Permadani berwarna biru yang tergelar menyelimuti langit bumi, beberapa burung telah bernyanyi⸻saling menyahut satu-sama lain. Dengan langkah yang tenang dan setelah mengetukpintu kayu besar, seorang pria bersurai legam memasuki ruangan ⸻kamar tidur sang nona berada. Disibakkannya tirai berwarna putih besar membiarkan cahaya mentari menerangi kamar.
" My Lady, sudah saatnya anda bangun dan bersiap. Hari ini kita harus mengurus tugas dari ratu terkait kematian para wanita yang terbunuh."
Gadis itu mengangguk pelan dan beranjak duduk pada bantal yang sudah disiapkan sang butler untuknya. Sang nona bersandar setelah surai pirangnya sampirkan, menggantung di salah satu bahu mungilnya. Jari-jarinya menerima secangkir susu yang telah disiapkan, ini memang kebiasaan pagi salah satu nona muda. Meminum secangkir susu hangat sembari memeriksa jadwal dan berkas-berkas pekerjaannya.
"Jadi … apa yang kau dapat dari hasil penyelidikanmu semalam? Sudah kau dapatkan segalanya? Berikan laporanmu padaku." Perintah pertama yang diberikan sang nona. Ia masih tetap menatap beberapa lembar kertas dalam genggamannya.
"Yes, my Lady. Dari hasil penyelidikan saya sampai saat ini telah tercatat sebanyak 70 wanita di sekitar daerah Zalcke dan sekitarnya. Mereka menghilang selama kurang-lebih dalam waktu 3 bulan. Setelahnya hanya dapat ditemukan sekitar 10 orang dalam keadaan tewas di tempat yang sama. Tetapi dalam radius yang berbeda. Salah satu korban bernama Maggie menghilang setelah bekerja dan 15 hari kemudian mayatnya ditemukan dalam keadaan telah dipotong menjadi 12 bagian di dalam sebuah koper."
Dracella hanya terdiam, sesekali menarik helaian rambutnya yang terjatuh di balik telinga. Ia masih mendengarkan penjelasan sang butler dengan seksama dengan raut dingin dan tenang.
"Lalu, apa kau sudah mengetahui kemana mereka pergi? Dan siapa yang membawa mereka pergi?" Tanyanya masih tetap menikmati susu hangat. Tangannya sibuk membolak-balikkan berkas kematian tiap korban di tangannya.
"Sudah, my Lady. Mereka sebelumnya dibawa ke beberapa tempat yang berbeda dan sempat dipekerjakan dengan profesi yang sama yaitu suster untuk merawat para bangsawan. Dan salah satunya kini bekerja di rumah sakit Eden, menurut keterangan salah satu suster yang ternyata salah seorang dari mereka. Mereka tidak mengingat siapa diri mereka. Hanya satu yang mereka ingat …"
"Pekerjaan mereka … perawat," sambung Dracella yang ditanggapi dengan anggukan dari kepala pria di hadapannya.
"Dan mereka diwajibkan melayani para bangsawan yang sakit, apapun yang mereka inginkan," imbuh sang butler, dengan begitu ia baru saja menyelesaikan laporan paginya.
Dracella menyunggingkan senyumnya. Kemudian ia menyerahkan cangkir yang telah kosong. Kaki putih dan mulusnya menyentuh lantai kamar yang dingin. Butler tampan nan rupawan masih tetap mengekor di belakang sana.
Langkah pria bersurai legam itu terhenti di depan sebuah pembatas tipis sambil membungkukkan tubuh. Ia membiarkan sang nona untuk memulai ritual mandi paginya sambil tetap meneruskan hasil penyelidikan.
Dracella bukanlah tipe gadis bangsawan yang manja seperti pada umumnya. Meskipun memiliki sang pria bersurai kelam sebagai butler, sekaligus tangan kanannya. Tetapi ia tetap melakukan hal remeh-temeh sendiriseperti mandi, berpakaian, bahkan sebenarnya agak memalukkan pada awal kontrak keduanya dimulai, ia mengajarkan sang iblis bagaimana tugas seorang pelayan. Entah bagaimana, yang jelas sang nona dididik untuk tidak selalu bergantung pada pelayan oleh mendiang tuan dan nyonya besar Silvester.
"Kieran, kau bilang mereka ditempatkan di beberapa tempat yang berbeda?" tanya Dracella masih dari balik sekat, sepertinya ia telah menyelesaikan ritual mandi pagi.
"Ah … ya, Nona. Dan bagi mereka yang memiliki penampilan yang mencapai kriteria akan ditempatkan di rumah sakit paling terkenal, Eden. Sepertinya mereka akan merawat para bangsawan secara khusus."
Sang butler menundukkan pandangan ketika Dracella berjalan melewatinya dengan langkah santai. Dan kini ia telah menempatkan diri di depan meja rias.
Selanjutnya si pria berambut legamlah yang menempatkan diri untuk mulai menata helaian surai pirang sang nona. Rambut pirang keemasannya mulai disisir perlahan, rambut panjang nan indah itu kemudian ditata menyamping, menjadi sebuah tatanan sederhana, tetapi tetap elegan dan mencerminkan seorang nona bangsawan.
"Busuk sekali mereka … kenapa tidak pergi ke pub atau menyewa para pelacur saja dari pada mereka mengotori tempat orang untuk memulihkan diri." Dracella mendengus, perlahan jemari lentiknya mengetuk meja beberapa kali, sang nona sedang kesal.
"Nona muda, anda pasti lebih mengenal mereka karena telah bertahun-tahun menangani kasus dengan dalang dari kaum anda sendiri," sahut Kieran yang tersenyum sembari melirik sang nona yang kini tengah tertawa angkuh.
"Bertahun-tahun bersamamu pun aku menyadari, bahkan semenjijikan iblis sekalipun … mereka selalu bisa mendapatkan yang mereka mau tanpa harus merendahkan diri mereka."
Senyum sang iblis semakin melebar. Ia menyodorkan dua buah cincin kepada Dracella, kemudian ia memasangkan cincin berwarna emas berlambangkan kerajaan Velduria di jari tengah tangan kirinya⸻sebuah cincin sebagai tanda dari keluarga bangsawan inggris. Sementara cincin berwarna perak berbatu zamrud yang dipakainya di ibu jari tangan kanannya⸻melambangkan dirinya merupakan seorang kepala dari keluarga Silvester.
"Terkadang aku berharap lebih baik dilahirkan menjadi seorang iblis sepertimu, Lucifer," lirih Dracella yang terdengar sendu di telinga Kieran.
"Ah, jadi Anda mengakui saya dan kaum saya jauh lebih baik dari kalian manusia? Memang benar … saya bahkan tidak paham, kenapa kalian mendapat tingkat jauh lebih tinggi dari kami."
Sebuah pertanyaan kecil dari para iblis kepada sang Pencipta.
Dracella tidak menanggapi ucapan sang butler. Ia justru berjalan begitu saja dengan dagu yang terangkat tinggi⸻masid dengan sorot mata yang dingin.
"Benar – benar gadis yang menarik!" bisik Kieran yang telah mengukir seringai tanpa sadar di kedua sudut bibirnya.
"Ayo, Kieran. Kita harus segera membereskan mereka yang telah merisaukan hati ratu, dan mengotori tanah Velduria."
"Yes, my Lady."