari?" Tanya Anne dengan mencebik kesal.

Jovan mengangguk, mengambil alih tas Anne dan disampirkan kepundak lelaki itu. Lengan Jovan melingkar dipinggang Anne, dan menggiring gadis itu untuk kembali berjalan menuju rumah.

"Mau maafin gue kan? Gue habisin waktu hampir seharian loh buat cari ini."

Dengan bibir yang masih mencebik kesal, Anne kembali berfikir dan merenung. Saat hanya berduaan saja, tingkah Jovan sangat berbeda, lebih perhatian dan penyayang. Setidaknya alasan itulah yang membuat Anne selalu bisa memaafkan Jovan. Setidaknya Anne tak mau kehilangan sahabat sekaligus kekasihnya karena memutuskan hubungan.

*

*

Hari penerimaan rapor telah tiba, bersamaan dengan itu, libur dua minggu lamanya pun tiba. Hubungan Anne dan Jovan memang membaik, lelaki itu bahkan mengirimkan pesan jika mereka akan pergi berlibur diam-diam. Lagi-lagi tidak boleh ada yang tahu tentang agenda keduanya, hanya karena tidak mau dianggap memiliki hubungan lebih dari teman.

Jujur, Anne masih tidak paham, ia memang menerima jika Jovan tidak memberitahu teman mereka, mungki karena tak mau diusili atau apapun alasannya, namun untuk keluarga? Anne tidak paham akan alasan dari keputusan lelaki itu. Kedua orang tua mereka jelas saling mengenal, mana mungkin mereka akan ditentang, rasanya keluarga mereka malah akan mendukung.

Duduk di balkon kamarnya dengan alat gambarnya, Anne mulai gelisah mencari kuas warna baru yang sempat ia beli beberapa waktu lalu. Setelahnya ia melompat turun dari kursi, lari menuju kamarnya dan membuka tas sekolahnya. Ia tersenyum puas saat menemukan kuas barunya, namun keningnya mengernyit saat menemukan selembar kertas yang dilipat, dengan warna merah jambu di dalam tasnya.

Pikiran Anne kembali teringat pada surat kaleng yang sering ia dapat dengan random. Dibukalah kertas itu, dan dibaca tulisan di dalam sana.

'Dasar gadis penggoda!'

Kening Anne kembali mengernyit binggung, ia tak paham akan maksud dari pesan itu, menggoda siapa? Ia bahkan tidak akrab dengan lelaki saat di sekolah. Diremasnya surat itu, dan dimasukkan kedalam tas saat suara ketukan terdengar melalui pintu kamarnya.

"Masuk."

Dari balik pintu kamarnya, Mia, Sisi, Fiona dan Jovan masuk kedalam kamarnya. Anne tersenyum sumringah, namun juga binggung, bagaimana bisa Jovan bisa masuk bersama ketiga sahabatnya?

"Kita nggak sengaja ketemu Jovan di gang depan, kita paksa ikut kesini deh, hehe." Ringis Mia seraya mendekat dan mendudukkan diri di sofa kamar Anne.

Anne mengangguk paham, dan mempersilakan tamu lainnya untuk masuk, tak terkecuali Jovan yang kini menyentuh lengannya dengan curi-curi dari lengahnya perhatian ketiga sahabatnya. Menjalankan hubungan backstreet memang menyesakkan, namun memacu adrinalin saat harus tetap berhubungan ditengah keramaian. Hal itu yang kerap membuat Anne merasa tertantang, walau ia lebih kesal daripada semangat.

"Oh ya Anne, lo kenal Bayu kan?" Pertanyaan Fiona membuat Jovan segera menjauh dan berjalan menuju balkon.

Arah pandang Anne mengikuti langkah Jovan yang kini mengamati lukisannya, lalu beralih mengangguk kearah Fiona.

"Lo mau ikut nggak? Bayu ngajak camping bareng, yuk ikut yuk! Kita juga mau ikut, Bayu nyuruh ajak lo juga."

"Ciye.... lo ada sesuatu kan sama Bayu?!" Seru Sisi dengan tawa mengejeknya.

"Jelas lah, Bayu ngajak kita cuma buat alibi aja, tujuannya kan ngajak Anne." Tambah Mia.

Ketiganya saling seru untuk menggoda Anne, kenyataan jika Bayu menyimpan rasa padanya sudah menjadi rahasia umum. Lelaki itu memang tidak terang-terangan menyatakannya pada Anne, namun hampir seisi sekolah tahu, jika atlet basket itu menyukai Anne.

"Siapa aja?" Jovan memotong tawa menggoda ketiga sahabat Anne dan mendekat dengan langkah lambatnya.

Melihat wajah kaku Jovan, Anne merasa senang, menganggap jika kini lelaki itu sedang dilanda rasa cemburu. Merasa tertantang, Anne mendadak sumringah dan memiliki sumbu lain yang lebih kuat, agar Jovan lebih terbuka dalam menunjukkan perasaannya.

