"Jika aku mengatakan bahwa kamu adalah anakku, apakah kamu akan mempercayainya?"
Ravi menanggapi dengan tertawa renyah, lelucon macam ini? Dia harusnya bekerja bukannya bermain-main dengan orang yang sudah menjadi asing bagi Ravi ini. Ini adalah cara terakhir yang Daniel gunakan agar Ravi kembali ke rumah itu.
"Lelucon apa yang kamu mainkan sekarang?" Ravi mendengus setelah bertanya dengan penuh ketidaksenangan yang tanpa ditutup-tutupi lagi. Apa yang dikatakan oleh Daniel padanya pasti hanyalah sebuah omong kosong. Selama ini dia dibohongi dan bagaimana bisa Ravi mempercayainya begitu saja seperti ini. Ravi adalah anaknya? Kebohongan macam apa itu?
"Ravi ini bukan lelucon." Daniel telah melangkah mendekat dari yang Ravi inginkan. Ravi hendak mundur menjauh kembali akan, tetapi pergerakan Daniel lebih cepat darinya dengan meraih lengan Ravi kembali kali ini lebih erat dari sebelumnya hingga membuat Ravi melihatnya.
"Jadi apa? Kebohongan apa lagi ini?" tanya Ravi menantang.
"Ini bukan kebohongan. Ini adalah kenyataan yang selama ini aku tutupi darimu, Ravi." Nada ucapan Daniel meninggi bersamaan dengan cengkeraman pada pergelangan tangan Ravi semakin menguat. Ravi tentu saja tidak menerima semua ini begitu saja, dia sejak tadi memberontak pada setiap paksaan yang Daniel berikan padanya. Perlakuan Daniel seperti ini bisa saja untuk membuat Ravi mempercayainya, kepedulian yang dilakukannya hanyalah sebuah kepalsuan pastilah ada hal buruk yang akan dia lakukan setelah Ravi mempercayai apa yang Daniel katakan. "Aku ingin melindungimu, Ravi. Jadi, ayo kita pulang. Adrian tidak akan membiarkan kamu begitu saja."
Sentuhan yang Ravi terima dari Daniel seolah membakar kulitnya, rasa panas menyengat di setiap jejak kulit. Hal itu membuat Ravi terengah menyakitkan menjalar hingga ke sekujur tubuhnya. Ravi mengigit pipi bagian dalam erat ketika dia tak ingin Daniel melihatnya meringis kesakitan.
"Hentikan semua ini." Ravi berkata yang tanpa sadar dengan suaranya yang tidak dia harapkan bergetar. Dia menyentak tangannya yang masih tak kunjung terlepas dari cengkeraman Daniel.
Dia menatap Daniel itu dengan rasa sakit, yang justru tanpa sengaja memberikannya pandangan memohon untuk membiarkan dirinya lepas atau setidaknya bernapas dengan benar.
"Ayo kita pulang dan menyembuhkannya." Daniel berkata dengan terburu-buru.
Semakin detik berlalu Ravi merasakan pandangannya mengabur. "Sampai kapanpun aku tidak akan melakukan itu."
"Tidak, Ravi-"
"Jika Ravi mengatakan tidak maka itu adalah tidak." Ravi segera mendongak pada suara Raymond yang datang di sebelahnya. Tangan yang mencengkeram lengannya mengendur dan hilang sama sekali di gantikan dengan genggaman lembut dari telapak yang hangat membungkus.
Ravi belum pernah mengajak Raymond untuk datang kemari sebelumnya dan dia sama sekali tidak menutupi keterkejutannya atas kehadiran Raymond yang tiba-tiba berada di sini untuk menjauhkannya dengan Daniel.
Ravi mendadak lega luar biasa dengan kehadiran Raymond yang berada di sekitarnya, genggaman tangan Raymond menenangkan kulitnya yang terasa terbakar setelah Daniel menyiksanya dengan setiap sentuhan juga kehadirannya.
"Jangan ikut campur." Daniel berkata dengan penuh penekanan. Mata itu menatap tajam ke arah Raymond yang langsung dengan gerakan reflek membuat Ravi balik menggenggam tangan Raymond. Dia mendekat ke arah Raymond sepenuhnya bersandar pada sisi tubuhnya dengan badan yang yang terasa lemas hanya untuk menopang dirinya sendiri. Ravi berkedip perlahan melihat di mana Daniel menatapnya seperti kekhawatiran di sana, tetapi itu pasti hanyalah sebuah kepalsuan apalagi ketika mata itu berpaling darinya untuk menatap Raymond dengan kebencian yang selalu melekat di sana atas ketidaksukaannya pada Raymond yang bahkan sudah ada sejak kedatangan Raymond dalam hidup Ravi.
Kehadiran Daniel membuat Ravi merasa energinya terkuras habis. Daniel mungkin bukan manusia, dia bisa saja seperti Raymond, Ravi perlahan merasakannya sesuatu melingkupi sekitarnya.
"Kamu selalu membuat Ravi sakit, kapan kamu pernah membuatnya lebih baik? Kamu bahkan memukulnya ketika kamu sendiri tahu akibatnya. Kamu membencinya atau apa?" Raymond mengatakan itu dengan keras, Ravi melirik ke arahnya seketika terkejut mendapati air mata telah mengalir ke pipinya.
Kemarahan dengan cepat bangkit datang kembali ke dalam dirinya. Kepala Ravi tersentak ke arah Daniel di mana pria itu terdiam di sana setelah Raymond berkata membela Ravi. Dia maju tidak peduli tubuhnya yang goyah dan bernapas susah payah serta rasa sakit di dadanya semakin menjadi.
"Kamu akan puas jika aku kembali ke rumah itu dengan kebohongan baru yang harus aku percayai lagi? Agar kamu dapat mencapai tujuan apapun itu dengan aku di sana? Atau kamu ingin melihat secara langsung penderitaan yang kamu sebabkan ini?"
Ravi berkata dengan mengebu-gebu, Raymond memegangi bahunya erat untuk tidak membiarkan Ravi terjatuh, tetapi Ravi sendiri tahu bahwa dia tidak selemah itu. Dia melangkah maju menatap Daniel menantang, rasa sakit itu semakin menjadi seolah seseorang tengah berusaha mengoyak dadanya, Ravi merasakan rasa darah mulai memenuhi mulutnya di tambah dengan darah segar telah keluar dari hidungnya.
"Aku lebih baik mati dari pada disembuhkan olehmu. Aku bahkan tidak ingin memiliki Ayah seperti kamu."
Ravi bahkan tidak dapat membayangkan orang seperti Daniel layak menjadi seorang ayah.