webnovel

CH.9 Kembali

Sebuah kebetulan yang terlalu pas kalau aku boleh bilang. Namun aku juga bisa katakan orang yang bernasib sama sepertiku pasti ada setidaknya satu dalam kejadian yang mirip.

Mungkin saja aku yang terlalu berlebihan. Faktanya bahwa aku tidak menyentuh apa pun yang tersisa padaku dan hanya menjaganya membuktikannya.

Semua ini kulakukan seolah isi diriku ini adalah sebuah kaca mahal yang akan pecah bahkan jika tertiup angin kecil sedikit pun, benar-benar rapuh.

Itu pun terjadi juga pada Kiera. Makanya aku bilang ini sebuah kebetulan. Dua orang yang berakhir dalam kerapuhan berkumpul dalam jarak yang relatif dekat.

Kalau mau dibilang ini takdir, tentu bukan. Nasib? Apalagi itu, pasti bukan. Nasib itu kan ada dari hasil perbuatan kita sendiri.

"Oh ya, kan shift kerjamu sudah selesai, apa kau akan pulang setelah ini?"

"Tentu tapi setelah mencari sedikit angin di luar. Naik mobilmu itu tadi sedikit memberikanku perasaan pusing karena tidak terbiasa."

Tentu aku paham perasaan itu, sejak orang Jepang adalah orang yang terbiasa memakai angkutan umum daripada kendaraan pribadi. Ditambah juga kecepatan kendaraan ini sangatlah cepat, itu akan memberikan sedikit mual untuk yang tidak terbiasa dengan tekanan yang diberikan.

Buatku itu tidak masalah karena semua ini kubuat dengan meminimalisir dampak yang ditimbulkan sebisa mungkin, dan dengan tidak merusak produk itu sendiri.

Dengan membuat sebuah produk, pastilah aku sudah melakukan test-drive setelah prototipenya jadi, dengan begitu membuatku terbiasa dengan semua hal itu.

"Bagaimana kalau aku mengantarkanmu pulang, tapi pakai MRT saja?"

"Memang tidak apakah mobilmu ditinggal di sini saja?"

"Nanti salah satu karyawanku yang mengambilnya, jadi santai saja. Juga aku tidak akan membawa mobil seperti ini ke panti asuhan."

"Itu mengingatkanku, bisakah aku mampir ke panti asuhan tempat dirimu tinggal? Mungkin aku akan merasa sedikit lebih baik kalau bertemu anak kecil."

Sebentar, sebentar. Bagaimana bisa pembicaraan soal pulang menggunakan MRT membuat dia ingin berkunjung ke panti asuhan tempat aku tinggal?

Memang bukan masalah sih, tetapi rasanya aneh saja tiba-tiba begitu. Aku tak punya hak untuk melarangnya sih, jadi masa bodoh juga.

Entah kenapa dia begitu peduli soal anak kecil. Apa dia menyukai anak kecil karena tak memiliki saudara atau keluarga? Atau memang karena dia suka?

Walau begitu, lumayan wajar untuk seorang perempuan menyukai anak kecil. Terkadang itu yang menjadi daya tarik seorang perempuan, dekat dengan anak kecil.

"Tentu saja, Sister akan suka jika ada yang mengunjungi panti asuhannya. Anak-anak juga suka kalau dikunjungi."

"Baguslah kalau begitu, aku akan menemuimu kalau aku ingin berkunjung ke panti asuhan."

"Akan kutunggu, tapi apa kau mengetahui kontak diriku?"

"Kau meremehkan diriku Sin, padahal kau tau aku informan."

Well, dia tidak salah sama sekali soal itu. Baiklah, kita lihat saja sampai mana kemampuan mencari informasinya.

Toh pada akhirnya di dunia ini semua berbicara tentang kompetisi. Hanya saja soal pertarungan perusahaanku dengan yang lain tidak begitu kompetitif.

Yang benar saja, aku tidak menemukan lawan yang seimbang yang memiliki kemampuan untuk mengembangkan bahasa program baru.

Alasan kenapa data perusahaan tidak pernah bocor adalah bahasa program khusus. Sebenarnya mungkin bocor, tetapi tidak ada yang bisa memahami.