"Kita berempat, squad Basket Bayu. Lo nggak boleh ikut ya! Pokoknya camping ini khusus buat pendekatan Bayu sama Anne aja!" Fiona memperingati dengan berdiri dan berkcak pinggang, membuat semangat Anne kian tinggi.

"Gue ikut!" Seru Anne, dan remasan di lengannya membuat wanita itu menoleh pada sang pelaku, Jovan.

Camping ini akan ia jadikan sebagai ajang membuat Jovan cemburu, sekaligus untuk ia menenangkan diri dan sedikit menjauh dari Jovan. Terus bersama Jovan, membuat Anne selalu menyimpan prasangka. Bahkan pesan kaleng terakhir yang ia dapat menyebutnya penggoda. Prasangka Anne menuju kearah Jovan, karena hanya Jovan saja lelaki yang kerap bersama Anne selama beberapa waktu belakangan. Bisa saja jika pesan itu berasal dari penggemar Jovan yang kesal karena ia terus bersama Jovan.

"Lo serius?"

Anne mengangguk dengan mantap, mengabaikan Jovan dan memilih mendekat kearah tiga sahabatnya.

"Kita camping kemana?"

"Udah lo siap-siap aja, lo cukup bawa diri sendiri dan keperluan pokok lo aja, yang lainnya akan diurus Bayu. Oh iya, kita berangkat besok." Penjelasan Mia membuat Anns terkejut, ia tidak menyangka jika secepat itu mereka akan pergi.

"Spoiler lokasinya deh, ya ya." Pinta Anne dengan sedikit memohon.

Ketiganya saling pandang, kemudian mengangguk bergantian.

"Okay, kita akan camping di Hutan Siliwan."

Hutan Siliwan.

Walau tak banyak mengetahui tentang cerita dibalik hutan itu, namun Anne tahu betul jika hutan belantara itu memiliki air terjun yang sangat cantik, sudah lama ia ingin pergi kesana. Namun, Jovan selalu menolak.

Anne mendadak ingat pada rencana liburan yang sudah di rancang Jovan, saat ia menoleh kearah lelaki itu, Jovan tersenyum kearahnya.

"Okay, selamat berlibur bersama, gue bisa liburan sama Andi." Ucapnya dengan senyuman lembut, "Ya udah, gua cabut deh, kalian lanjut aja ngobrolnya." Jovan berlalu pergi, dan Anne segera menatap ketiga sahabatnya.

"Gue antar Jovan dulu ya," Setelah mendapat persetujuan dari ketiga gadis itu, Anne segera berlari keluar.

"Jo!"

Jovan yang sudah turun hampir setengah dari panjang tangga, berbalik dan menunggu Anne yang mendekat. Anne menyempatkan menoleh kesana-kemari, memastikan keadaan sekitar aman untuk keduanya mengobrol layaknya sepasang kekasih.

"Serius gue di bolehin pergi sama mereka?"

Kembali Jovan tersenyum, mengangguk dan menepuk puncuk kepala Anne, "Cium dulu sini." Cicit Jovan dengan bibir di kerucutkan.

Melihat ekspresi Jovan, serta betapa menggmaskannya lelaki itu saat meminta ciuman, Anne yakin betul jika Jovan tidak mempermasalahkan saat ia pergi camping bersama ketiga sahabatnya dan Bayu. Ada sedikit rasa kecewa, membuat Jovan cemburu ternyata tidak semudah itu. Namun mendapat izin dengan senyuman, serta tidak sabar untuk melihat dan berenang di air terjun hutan Siliwan, Anne kembali bersemangat.

Dikecupnya bibir Jovan sekilas, membuat lelaki itu tersenyum puas dan mengusak rambutnya.

"Nanti malam gue datang ya,"

Wajah Anne mendadak memanas, selama sebulan mereka berpacaran, ini adalah kedua kalinya Jovan akan datang diam-diam ke kamarnya. Pertama kali, lelaki itu datang untuk menemani Anne mengerjakan tugas, berakhir tidur bersama dengan saling berpelukan. Saat pagi hari Anne terbangun, Jovan sudah hilang.

Walau hanya tidur dan berpelukan, namun hal itu termasuk intim bagi Anne, membuat jantungnya berdebar tidak karuan, serta tubuhnya memanas dengan panik, namun nyaman di saat bersamaan. Menantikan malam nanti, kembali berpelukan dan merasakan kehangatan nafas Jovan, Anne merasa tidak sabar.

Anne mengangguk dengan sumringah, dan Jovan berpamitan untuk pulang, hingga lelaki itu menghilang dibalij pintu, Anne masih mengipas wajahnya yang memanas. Setelahnya ia segera berlarian menuju kamarnya, ia harus menyiapkan keperluan untuk camping, agar malam nanti saat Jovan datang, mereka hanya akan berbagi cerita dan saling berpelukan saja.