webnovel

SAHILA

Sahila, Dia tidak secerdas Kaelyn yang selalu menjadi juara kelas, tidak juga sehebat Laras yang bisa melakukan segala hal dengan baik, atau secantik Berliana yang wajahnya bagaikan bidadari turun dari kayangan, juga tidak sekuat dan seberani Nabila yang bisa menghadapi segala situasi. Tapi, Sahila selalu memiliki mimpi yang sama sejak dulu. Seperti terlahir memang untuk mencapai mimpinya dan bekerja keras untuk melakukan yang dia inginkan. Sahila ingin menjadi bintang, bukan bintang di langit, melainkan seorang bintang yang muncul di layar kaca penuh percaya diri dan kharisma. Dan perjalanan awalnya menuju karir yang sudah dia dambakan di mulai lewat acara "I Can Because of You", sebuah ajang pembentukan grup band wanita yang bersaing dari ribuan peserta pelatihan dan dipilih menjadi 108 orang hingga akhirnya menjadi sebuah grup yang terdiri hanya 9 orang saja. Selama persaingan itu Sahila akan di karantina dan bekerja keras berkali lipat lebih agar bisa menjadi yang terbaik. Tapi tahukah kalian apa yang lebih mencengangkan dari itu? Sahila memiliki sebuah rahasia yang sudah disimpan nya sejak lama, dan itu adalah "pacar rahasianya" yang jika identitas nya terkuak mungkin akan terjadi kekacauan besar, di tambah saat dirinya mengikuti acara I Can Because of You secara tidak di sadari ia menjadi dekat dengan seorang prja yang bisa di bilang memiliki pengaruh besar. Jika rahasia dan kedekatan nya dengan pria-pria itu terkuak, apa yang akan terjadi? Kehidupan yang sering menjadi dambaan semua wanita yang di kelilingi banyak pria tampan dan terkenal, satu-satunya orang beruntung itu adalah Sahila. Dan dia mulai berada di ambang kebingungan. • • • Aku bikin cerita ini karena terinspirasi dari acara "Youth With You Season 2" yang salah satu mentor disana adalah Lisa Blackpink. Aku harap cerita ini bisa bikin para pembaca terhibur.

dirasyalsabilam · Sports, voyage et activités
Pas assez d’évaluations
3 Chs

2. My Secret Boy

♪ If You Leave - Jurrivh ♪

Sahila sedang berada di sebuah jalan yang di setiap sisinya di penuhi berbagai macam toko. Matanya mengawasi sekeliling nya dengan tajam. Ia mengambil ponselnya dari kantong celana dan mengetikkan sebuah pesan.

*Me*

Kau di gang?

*Secret Boy*

Iya, kau sudah sampai?

Cekrek!

Cekrek!

Sahila menatap sekitarnya dengan waspada setelah mendengar suara jepretan kamera. Kepalanya menengok kesegala arah tapi hanya ada orang-orang yang berlalu lalang dan tidak mencurigakan yang dilihatnya. Sahila memutuskan untuk tenang dan berjalan ke arah toko restoran kecil dan berdiri di depannya sambil memainkan hape.

*Me*

Aku hanya ingin memastikan, apa kamu yakin tidak ada yang mengikuti mu?

*Secret Boy*

Aku yakin tidak ada

Melihat pesan itu Sahila masih tidak terlalu yakin jadi dia memutuskan diam sejenak di tempat nya. Dari tempatnya ia bisa melihat seseorang tengah berdiri di sebuah jalan selebar dua meter-gang-yang berada diantara toko hamburger dan toko perhiasan. Sahila merenggangkan otot lehernya sebentar, tapi tanpa sengaja matanya menatap sesuatu yang janggal di atap restoran ini.

Dari yang dilihatnya dua orang berpakaian hitam itu tengah mengawasi seseorang, dan ia langsung bisa menebak siapa yang tengah mereka awasi dan siapa identitas mereka di tambah ada kamera ukuran besar untuk mengambil foto. Buru-buru Sahila mengirimkan pesan.

