webnovel

1. Menyapa Dari Jendela Hati

Dalam alur kisah cinta yang kita ciptakan, jarak tak lagi menjadi penghalang yang menghalangi keindahan hubungan kita. Aku, Sarah Rania Nukma, mengalami setiap detiknya sebagai sebuah kisah romantis yang tak terlupakan.

Setiap malam, ketika layar ponselku menjadi jendela menuju dunianya, aroma cinta terasa begitu kuat. Panggilan video bukanlah sekadar tautan elektronik, melainkan pintu menuju dunia di mana senyuman dan tatapan penuh cinta kita bertemu. Suara Mas Ryan bagai melodi romantis yang mengalun lembut, memeluk hatiku dalam kehangatan yang tak tergantikan. Saat dia mengatakan dengan lembut,

"Rindu sekali dengan senyummu, sayang," semesta terasa bergetar dalam harmoni cinta yang tak terukur.

Dalam setiap panggilan video yang penuh warna ini, pertanyaan-pertanyaan dalam benakku menari di udara,

"Kapan kamu pulang ke Indonesia, mas?"

Mataku terpaku pada layar, penuh harap dan impian akan momen indah di masa depan.

Dan aku, dengan hati penuh cinta, menanti jawaban yang membawa janji-janji tak terucap. Setiap panggilan video adalah perjalanan romantis, melewati lautan rindu dan hujan cinta yang mengalir tanpa henti.

Meskipun terpisah oleh kilometer, kita menjadikan setiap momen sebagai lembaran dalam buku cinta abadi yang kita tulis bersama, mengukir kenangan penuh warna dalam dunia di mana cinta kita tak mengenal batas.

Pagi ini, kudapati diriku terbangun dengan senyuman yang melintas di wajahku, seperti bayangan kebahagiaan yang memeluk hatiku. Rinduku terbawa oleh semilir angin yang menyapu perasaanku, dan harapanku terpampang di cakrawala, menggema sebagai awal yang baru, penuh dengan potensi dan kemungkinan yang tak terhingga.

Saat itulah, ponselku bergetar dengan lembut, mengisyaratkan kedatangan panggilan video dari Mas Ryan, sosok yang membuat hatiku berdebar-debar setiap kali namanya menyentuh pikiranku.

"Selamat pagi, sayang," sapanya dengan suara yang dipenuhi kehangatan, dan kebahagiaan yang terpancar jelas dari matanya yang berkilau di layar.

Mas Ryan tersenyum lebar dari balik layar, menyambut pagi dengan keceriaan yang menular, seolah memberikan sinar mentari yang menyinari setiap sudut hatiku yang tersembunyi dalam gelap.

Kami berbagi kisah harian kami, membagikan detik-detik kecil kehidupan kami satu sama lain, seolah-olah jarak yang memisahkan kami hanyalah ilusi yang tak berarti. Dalam percakapan kami yang penuh canda dan tawa, Mas Ryan menggoda dengan lembut,

"Apakah kamu merindukanku hari ini, sayang?" Suara gombalnya seperti seruling yang memainkan melodi cinta, memenuhi ruangan dengan getaran yang menggetarkan hatiku, dan aku hanya bisa tertawa sambil mengakui dengan jujur kerinduanku yang tumbuh dengan setiap detik yang berlalu.

Pembicaraan kami pun bergeser ke rencana masa depan, keinginan kami untuk bersama tanpa ada lagi rindu yang menghalangi jalur cinta kami. Suara itu penuh harap, bergetar dengan keinginan yang mendalam untuk menggapai impian kami bersama.

Hatiku berdebar-debar, dan dalam kehangatan panggilan video itu, aku dengan tulus mengungkapkan kerinduanku yang tak terbendung untuk memeluknya dalam kehidupan nyata, untuk menjalani setiap momen bersamanya dalam pelukan yang nyata, bukan hanya dalam dunia virtual yang terbatas oleh layar ponsel.