"Baiklah, silahkan saja terserahmu. Kalau begitu, apakah kau mau aku antarkan atau bagaimana?"

"Memang kau mau antarkan aku dengan cara apa? Karena kalau dengan mobilmu, aku harus menolak."

"Nggak, aku akan meninggalkan mobilku dan mengantarkanmu entah lewat angkutan umum atau bagaimana, nanti soal mobilku, biar diambil oleh asistenku."

Memang aku sudah terbiasa untuk memakai angkutan umum, memakai sepeda, dan ya seimbangnya memakai transportasi sendiri itu untuk hal khusus dan untuk pekerjaanku.

Makanya mengantarnya ke mana memakai kereta atau bis juga tak masalah. Semuanya itu sudah menjadi norma bagiku.

Kalau bisa malahan aku memilih angkutan umum di mana aku tak perlu menarik banyak perhatian. Tetapi ya begitulah, asistenku terkadang persisten untuk mengantarkan mobilku.

"Kalau kau bilang begitu, aku pun tak akan bisa menolak. Rumahku tak begitu jauh dari sini, jadi naik bis saja."

"Tentu, biarkan aku ambil barang dulu sebentar dan kuantarkan dirimu setelah itu."

Aku hanya perlu mengambil tasku karena itu akan kupakai untuk sekolah lagi besok, hanya itu yang penting.

Setelah selesai, kita tak membuang waktu untuk langsung pergi saja ke terminal bis terdekat. Bahkan ketika kami sudah di terminal, kita tak perlu menunggu lama untuk langsung naik ke bis yang bisa mengarahkan kita ke dekat rumahnya.

Sebenarnya aku harus pergi ke arah yang berlawanan dari arah rumahnya. Aku berbicara soal panti asuhan. Kurasa memang aku harus memakan waktu yang lama untuk pulang nanti.

Terlamun diriku dibawa oleh alunan musik yang dimainkan di bis yang kita naiki. Perhatianku terfokus kepada jalan di luar sana lewat jendela. Memang ini negara banyak hujan, sekarang di luar hujan lagi padahal baru sebentar masuk ke bis.

Terkadang bingung dibuat diriku ketika melamun seperti ini, semuanya bisa jadi terasa begitu lambat, tetapi kadang juga cepat. Pikiran manusia memang sulit diteliti dengan jelas.

"Hei Sin, kenapa dirimu tidak mencoba mencari kesibukan selain sekolah dan bekerja? Aku sadar dirimu kurang menikmati waktumu dari yang aku ketahui."

"Hmm? Pertanyaanmu terlalu tiba-tiba setelah keheningan yang berlangsung lama ini. It is fine though, aku memang tak suka melakukan hal lain. Buatku kerja itu sudah menyenangkan, mungkin."

"Apa kau yakin dengan pemikiranmu itu? Jujur saja, aku bisa sedikit membaca dirimu dari raut mukamu bahkan, begitu banyak problema."

Ini yang sedikit membuatku menghela nafas. Bukan hanya perempuan ini adalah seorang informan yang bisa mengetahui semua identitasku, tetapi dia bahkan bisa menganalisa isi hatiku yang bahkan tak pernah kuucapkan.

Kiera adalah perempuan yang cekatan dan mampu memahami pemikiran seseorang walau semuanya tampak hazy alias abstrak atau kabur. Begitu menakutkan kalau semua perempuan bisa memahami semudah ini.

Namun dari yang kusadari, banyak wanita di negara ini yang cenderung cuek. Mungkin Kiera berbeda karena dia berasal bukan dari negara ini, dia sungguh cerdik dan perhatian.

Ya sudahlah, biarkan saja, toh orang bisa mengetahui hidupku sesuka mereka. Hidupku ini seperti rempah-rempah yang bercampur aduk membuat semuanya kadang terasa manis, tetapi bisa pahit juga.

"Namanya juga manusia, siapa yang bisa kabur dari masalah-masalah yang ada. Lebih baik tak perlu banyak dipikirkan dan jalani saja apa yang ada di depanmu."

"Kenapa kau tiba-tiba jadi bijak? Aneh mendengar kalimat ini dari dirimu."