*Me*

Kau bawa Inpods?

*Secret Boy*

Ada, kenapa? Sebenarnya kau dimana, biar aku susul kau sekarang

*Me*

Jangan!

Diam saja di tempat mu sekarang dan jangan menengok kearah lain.

Pakai inpods mu pura-pura lah mendengarkan lagu saat aku telepon.

Dari tempatnya sekarang Sahila bisa melihat pria yang memakai pakaian tertutup dengan topi dan masker yang disangkutkan di leher itu mengikuti sarannya. Tak lama Sahila menelpon nomornya.

"Halo! Kau dimana sih?! Aku sudah menunggu mu di depan restoran, kau bilang mau mentraktir ku?" Ucapnya heboh sendiri. Lalu ia bicara dengan suara kecil agar tidak di dengar dua orang di atasnya. "Dengarkan aku baik-baik dua wartawan sedang mengikutimu dan mengambil fotomu. Kalau kau ingin menyingkirkan mereka pertama-tama, masuklah ke toko restoran tempat aku sekarang, saat kau masuk aku akan memberi aba-aba. Setelah itu kau pergi secepat mungkin dan tunggu aku di tempat yang jauh." Jelas Sahila layaknya bintang film action.

Pria yang bersandar didalam gang itu tersenyum mendengar ucapan panjang Sahila. Entah karena cara bicaranya atau rencana pelarian dirinya lah yang lucu. "Tapi kenapa aku menunggu kamu? Kita bisa pergi sama-sama 'kan?" Katanya sambil melirik Sahila dari ujung matanya.

"Apa?! Kau dimana sebenarnya? Kalau lima menit lagi kau nggak sampai akan kubotakin kepalamu kau tahu aku tidak main-main!!" Pria itu tertawa kecil melihat Sahila yang terlalu mendalami perannya. "Mereka bisa curiga kalau aku juga tidak ada disini, cepat lah kita tidak punya waktu banyak." Bisiknya.

Pria itu mengangguk mengerti. Dia menegakkan tubuhnya dan berjalan mendekati Sahila, mereka saling bertatapan sebelum akhirnya pria itu masuk kedalam toko restoran.

Sahila diam sejenak karena mendengar suara dari atas sana. "Dia masuk ke sini, ayo ayo cepat turun. Mungkin saja orang yang di tunggunya sudah di bawah. Kita bisa dapat berita besar kalau menangkap wajah orangnya."

Sahila kembali bersandiwara. "Jangan tutup telepon nya! Kita bicara sampai kau datang, mengerti?!" Ia menengok ke atas dan melihat dua orang itu sudah tidak ada. "Pergi, sekarang!" Bisiknya yang tak lama pintu restoran terbuka.

Pria itu menatap Sahila memberi isyarat bahwa ia akan menunggu nya. Sahila mengangguk kecil dan orang itu berlari pergi ke arah kiri. Senjang beberapa detik saja dua wartawan itu keluar dengan tergesa-gesa dan melihat kesekitar saat tidak mendapati orang yang dicarinya didalam toko restoran.

Sahila tersadar untuk kembali berakting, anggap saja ini sebagai latihan pertama sebelum masuk ke dunia hiburan. "Yasudah cepat ya! Tapi... Tadi kayaknya aku lihat idol kesukaan kamu deh," kata Sahila sebagai umpan untuk dua orang tersebut. Dapat dirasakan nya bahwa orang-orang itu sedang memakan umpannya karena memperhatikan dirinya bicara. "Serius, tadi aku lihat dia tinggi juga ganteng banget. Dia lari ke kanan sama cewek. Apa aku salah lihat ya..."

Mendengar itu tak perlu ba-bi-bu lagi mereka berlari ke arah yang di maksud Sahila dalam pembicaraan nya. Gadis itu memperhatikan hingga tubuh kedua orang tersebut hilang dari pandangan nya.