Kami merencanakan impian kami, membangun fondasi yang kokoh untuk saat-saat di mana jarak tak lagi akan menjadi penghalang. Dalam percakapan yang dipenuhi harapan, kami berdua merancang rencana untuk masa depan yang dipenuhi kebahagiaan dan cinta yang tak terbatas.

Di balik layar ponsel, kami merasakan dekatnya saat kita melangkah maju bersama, mengejar impian-impiam yang kita bangun bersama-sama.

Setelah pagi tadi diberkati dengan semangat oleh suamiku, aku merasa seperti membawa kekuatan tambahan saat memasuki ruang kelas.

"Semangat, sayang," ucapannya seperti pelukan yang erat, memberiku semangat dan keyakinan untuk menghadapi hari yang penuh tantangan.

Kata-kata penuh cinta itu seperti menyentuh jiwa yang sedang bersiap untuk menjalani hari yang baru.

"Assalamualaikum, sayang. Semangat untuk hari ini. Kamu hari ini ngajar kan? Kamu adalah sumber inspirasi bagi banyak orang di sekolah, lho. Jangan sampai tidak mengajar, ya," sapa Ryan di awal percakapan dengan nada yang penuh dukungan dan kasih sayang.

"Terima kasih, Sayangku. Tentu saja aku akan mengajar. Semangatmu selalu menjadi cahaya yang membimbing langkahku. Aku juga berharap bisa memberikan yang terbaik untuk murid-muridku hari ini," jawabku dengan senyuman yang lebar dan tulus.

"Ingat, sayang, setiap kata yang kamu ucapkan memiliki kekuatan untuk merubah hidup seseorang. Kamu adalah sumber inspirasi bagi mereka," ucap Ryan dengan penuh keyakinan, memenuhi hatiku dengan rasa bangga dan terharu.

"Iya, iya, sayang. Kamu selalu bawel, ya. Eh, ngomong-ngomong, rasanya seperti kamu selalu ada di dekatku dan bersamaku, meskipun jarak memisahkan kita. Dan aku akan selalu merindukan doa-doa dan dukunganmu," ucapku dengan nada manja, merasakan kehangatan dan cinta yang tak terbatas dari sosok yang kucintai, bahkan ketika kami terpisah oleh jarak yang memisahkan.

"Sayang, jarak hanyalah fisik, bukan?" ucapan Ryan membuat semangatku mekar.

"Hati kita tetap satu, dan cinta kita menjadi energi yang tak terbatas. Percayalah pada dirimu sendiri, sayang, dan lihatlah sejauh mana cahayamu bisa menyinari hari-hariku di sini." Ucapannya memenuhi hatiku dengan kehangatan dan harapan yang tak terkira.

Air mataku tak terbendung, terharu oleh kata-katanya yang penuh dengan cinta dan keyakinan.

"Aku akan membawa semangat dan cinta kita ke dalam kelas, dan doa-doamu akan menjadi pilar kekuatanku. Aku bersyukur memiliki suami seperti kamu, Mas," kataku sambil air mataku mengalir perlahan membasahi pipiku.

Mas Ryan menjawab dengan candaan yang khas, membuatku tersenyum meskipun dalam keharuan yang mendalam. Air mataku berhenti sejenak, dan aku terdiam mendengar kata-katanya yang penuh makna.

"Aku tidak hanya senang memiliki istri seperti kamu, tapi aku merasa bahagia, bersyukur, dan berterima kasih pada Allah karena memiliki istri yang kuat dan Sholehah, seperti kamu. InsyaAllah, doa kita adalah pelindung yang tak tergantikan," ucap Ryan dengan lembut, memberiku ketenangan dan kekuatan di dalam hatiku yang terguncang oleh rindu dan haru.

"Masya Allah, terima kasih, suamiku sayang. Doa-doamu adalah pelipur rindu yang membawa kedekatan meskipun jarak memisahkan. Aku mencintaimu dengan cintanya Allah padaku. Karena cintanya Allah tidak akan pernah hilang untuk hambanya. Begitu pula cintaku padamu, sayang," ucapku sambil mengusap air mata yang semakin deras mengalir, merasakan cinta yang tak terbatas di antara kami, bahkan dalam kesedihan dan kerinduan yang tak terduga.

