webnovel

Chapter 6 : Kedatangan Angin Baru

Warna hitam yang kulihat itu perlahan memudar,hingga tubuhku terasa sedang digoyang-goyangkan.

Lalu refleksi seorang wanita muncul di depanku dengan wajah yang samar.

Tak kusangka aku akan ketiduran di tengah jalan,padahal kami sebelumnya bercanda lelucon aneh tukang kayu desa hingga terbahak-bahak.

Ditambah Paman Carter yang cukup humoris juga,sehingga perjalanan ini tidak terasa membosankan.Bahkan senyuman tipis spontan terpasang diwajahku saat mengingatnya.Ia sangat pandai menghibur orang lain.

Tapi di pertengahan jalan,aku tiba-tiba mengantuk dan tertidur tanpa kusadari.Kurasa Bibi juga mengetahui hal itu,namun ia tak ingin menggangguku yang terlelap.

Lalu sekarang ia berada di depanku sambil tersenyum hangat.

 

"Bangunlah.."

 

"Ah..hmm..~"

 

Sedikit keluhku dibarengi peregangan tubuh yang singkat.

 

"Hm~,apa tidurmu nyenyak?"

 

"Kurasa begitu,hanya belum terbiasa saja."

 

"Baguslah."

 

Bibi kembali ke tempat duduknya lalu memasukan buku yang ia panggil tadi.Prosesnya hampir sama namun ia tak mengucapkan apapun dan buku itu menghilang dengan sendirinya.Seolah mengerti apa yang sedang ia perintahkan.

 

"Oh Anak Muda,kau sudah bangun rupanya.Kita sudah hampir sampai di Ashlea."

 

"Memangnya aku tidur berapa lama?"

 

"Kalau dihitung dari bagian bab yang kubaca dari novel, sekitar lima bab sejak kau tertidur." Sahut Bibi.

 

"Apa lima bab itu banyak?"

 

"Lumayan."

 

"Sepertinya aku memang tertidur cukup lama."

 

"Kau benar sekali." Paman Carter kali ini yang menjawab.

 

Kalau dilihat dari jalanan yang terlintas di belakang,nampaknya kami berada di tempat yang berbeda.Sekilas pemandangan padang rumput serta kincir angin tergambar dari kejauhan.

Kemudian setapak tanah itu berubah menjadi batu bata kusam yang berbunyi keras dihentak kaki kuda.Bersama bayangan besar yang menutupi kami beberapa saat setelahnya.

Dinding kelabu,pagar besi,lalu juntaian tali tambang yang terikat pada pintu kayu raksasa menghiasi gerbang masuk kota.

Segera aku mendongak keluar kereta untuk melihat wujud dari bangunan tersebut.Rasa penasaranku semakin kuat disaat mendengar suara keramaian dan aroma roti yang baru matang.

 

"Jadi ini Ibukota Ashlea..."

 

Aku bergumam pada diriku sendiri,seolah takjub akan pemandangan kota yang begitu hidup dan dipenuhi berbagai macam aktivitas manusia.

Ada seseorang pedagang tekstil yang bersusah payah membawa barang-barangnya,Penyair yang melantunkan melodi indah dari petikan harpanya,dan beberapa grup petualang dengan perlengkapan penuh yang bersiap pergi ke luar kota.

Terlihat juga seorang kusir yang adu mulut dengan penjaga, ekspresinya seolah lelah mendengar celotehan kusir tua itu.

Lalu di sepanjang jalanan utama,banyak berlalu lalang derap kaki kuda yang terdengar sibuk pada kegiatannya masing-masing.Entah itu mengangkut orang ataupun mengangkut tumpukan barang yang harus mereka kirimkan.

Begitu juga puluhan bendera segitiga yang bergelantungan pada bentangan tali di atas langit-langit kota.Tampak memberikan suasana meriah dan ramai akan segala bentuk kehidupan yang ada disini.

Dan diantara penjaga yang tengah berdiri di posnya,dua orang penjaga pria dengan helm penuh mendekati kereta kami yang terhenti.Sepertinya kami harus diperiksa dulu agar diizinkan masuk.

 

"Oh,Paman Carter.Lama tidak bertemu."

 

Sapa seorang pria yang membuka helmetnya.Memperlihatkan wajah ramah dan santun pada kami sekaligus Paman Carter.

Kemudian diikuti temannya itu yang melakukan hal sama.Ia juga memberikan senyuman hangat sambil menggenggam tombak ke atas.

 

"Kalian berdua rupanya,Ha!Ha!Ha!"

 

"Hahaha..."

 

Mereka berdua menyahut tawa Paman Carter yang unik itu dengan bersamaan.Bagaimana bisa mereka sekompak itu.

 

"Bagaimana kabar kalian? Masih sehat-sehat saja bukan?"

 

"Ya tentu! Kami berdua harus selalu sehat demi keselamatan kota."

 

"Bagus! Itu baru semangat seorang ksatria."

 

"Ya!"

 

Lekas mereka tersenyum sambil unjuk gigi lebar.Kilauan cahaya sepintas muncul di penglihatanku.

 

"Jadi aku perlu mengantarkan dua orang temanku ini ke rumah saudaranya di sini,apa aku boleh lewat?"

 

"Tentu kami mengijinkannya,tapi kami harus tetap mengikuti prosedur dulu.Yah paling tidak,agar terlihat sesuai dengan peraturan."

 

"Baiklah."