"Kerja bagus."

Sahila terkejut saat ponselnya mengeluarkan suara. Dia kembali mendekatkan nya ke telinga. "Kupikir kau sudah menutup telepon, kau dimana sekarang?"

"Aku? Taman bermain."

♥♥♥

"Jadi?"

"Apa?"

Sekarang ini Sahila dan pria rahasianya sedang duduk di ayunan dan saling berbincang setelah lelah berlari dari dua wartawan.

"Kenapa kamu ngajak ketemuan?" Tanya Sahila dengan lebih jelas tapi yang ditanya malah diam dan menghindari kontak mata dengannya. "Ada apa?"

"Hil, kita date yuk. Hari ini jadwal aku full kosong, gimana kalau kita jalan-jalan? Setuju?" Ajaknya tiba-tiba yang sedikit membuat kecurigaan.

Sahila antara bingung dan senang mendengar tawaran itu karena sebenarnya mereka sekedar bertemu saja sulit apalagi jalan-jalan ditempat umum, jadi tawaran dia ini cukup menarik. Cuma... "Nggak bisa, kalau nanti ada yang sadar kamu siapa gimana?"

Pria itu sedikit kecewa mendengar Sahila menolak ajakan nya.

"Ravian," panggil Sahila. Ravian, pria itu, menoleh. "Ketimbang jalan-jalan diluar, gimana kalau ke sekolah dasar kita yang dulu? Karena sekarang masih liburan terus disana pasti sepi. Mau nggak?"

Ravian dapat melihat sinar di bola mata Sahila, perempuan itu pasti sangat bersemangat ingin pergi kesana. Ravi mengangguk setuju, "Oke! Ayo ke sana!" Ia berdiri dan mengulurkan tangannya pada Sahila.

"Ayo," Sahila menerima uluran tangan Ravian. Dan mereka pergi dengan tangan saling bergandengan.

♥♥♥

"Wah, tempatnya banyak berubah dari yang dulu..."

"Kau benar," sahut Sahila.

Tadi mereka sudah berkeliling masuk wilayah sekolah dan berakhir duduk di bangku pinggir lapangan. "Aku ingat banget waktu kamu jatuh dari disini, sumpah demi apapun kamu kocak banget disitu." kata Sahila mengingat kenangan lama saat melihat tiang pull up diujung lapangan sana yang biasa di pakai saat pelajaran olahraga.

Waktu itu perintahnya adalah siapa yang bertahan paling lama akan mendapatkan nilai tinggi. Karena nama mereka diawali R dan S yang saling berdekatan, kebetulan juga satu kelas jadilah Sahila dan Ravian menjadi saingan. Waktu itu Sahila berusaha sekuat tenaga agar tidak jatuh, tapi di waktu satu menit dua detik. Ravi jatuh dengan naas hingga ditertawakan teman-teman mereka.

Ravi ikut tertawa membayangkan kejadian masa lalunya bersama Sahila. "Sebenarnya aku sengaja jatuh biar kamu yang menang, Hil. Tapi waktu itu sialnya kaki aku kepeleset jadinya nggak keren deh jatuhnya." Jelasnya memberi pembelaan.

Kadang Ravi itu memang bisa banget bikin Sahila geer dalam hati gara-gara perkataan nya yang belum bisa di pastikan benar atau tidak, tapi yang satu ini Sahila tahu kalau dia cuma bohong. "Kalau emang sengaja jatuh seharusnya kamu nggak minta tanding ulang ke Pak Toni dong. Aku benar-benar kesal banget sama sifat kamu yang seenaknya waktu itu, aku udah bertahan lama dan menang kamu malah minta diulang kan aku kesel, makanya waktu itu aku bilang kalau kamu cowok cemen yang kalah sama cewek."

"Kamu juga ingat yang itu? Yah gagal aku pingin bikin kamu nge-fly tadinya." Gombal Ravian yang langsung mendapat pukulan kecil di lengan nya dari Sahila. "Aw!" Teriak Ravian menatap Sahila terkejut. "Nggak sakit, coba diulang!"

