Hujan membasahi tanah London malam itu, nyala perapian dan beberapa lilin menjadi lentera di sebuah ruangan. Tepat di hadapan perapian itu Dracella tengah bergelung dengan sebuah selimut berwarna hitam. Alastair duduk di samping sofa yang didudukinya. Sebuah jubah tidur dan teh yang baru saja diseduh mengepul di hadapannya. Mereka sama-sama terdiam mendengarkan rintik hujan yang deras juga suara perapian.
"Ini dimulai dari tragedi pembunuhan yang dilakukan saat kami baru saja hendak kembali dari perjalanan musim dingin," Dracella memulai membuka kisah masa lalu itu, maniknya menerawang jauh seolah ia kembali ke masa-masa itu.
"Musim dingin akan berakhir dengan kami yang menghabiskan waktu bersama di mansion Silvester yang jauh dari London."
Suara riuh terdengar dari dalam mansion megah yang kini berselimut putihnya salju musim dingin. Terdengar jauh lebih hidup mansion yang biasanya terlihat sunyi itu. Seorang gadis kecil berambut legam dan manik emerald berlari menuruni tangga tergesa di belakangnya seorang gadis berumur 12 tahun mengejar. Rambut platina dan manik emerald yang sama. Mereka tertawa cerah, saling mengejar satu sama lain hingga akhirnya seorang anak laki laki yang jauh lebih tua berambut legam dengan manik platina bersedekap.
"Jangan berlarian saat menuruni tangga, apa kalian lupa?" tanya bocah lelaki itu dengan menatap kedua adik perempuannya itu bergantian.
"Maaf itu salah Kiera, dia memaksaku memakai mantel penuh bulu norak dari nibi Penelope." Gadis berambut legam itu bersembunyi di balik tubuh kakak laki-laki tertuanya itu⸺mengadu karena seharian penuh kakak perempuannya sibuk menggoda.
"Oh ayolah Lucius, Dracella terlalu berlebihan ... aku kan peduli dengan penampilan adik kecil kita."
Bocah lelaki yang dipanggil Lucius itu menghela nafas kasar, merasa kepalanya baru saja dihantam sebuah batu besar. Memiliki dua orang adik perempuan yang tak bisa berhenti menggoda satu sama lain sampai salah satunya menangis.
Lucius Brylee Silvester, anak lelaki tertua keluarga Silvester. Berambut keemasan dengan manik safir, di usianya yang ke 15 tahun ia telah bertanggung jawab atas ketidakhadiran kedua orang tuanya yang sibuk mengurus ini dan itu. Bertanggung jawab atas mansion dan kedua permata Silvester, putri pertama tertua adik dari Lucius⸺Kiera Cassie Silvester dan putri bungsu,Dracella Lux Silvester.
Dan pada hari ini mereka tengah di daerah Wiltshire, kediaman Silvester yang cukup jauh dari London⸺desa yang terkenal kecantikan dan keindahannya. Di sanalah keluarga Silvester akan menghabiskan waktu di penghujung musim dingin mereka, meskipun terkadang kedua orang tuanya akan pergi disaat yang mendadak, persis seperti hari ini.
"Cepat bersiap ayah dan ibu sudah menunggu di kereta, kalian tidak ingin melewatkan acara festival kan?"
Setelah mendengar instruksi Lucius kedua gadis Silvester itu segera melesat menuju pintu setelah memakai mantel yang telah disiapkan para pelayan. Baru setelahnya mereka berhamburan memasuki kereta kuda yang segera menembus jalanan bersalju.
Kereta itu penuh dengan canda dan tawa keluarga bahagia Silvester, saling bercengkrama, tepat sebelum badai datang.
Suara benturan keras dan guncangan membuat kelima penumpang kereta kuda sore hari itu terpekik. Kedua putri dan nyonya Silvester saling berpegangan, sementara earl Silvester berpandangan sejenak pada sang putra sulungnya⸺memberikan kode.
Lucius mengangguk dan mengambil sebuah kota panjang di bawah tempat duduk. Suara klik terdengar saat pengunci dibuka, dan disana terdapat dua buah pedang beserta dua buah pistol.
Lucius tahu apa yang tengah terjadi dari keributan yang ada di luar. Manik safir Lucius bertubrukan dengan manik krimson ayahnya sesaat setelah memberikan salah satu pedang dan pistol.
Earl Silvester, Charles membuka pintu kereta perlahan dan melihat penjaga maupun butlernya Robert telah terbujur kaku bersimbah cairan merah kental. Langsung saja ia menajamkan semua inderanya dan mengarahkan Lucius untuk segera membawa ibu dan adik-adiknya keluar. Baru saja mereka mulai mengambil langkah, tiba-tiba saja dua belah pedang datang menerjang Charles.
"LUCIUS, CEPAT BAWA IBU DAN ADIK MU PERGI!"