"Entahlah juga, biasanya aku tak seperti ini juga. Mungkin aku merasa tenang karena alunan musik klasik yang dimainkan ini, pikiranku jadi jernih."

Jujur saja, dari semua hal yang ada, aku paling suka musik klasik dan jazz. Sungguh classy, but elegant as well di waktu yang bersamaan.

Musik-musik inilah yang membawaku menjadi rasional dalam berpikir akan sesuatu, apa pun itu walau rumit sekali pun.

Tak ada yang pernah tahu apa yang tersembunyi di dalam sebuah musik. Bahkan kalau kau coba gali, pembuat musik itu pun sendiri menaruh perasaan ke dalam setiap alunan nada.

Sungguh, semua ini begitu ironis, di daerah terpencil di negara ini, detak-detak nada menendang telinga dan perasaanku, padahal aku berusaha membuat semuanya netral.

"Musik itu adalah sihir, sihir yang diremehkan, tetapi kuat efeknya karena itu menyentuh pikiran dan perasaan sekaligus, lalu mengatur ulang semuanya."

"Bisa sih dianggap begitu, hanya saja menganggapnya sebagai sihir itu berlebihan, lagian kita tak bisa membuktikan keberadaan sihir."

"Jangan terlalu menutup pikiranmu itu, kau itu seorang peneliti, menutup pemikiran akan sesuatu itu adalah hal buruk."

Menutup pemikiran? Pftt, aku tak pernah begitu, hanya saja, aku tak ingin membuat semuanya menjadi hancur kalau tidak menjadi sebuah kejutan.

Membingungkan bukan? Aku paham, aku memang suka berpikir begitu rumit dan membuat semuanya jadi lebih menarik. Coba saja ceritakan hal simpel ke diriku, akan jadi rumit pasti.

Namun memang ada hal yang perlu kusembunyikan untuk sekarang karena membuka kartu AS dalam dek kartu yang kupunya itu tidaklah seru.

Malah semakin membuat penasaran ya? Tujuanku memang begitu. Kalau semua orang bisa mengetahui pemikiranku, buat apa juga aku jadi peneliti, semua orang jadi diriku nanti.

"Hahaha, baiklah. Terima kasih, kau membuatku merasakan sedikit kebahagiaan. Ya sudahlah, kita sudah sampai di rumahmu bukan? Sampai jumpa kapan lagi Kiera."

"Tentu, nanti akan aku kabari soal kapan aku akan menuju ke panti asuhan."

"Tak usah terburu-buru, take your time."

Sambil menunggu dia masuk ke dalam rumahnya, aku baru kembali ke rumah… itu pemikiranmu. Tentu tidak, aku kembali untuk mengambil mobilku dan menuju ke perusahaanku lagi walau tadi sudah di situ.

Ada hal yang sebelumnya belum sempat kuperbuat dengan Jurai juga. Kita berdua selalu melakukan sesuatu sebelum kembali ke rumah yaitu panti asuhan.

Sesampainya di mobilku, aku langsung menginjak gas menuju ke perusahaanku. Dengan kecepatan yang tidak masuk akal ini, aku mencapai jarak puluhan kilometer dengan waktu 5 menit, tak lebih, tak kurang.

Selangkah demi selangkah aku menuju ke ruangan yang sudah kuketahui sambil menyapa semua orang yang kulewati. Entah kenapa mereka benar-benar tunduk ke diriku.

"Ah Sin, akhirnya kau datang juga, dari mana saja kau? Tiba-tiba pergi dan menghilang begitu saja tanpa pemberitahuan sama sekali."

"Memang kenapa dirimu harus tau apa yang kulakukan? Apa kehidupanku sekarang tidak punya privasi sama sekali?"

"Heh, dirimu benar-benar tak mempedulikanku sama sekali kah? Diriku apa bukan keluargamu lagi? Benar-benar melupakanku tanpa berpikir dua kali."

"Hei, hei, cukuplah keributan kalian berdua ini. Aku sudah jauh-jauh ke sini, menunggu lama, sekarang aku harus mendengar celotehan kalian lagi? Mending aku pulang saja."

"Eh, jangan begitulah Shin, kita butuh dirimu… our magician."