"Aku juga mencintaimu, sayang. Udah nangisnya ah. Emangnya istriku secengeng ini ya," ucap Mas Ryan dengan candaan yang manis, membuatku tersenyum meskipun air mata masih mengalir.

Dalam kata-katanya terdengar sentuhan kehangatan yang membuat hatiku semakin berbunga, karena di balik leluconnya, aku merasakan cinta dan dukungan yang tak tergoyahkan.

"Kita sama-sama mau membangun kebahagiaan, kan? Kita ini satu tim, kan? Semangat dong, istriku. Aku akan selalu bangga padamu," katanya dengan penuh keyakinan, menyemangati langkahku di hari yang baru.

Setiap kata-katanya menjadi penyemangat yang membakar semangatku untuk menjalani setiap detik hidup bersamanya.

"Aku akan berjuang dengan sepenuh hati, Mas, dan setiap langkahku adalah bentuk syukur atas karunia yang kita miliki," jawabku dengan mantap, merasakan semangat dan tekad yang mengalir dalam diriku.

Di dalam hatiku, aku bersyukur memiliki suami yang selalu mendukung dan memotivasi aku untuk menjadi yang terbaik.

Aku pamit kepada Mas Ryan karena harus segera berangkat ke sekolah. Telepon video pagi ini pun berakhir, namun semangat dan cinta yang ia tanamkan dalam diriku telah membuatku siap menghadapi hari yang penuh dengan tugas dan tantangan.

*****

Dengan setiap langkah menuju sekolah, aku merasakan dukungan suamiku yang mengalir bersama darahku. Meskipun tidak secara fisik hadir di ruang kelas, namun cintanya menjadi sumber kekuatan yang menghangatkan setiap sudut hatiku.

Setiap detik aku merasa beruntung memiliki suami yang selalu ada di setiap langkah hidupku.

Saat bel berbunyi di kelas, aku membawa semangat itu ke dalam ruangan, sebagai guru yang tidak hanya membimbing dengan pengetahuan, tetapi juga dengan cinta dan inspirasi.

Di hadapan murid-muridku, aku membagikan semangat yang aku dapatkan dari suamiku pagi tadi.

"Hari ini kita akan menjelajahi dunia ilmu pengetahuan dengan semangat dan keingintahuan yang tinggi," ujarku dengan penuh semangat. Setiap kata yang terucap adalah serpihan semangat yang ingin aku bagi dengan mereka, sebagai bentuk penghargaan atas dukungan yang tak henti-hentinya aku terima dari suamiku.

Seiring berjalannya waktu, aku melihat keberanian dan antusiasme tumbuh di wajah-wajah mereka, siswa-siswaku. Setiap mata yang menyala dengan semangat belajar menjadi bukti nyata bahwa mereka telah menerima semangat dan inspirasi yang aku bagikan di kelas.

Suamiku, meskipun jauh, seakan hadir di setiap senyuman dan keberhasilan yang mereka raih. Dalam setiap pencapaian mereka, aku merasakan kehadiran cintanya yang menguatkan.

Hari ini, aku tidak hanya menjadi guru yang memberikan pelajaran, tetapi juga pembawa semangat dari cinta yang mengalir di luar batas ruang kelas ini. Rasanya begitu bermakna melihat mereka tumbuh dan berkembang, baik dalam ilmu pengetahuan maupun dalam kepribadian mereka.

Setiap langkah mereka menuju pengetahuan baru menjadi bagian dari perjalanan yang kita lalui bersama, aku sebagai guru dan mereka sebagai murid yang lapar akan ilmu.

Hari ini begitu ceria bagiku. Melihat murid-murid di kelas belajar dengan asyik dan antusias, menambah semangatku untuk menyalurkan ilmu pada mereka.

Mereka adalah sumber kebahagiaan dan motivasi bagi diriku. Setiap kali aku melihat mereka mencapai pencapaian baru, hatiku terasa begitu bahagia dan terpenuhi. Aku bersyukur atas kesempatan ini untuk menjadi bagian dari perjalanan mereka dalam mencari pengetahuan dan membentuk masa depan mereka.