Charles memberi perintah dengan suara tegas kepada si sulung, Lucius tentu paham apa arti perintah ayahnya dan kemungkinan terburuk yang akan dihadapi mereka. Tanpa basa basi dirinya mulai memandu kedua saudara juga sang ibu, tetapi suara tembakan terdengar dan jeritan Kiera terdengar. Nyonya Silvester terduduk sembari memegangi perut bagian kanannya yang telah berlumuran darah. Sekumpulan orang datang berjubah hitam dengan tudung sekitar 15 orang dan 5 diantaranya tengah berhadapan dengan Charless. Liliana, putri dari tiga anak itu tersenyum dengan raut pucat, ia mengerti kondisinya saat ini adalah menjadikan anak-anak prioritasnya.
"Kiera, jaga Dracella dan bantu Kakakmu ya … jangan saling bertengkar." Wanita bersurai pirang itu mengusap pipi merona putri keduanya yang tengah menahan tangis, gadis kecilnya itu selalu berusaha kuat.
"Lucius, Ibu menitipkan mereka padamu. Jaga adik-adikmu,apapun yang terjadi kau akan menjadi pengganti kami." Kali ini Liliana memandang iris safir yang sama persis dengan miliknya, air mata mengalir membasahi pipi sang lady ketika menatap manik tegar dan tegas Lucius membuatnya merasa teriris⸺si sulung harus menahan beban lebih berat.
Lucius tersenyum dan mengecup dahi ibunya, matanya menyipit karena tersenyum, sekilas air mata menetes. Liliana tersenyum bangga. Ia merasa menjadi seorang ibu yang beruntung karena memiliki putra seperti Lucius.
"Dracella, apapun yang terjadi sayang turuti dan patuh pada ucapan kedua Kakakmu. Jangan menangis, jadilah seorang wanita yang dapat membawa beban seberat apapun. Jika kau tak bisa berjalan merangkaklah jika tak ada tangan gunakan kakimu jika tak ada keduanya gunakan suaramu."
"Maaf … maafkan ibu yang masih … masih belum cukup menjadi Ibu yang baik."
Lilianna memeluk putri kecilnya itu, badan keduanya bergetar hebat. Kemudian senyum kecil masam wanita berparas ayu menjadi bayangan terakhir ibu mereka.
Berlari dan terus berlari, ketiga anak itu berlari menembus hutan di tengah malam, deru nafas mereka memburu. Kerap tersandung terjatuh ketiga anak itu berlari dan terus berlari hingga tiba di mansion yang tampak di depan sana.
Lucius mencegat kedua adiknya sesaat sebelum mereka hendak memasuki mansion. Mansion tampak aneh, tidak ada penjaga atau pun para pelayan. Lucius menarik tangan kedua adiknya, mereka berjalan melewati pohon demi pohon⸺berbaur dengan semak belukar dan malam.
Dracella hendak berteriak namun segera dibekap dengan tangan Lucius. Mereka ketakutan saat melihat apa yang tengah terjadi di hadapannya, nanny mereka di sana bersimbah darah dengan kepala yang meninggalkan tubuhnya darah menyembur dan membasahi lantai juga mengenai rumput hijau.
Lucius memutar otak mencari celah tindakan apa yang sebaiknya ia pilih. Belum menemukan jawaban mereka kembali terkejut. Ketiga bocah itu terbelalak ketika melihat salah satu makhluk keluar dari mansion.
Mengerikan satu kata yang mendeskripsikan sesuatu di hadapan mereka. Berkepala tengkorak seperti kerbau dengan tubuh setinggi 3 meter berwarna hitam, mereka berbicara dengan suara berdengung. Kemudian ada orang-orang bertudung hitam dengan lambang kepala kambing di bagian punggung keluar dari mansion bersama makhluk-makhluk aneh itu.
Tiga bocah itu tau apa yang dilihatnya mereka bukan manusia, mereka makhluk kegelapan⸺mungkin itu penjelasan yang terdengar paling rasional saat ini untuk otak mereka. Kiera menjerit tertahan mulutnya dibekap keras dengan kedua tangannya saat itu Dracella sendiri tidak melihat apa yang terjadi mata maupun mulutnya dibekap oleh tangan Lucius. Ia bisa merasakan kemarahan kakak laki-laki nya, dan suara isakan tertahan Kiera. Tidak lama suasana mansion menjadi senyap dan hening, perlahan Lucius melepaskan tangannya dari bibir Dracella kecil
Manik krimson Dracella mulai menyesuaikan berkas cahaya yang diterima matanya, gadis kecil itu ditarik berlari kembali oleh kedua kakaknya. Masih tidak mengerti apa yang terjadi dan hanya berlari karena ia dipaksa tak mengetahui apapun.
Mereka telah melewati mansion dan terus berlari tanpa arah hingga menemukan seseorang yang mereka tau, sosok wanita muda berpakaian pelayan penuh bercak darah rambut kemerahan yang kusut dan raut pucat pasi.
"Catherine!!"
Lucius berlari perlahan menerjang tubuh salah satu pelayannya. Iia tidak dapat menahan rasa sakit melihat raut wanita berparas lembut itu. Bahkan seorang Catherine yang dibekali kemampuan berpedang setara dengan seorang knight keluar dengan kondisi seperti ini.
"Jelaskan, apa yang terjadi?!"