Sahila pun langsung memborbardir Ravi dengan pukulan-pukulan setelah sadar bahwa pria itu hanya menggodanya. "Kebiasaan nyebelin banget sih ih! Pulang sana, pulang!!"

"Iya, iya, iya, ampun!"

"Nggak, sana!"

"Aw! Yang ini benaran sakit, Hil, aduh."

"Makanya jangan rese," ancam Sahila.

"Siap!" Ravian memberi hormat layaknya pasukan tentara. "Oh iya waktu terakhir kali kita ketemu kamu bilang mau kasih kejutan ke aku, bukan nya itu sekarang?" Tanya Ravi memastikan.

Perempuan itu berpikir sambil tersenyum penuh makna. "Sebenarnya sih besok. Cuma kamu tau nya mungkin bukan besok." Ujarnya berteka-teki pada kalimatnya. "Adalah pokoknya, nanti juga tau," tambah Sahila agar Ravian tidak terlalu memikirkan nya. "Aku lupa bilang ke kamu kalau hari ini sebenarnya aku nggak bisa lama-lama, kita pulang sekarang yuk." Sahila berdiri lebih dulu dan mengulurkan tangan nya, mengikuti gaya Ravi di taman bermain tadi.

"Biasanya aku yang selalu sibuk, kali ini kebalikan nya yaa." Kata Ravi dengan kecewa. "Jadi begini perasaan kamu setiap kali aku nggak ada waktu." Lanjutnya penuh rasa bersalah dan menerima uluran tangan Sahila.

Mereka berjalan berdampingan. "Kamu mah belum apa-apa itu, coba kamu rasain perasaan aku waktu ditinggal sendirian di bioskop. Aku marah banget tapi bisa apa?" Ucap Sahila yang sebenarnya bukan dimaksudkan untuk memprovokasi, melainkan candaan walau benar saat itu dia marah.

Ravi menghentikan langkahnya mendengar itu yang tak sengaja juga menghentikan langkah Sahila karena jari mereka saling bertautan. Sahila berbalik bingung. "Kenapa?" Tanyanya khawatir.

Ravi terdiam menatap tautan jari tangan mereka, lalu melepaskan tangan nya dari genggaman tangan Sahila. Gadis itu melihat perubahan sikap Ravi yang jadi serius. "Sahila, aku..." Pria itu menggantung kalimatnya sambil melihat wajah Sahila yang tanpa ekspresi menatapnya. "Aku... Sebenarnya aku ngajak kamu ketemuan hari ini karena mau bilang..."

"...putus?" Sambung Sahila yang membuat Ravi terkejut mendengar nya. "Kamu ngajak aku ketemuan buat bilang putus 'kan?"

Ravi tidak mengerti kenapa gadis itu bisa menebak isi pikiran nya. Dia terdiam tanpa bisa meneruskan kalimatnya nya.

"Kamu mudah di tebak Ravi, aku sudah curiga kamu mau bilang ini saat di ayunan. Setiap kali kamu mau bicara jujur pasti kebiasaan kamu menghindari kontak mata, sama kayak awal aku tanya kenapa kamu ngajak aku ketemuan,"

"Aku minta maaf."

"Alasan nya? Kasih aku alasan kenapa kamu mau putus, setidaknya biarin aku buat ngertiin kamu."

Ravian menghembuskan nafasnya sebelum menjawab. "Aku nggak bisa biarin kamu yang jadi korban. Selama ini aku selalu merasa bersalah tiap kali ninggalin kamu, atau bikin kamu kesulitan cuma karena ingin kita ketemuan tanpa ada yang tau identitas aku sebagai figur publik."

"Terus...?"

"Kamu mungkin gak akan bahagia Sahila. Bukan, kamu nggak akan bahagia kalau ada di samping aku."