Sahabatku, Alya, adalah teman curhat paling oke. Hari ini, dia tiba-tiba muncul di kantor guru, aku liat-liat foto Mas Ryan di wallpaper handphone.

"Hai, Bestie! Lagi galau apa nih? Mas Ryan gimana kabarnya?" tanya Alya dengan ekspresi penasaran.

"Haha, iya nih, lagi sedikit melow. Mas Ryan sih oke banget, bikin hari-hariku jadi makin berwarna," jawabku sambil memberi senyuman manis.

"Wih, iri deh liat kalian berdua. Cerita dong, gimana cara kalian biar tetep mesra-mesraan walaupun jaraknya jauh gitu?" tanya Alya sambil nyenggol aku.

"Oh, kita sih santai aja, Al. Setiap video call itu kayak waktu senggang buat curhat, ketawa bareng, dan kadang-kadang baperan," ceritaku sambil mengingat momen-momen manis yang aku jalani dengan Mas Ryan.

"Wuih, seriusan sampe baperan? Asik juga ya jadi istri jaman now. Kalau gue sih pasti deg-degan banget kalo ditinggal jauh kayak gitu. Aku mau ikut kemana-mana Suamiku pergi!" ujar Alya dengan candaan yang bikin aku senyum-senyum.

"Iya dong, makanya kalau lagi kangen, kita gombalan sana-sini biar suasana makin asyik. Sok sok-an mau nikah, nyuci baju aja masih dicuciin Emak," jawabku sambil meledeknya.

"Aww, sakit Al!" Kataku. Alya mencubit lenganku dengan lembut, sambil tertawa. Rasanya senang sekali punya sahabat seperti Alya, yang bisa bikin suasana jadi lebih ceria, meskipun lagi rindu.

"Eh, cerita kalian tuh kayak dalam film-film LDR-an gitu tau gak sih, beneran. Semoga cepet bisa ketemuan lagi ya, Bestie," ucap Alya sambil merangkulku dari samping dengan senyum yang menghangatkan hati.

Tatapan matanya penuh dengan harapan dan doa untuk kebahagiaanku bersama Mas Ryan.

"Amin, thanks ya, Asiah! Btw, ada teh. Haus ni liatin foto suami terus?" tanyaku sambil tersenyum, melepas rangkulannya dengan penuh rasa syukur atas kehadiran Alya yang selalu menghibur dan mendukungku.

"Asiah Asiah. Emangnya aku istrinya Fir'aun. Ada, nih! Teh hangat buat menemani curhat-curhat bestie kuh. Cheers!" ucap Alya dengan candaan yang khas, membuat kami berdua tertawa bersama sambil menikmati secangkir teh hangat.

"Curhat kali, curhat-curhat apaan," tanyaku sambil mengambil cemilan yang dia letakkan di depank

"Eh, ntar malem ngafe yuk!" ajak Alya sambil mengunyah potato chips dengan penuh semangat. Tatapan matanya penuh dengan antusiasme untuk merencanakan waktu berkualitas bersama.

"Ngafe dimana?" tanyaku sambil mengambil potato chips yang sedikit pedas, merasa senang dengan ajakan Alya untuk menghabiskan waktu bersama.

"Tempat biasa," jawab Alya sambil tersenyum, memberiku jempol tanda persetujuan atas rencana kami.

"Boleh, jemput ya!" ucapku dengan senyuman yang cerah, merasakan kebahagiaan yang tak terkira karena memiliki sahabat seperti Alya yang selalu ada untukku.

"Oke," jawabnya sambil mengancungkan jempolnya dengan semangat.

********

Malam itu, di Lanéy Cafe yang nyaman, aku duduk bersama Alya sambil menikmati kehangatan green tea latte favoritku. Udara yang sejuk dari AC dan aroma kopi yang harum dari kisaran meja lain menciptakan suasana yang santai dan menyenangkan di sekitar kita.

Alya, seperti biasa, selalu menjadi pendengar yang baik, dan malam itu tidak terkecuali.