 

Aku yang sedari tadi menengok percakapan mereka bergegas masuk ke dalam tenda.Dan seperti biasanya Bibi tampak tak peduli,namun kurasa ia menguping pembicaraan.

Lalu dua orang penjaga itu berjalan ke belakang kereta,berniat memeriksa apa yang dibawa Paman Carter sepertinya.

Mereka melihat aku dan Bibi yang sedang duduk berseberangan.Itu membuatku sedikit gugup,karena mereka terdiam saja sewaktu melihat kami.

 

"Oh ada penumpang lainnya ternyata,maaf menganggu."

 

Ucapnya dibarengi senyuman padaku dan Bibi,sedangkan satunya lagi melihat kami lalu mengalihkan pandangannya.

Setelah diperiksa oleh mereka,Paman Carter segera mengucapkan terimakasih dan menjalankan kereta miliknya.Ia begitu santai layaknya sudah menduga hal ini akan terjadi.

Aku hanya melihatnya dari kejauhan saat ia melambaikan tangannya kepada kami.Kemudian mereka kembali sibuk dengan urusan mereka masing-masing.

 

"Paman.."

 

"Hm?"

 

"Paman sepertinya disambut disini."

 

"Maksudmu dua pria tadi?"

 

"Ya,dua orang tadi terlihat begitu ramah."

 

"Hahaha...penjaga kerajaan kan juga harus ramah."

 

"Tapi Paman seolah mengenal mereka dengan baik."

 

"Aku memang kenal mereka sejak lama,dulu aku mengantarkan mereka masuk ujian 'The Awellian Knights' yang hampir terlambat."

 

"Oh..jadi mereka berdiri di sana sebagai seorang ksatria berkat Paman."

 

"Kurasa begitu."

 

Aku mengangguk merespon ucapan Paman Carter.

Ternyata kereta yang kunaiki ini punya banyak sejarah, sesuatu yang tidak kusangka.Mungkin Paman Carter bekerja sebagai kusir sudah bertahun-tahun.

 

"Melihat mereka tersenyum sekarang, benar-benar membuatku bahagia.Meskipun mereka bukan anak-anakku sendiri...Hahaha.."

 

"Itu terlihat sekali..ahaha..."

 

Bibi yang turut mendengarkannya tersenyum ringan.Namun ia seperti menggumamkan sesuatu dalam pikirannya.

Ia lalu menepuk pundak Paman Carter dan memberitahukan arah dimana kami akan turun.Hampir setengahnya aku tak tahu tempat yang dimaksud.

 

"Oh,jadi Nona Mirabell tinggal di daerah situ.."

 

"Iya,aku dulu pernah tinggal disana."

 

"Anda sungguh mengejutkan saya."

 

"Ah,bukan apa-apa."

 

Mengejutkan? Memangnya tempat seperti apa yang kutuju? Membuatku semakin penasaran saja.

Karena hingga beberapa menit sejak tiba di gerbang kota,keretanya masih terus berjalan mengikuti arahan dari Bibi.

Aku mulai sedikit heran,hingga berpikir kalau Bibi lupa alamat tempatnya.

Karena sedari tadi hanya kios dan pertokoan di jalan utama saja yang kami lewati.Aku meragukan hal-hal tersebut.

Sampai ia menepuk pundak Paman Carter lalu memberitahukan tujuannya.Itu membuatku sedikit lega, kupikir dia memulai kebiasaan isengnya.

Kami berbelok pada sebuah pertigaan di samping bangunan besar,yang memiliki kesan berbeda dibanding toko di sekitarnya.

Terpajang berbagai macam aksesoris cantik seperti kalung dan pernak-pernik.Serta papan nama berkilau yang bertuliskan "Toko Aksesoris" di bagian luar pintu.

Itu tampak ikonik dengan jendela besar yang terpasang disana.Aku tahu ini bukan tempat untuk sembarang orang.Bayangkan berapa jumlah uang yang harus keluar untuk membeli satu barangnya.

Lalu diikuti rumah-rumah penduduk sederhana di sepanjang kiri-kanan jalan.Tidak begitu megah,namun masih terbilang nyaman jika dihuni manusia.

Beberapa anak kecil melambaikan tangannya padaku ketika saling bertatap mata.Mungkin suara kereta ini menarik perhatian mereka yang sedang asyik bermain bola.

Kemudian kereta terus bergerak hingga berjajar dengan sebuah rumah besar di samping kiri jalan.Paman Carter mengehentikan laju kudanya dan bertanya apakah ini rumah yang dimaksud.

Bibi melihatnya keluar lalu mengangguk menandakan bahwa memang ini tempat tujuan kami.Aku pun ikut turun dari kereta untuk memeriksanya,itu membuatku sedikit takjub.

Paman Carter membantuku menurunkan barang dengan cepat,padahal menurutku tidak perlu karena akan merepotkannya.Namun ia berkata melakukannya dengan senang hati,jadi aku tak perlu khawatir.

Beliau kembali ke bangku kusir setelah membantu,kemudian mengangkat rendah topinya dan mengucapkan salam sebelum meninggalkan kami.

 

"Sampai nanti,semoga kita bisa bertemu lagi suatu saat."

 

"Ya,terimakasih sudah mengantarkan kami ke sini."

 

"Terimakasih Paman."

 

Bibi mengucapkan terimakasih yang disusul dengan milikku,sungguh perjalanan yang cukup menyenangkan.

Lalu ia memecut kembali tali kekangnya dan menjauh dari posisi kami berdua.