"Kamu yakin itu alasan kamu buat mutusin aku, bukan karena alasan lain?" Ravian hanya diam menunduk. Sahila mengangguk mengerti. "Baiklah, aku ngerti. Awalnya aku nggak yakin apa yang mau kamu omongin di sebab kamu bilang bahwa hari ini kamu nggak punya jadwal. Tapi karena tadi kamu ngelepasin tangan aku, aku jadi punya firasat."

"Aku ngelakuin itu demi kamu,"

"Tolong jangan ngomong begitu, kalau kamu yakin itu demi aku kamu pasti gak akan beralasan begitu." Sahila tersenyum skeptis. "Ravi kamu itu... Betul-betul sesuka hati ya?" Rasanya hari ini benar-benar melelahkan untuknya, kenapa masalah berturut-turut datang? "Dulu, kamu tau kenapa aku benci banget sama kamu? Karena sikap kamu yang seenaknya tanpa pikir panjang. Aku benci kamu yang dulu. Tapi mungkin aku yang salah, kamu nggak pernah berubah sejak dulu cuma aku yang nggak pernah sadar karena terlalu buta."

"Nggak gitu Sahila, tolong dengar baik-baik. Kalau kita terus begini, bukan cuma aku tapi kamu juga bisa jadi korbannya. Aku takut saat ada berita keluar tentang kita, aku nggak bisa jaga dan lindungin kamu."

"Kamu pikir aku juga nggak pernah mikirin sampai kesana? Aku juga selalu was-was Ravi, tapi aku nggak pernah minta kamu buat jagain aku. Bukan nya kita ngelakuin hubungan ini karena sama-sama saling suka? Kalau tiba-tiba kamu minta putus karena alasannya adalah aku, seharusnya kamu putusin aku tiga tahun yang lalu."

Ravian tercekat. Dia tidak tahu harus bicara apalagi setelah mendengar penuturan Sahila. Namun sebelum itu Ravi ingin mengucapkan sesuatu jika saja tidak tiba-tiba datang segerombolan anak-anak SMA menuju kearah mereka, sepertinya reuni karena seragam mereka beda-beda.

Sahila buru-buru membenarkan letak posisi topinya untuk menutupi wajahnya setelah mendengar suara dari arah belakang nya. Ravian belum sempat menutupi wajahnya dengan masker, dia sudah lebih dulu bertatap muka dengan anak-anak SMA itu yang langsung mengerubungi nya dan memberikan banyak pertanyaan.

"Wah, kakak bukannya Kak Ravi ya? Kakak yang ikut program idol selection tiga tahun lalu kan?"

"Aku penggemar Kakak!"

"Bagi tanda tangan dong Kak!"

"Kakak kenapa bisa disini, Kak? Kakak lebih tampan dilihat langsung ternyata."

Diam-diam Sahila pergi dari sana melewati murid-murid SMA itu diam-diam tanpa ada yang sadar. Ravi melihat punggung Sahila dengan gelisah, dia ingin mengejar nya.

"Makasih banget kalian sudah mau dukung Kakak, tapi sekarang Kakak ada urusan penting. Lain kali datang ke fan meeting ya, dadah~" ucapnya sesopan mungkin sebelum berlari mengejar Sahila yang sudah keluar gerbang. Tidak lupa memakai topi dan masker hitamnya untuk menutupi wajah.

Ravian terlambat. Saat pria itu melewati pagar, Sahila lebih dulu masuk kedalam taksi dan pergi tanpa menoleh padanya. Hari ini Ravi mungkin melakukan satu kesalahan terbesar yang pernah dia lakukan seumur hidupnya.

Di dalam taksi Sahila tidak menangis. Ia sudah lelah menghabiskan banyak tenaga hanya untuk menangisi keadaan nya, ia hanya perlu fokus satu tujuan. Matanya menatap layar ponselnya yang memperlihatkan foto dirinya bersama seorang pria, hanya saja muka pria tersebut tidak di masuk difoto sebab itu adalah Ravi.