"Sar, kepala sekolah tadi manggil kamu ke ruangannya. Ada apa?" tanya Alya sambil menyeka busa Coffee Latte di bibir cangkirnya dengan lembut, wajahnya penuh dengan rasa ingin tahu yang khas.

Kujelaskan padanya tentang tugas yang diberikan oleh kepala sekolah sambil menikmati setiap tegukan green tea latte yang segar. Rasanya seperti hembusan angin sepoi-sepoi yang menyegarkan di tengah malam yang cerah seperti ini.

"Kepala sekolah meminta aku, kamu, dan Pak Tomi untuk mengikuti pelatihan guru," jawabku sambil menatap cangkirku yang dipenuhi dengan latte yang lembut. Tatapan Alya penuh dengan rasa penasaran yang membuatku tersenyum.

"Ah masa sih!" Alya melotot ke arahku dengan ekspresi tidak percaya.

Tapi aku tahu, di balik candaannya, Alya selalu mendukungku dalam setiap langkahku.

"Al, jujur saja, sebenarnya aku agak merasa capek sih ikut pelatihan guru itu," ujarku sambil mengaduk green tea latte di cangkir, rasanya cemas mulai melanda hatiku.

"Iya, aku juga merasa begitu, Sarah," jawab Alya dengan nada santai, matanya penuh dengan pengertian yang membuatku merasa lebih tenang.

"Pelatihan kayak gitu emang sering bikin kita pusing dengan semua tugas tambahan yang diberikan. Rasanya seperti beban tambahan yang harus ditanggung" ujar Alya.

"Sekarang aku ingat, kan Pak Ahmad dan Bu Elda lebih berpengalaman dalam hal ini," kataku sambil mengangguk, berusaha mencari titik terang di tengah keraguan yang mulai menghampiri pikiranku.

"Mungkin bagusnya mereka aja yang ikut pelatihan itu."

"Iya, mereka memang sudah banyak memberikan kontribusi dalam pengembangan kurikulum di sekolah," jawab Alya setuju, membantu mencari solusi atas kekhawatiran yang kita rasakan.

"Tapi Al, aku rasa gak masalah juga sih kalau kita ikut sekali-kali untuk nambah pengalaman. Toh, kita masih muda, kan?" ujarku dengan santai, mencoba melihat sisi positif dari situasi yang ada sambil menikmati setiap tegukan green tea latte di cangkirku.

"Iya, bener juga ya. Dan, kalau kamu ikut, aku juga ikut. Kalau kamu nggak ikut, aku nggak ikut," Alya mengangguk setuju, menunjukkan sikap solidaritas dan dukungan yang khas dari seorang sahabat.

"Al, kamu nih iya-iya aja, kayak burung beo. Nurut aja apa kata orang," godaku sambil tersenyum, mencoba membuat suasana tetap santai meskipun ada ketegangan di udara.

"Eits, aku kan ngikutin Bestie aku. Nggak mungkin lah Bestie aku salah," jawabnya dengan senyum lembut, menunjukkan betapa besar rasa percaya dan penghargaannya terhadapku sebagai sahabat.

Aku mengangguk setuju, merasa lega bahwa kami bisa mengatasi perbedaan pendapat dengan baik dan tetap menjaga kehangatan hubungan kami.

Suasana yang hangat dan santai di Lanéy Cafe membuat diskusi kami terasa menyenangkan dan penuh keakraban, mengingatkan kami akan pentingnya memiliki sahabat yang selalu ada dalam setiap situasi.

Malam semakin larut, ketika udara dingin mulai menusuk tulang dan bulu kudukku merinding. Jam sudah menunjukkan pukul setengah sepuluh, memberi isyarat bahwa waktu istirahat telah tiba. Kita duduk di bawah cahaya lampu temaram di Lanéy Cafe, membiarkan waktu berlalu dalam keheningan yang penuh makna.

Suasana malam yang sunyi membuatku merenung tentang arti dari setiap langkah yang telah kuambil dan keputusan yang kuambil dalam hidupku.

Mungkin saat ini adalah waktu yang tepat untuk mengakhiri hari dengan tenang, melangkah perlahan menuju rumah dengan langkah yang ringan, dan membiarkan hati terhanyut dalam ketenangan malam yang penuh misteri.

Sambil menyeruput sisa green tea latte yang tersisa di cangkirku, aku merenungkan perjalanan hidupku dan berharap bahwa segala sesuatunya akan berjalan dengan baik.

Alya mengantarku dengan mobilnya di malam yang sunyi. Aku takut mengemudi sendirian di tengah gelapnya malam, namun Alya selalu hadir sebagai penopang yang tegar dan setia. Gadis cantik itu adalah gambaran sempurna tentang keberanian dan kehebatan. Kami telah bersahabat sejak kami berdua mengarungi masa-masa remaja di bangku SMP, dan tiada yang bisa memisahkan ikatan persahabatan yang telah terjalin di antara kami.

Dalam perjalananku malam ini, Alya adalah pelindungku, membawa kami melewati malam yang sunyi dengan kepercayaan dan kehangatan yang tak tergantikan.

Saat mobilnya melaju pelan di jalanan yang sepi, aku merasakan ademnya angin malam yang menyapu wajahku dan membawa aroma harum dari bunga-bunga di pinggir jalan.

Di bawah cahaya gemerlap lampu jalan, aku merasa aman dan tenang, berterima kasih atas kehadiran Alya yang selalu ada di sampingku dalam setiap perjalanan hidupku. Kebersamaan kami di malam itu memberikan kedamaian dan kehangatan yang membuat hatiku berbunga-bunga.

Aku bersyukur memiliki sahabat sejati seperti Alya yang selalu mendukung dan menghargai aku apa pun yang terjadi.

Selama di dalam mobil, Alya selalu menemukan sesuatu yang menarik untuk diceritakan dari mulutnya yang riang.

Kisah-kisah kecil tentang pengalamannya sepanjang hari atau cerita-cerita lucu dari masa lalu kami mengalir begitu saja di antara kita, menyelimuti ruang kecil di dalam mobil dengan kehangatan persahabatan.

Suara tawa dan obrolan ringan kami memecah kesunyian malam, membawa keceriaan dan kenangan manis yang membuat perjalanan kami semakin berwarna.

Saat mobilnya menghentikan langkahnya tepat di depan pagar rumahku, aku memintanya hanya sampai di situ. Namun, dalam detik-detik terakhir itu, kami menatap satu sama lain dengan senyum yang tulus, merasakan kehangatan dan keakraban yang tercipta dalam perjalanan malam kami yang penuh cerita. Alya melambai di jendela mobil sambil berkata,

"Bye Sarie, see you next time," dan aku tak ketinggalan membalasnya dengan senyum, "

Bye Alie, see you too!" Alya memanggilku dengan sebutan Sarie, panggilan sayang yang membuatku merasa istimewa. Dan aku pun membalas dengan memanggilnya Alie, walaupun terdengar agak aneh, namun itulah yang membuat persahabatan kami semakin akrab.

Aku melangkah masuk ke dalam halaman rumah, meninggalkan mobil Alya yang perlahan menghilang di malam yang sunyi. Cahaya remang dari lampu jalan menyinari langkahku menuju pintu rumah, dan aroma harum dari tanaman hias di halaman menemani langkahku.

Suara jangkrik yang merdu memenuhi udara, menciptakan suasana malam yang tenang dan damai.

Namun, begitu aku melangkah masuk ke dalam rumah, keheningan malam itu tergantikan oleh suara lembut sangkutan napas Mama yang tertidur pulas di sofa ruang tamu.

Di antara suara jangkrik dan napas Mama yang tenang, aku merasa seakan menyatu dengan alam, merasakan kedamaian dalam keheningan malam yang memelukku dengan lembut.

Rasanya seperti aku kembali pulang, ke tempat di mana aku benar-benar berada di dalam pelukan hangat keluarga.

Ditangannya, Mama memegang buku zikir yang hampir terlepas dari genggaman lembutnya, memberi gambaran damai yang begitu menyentuh hatiku.

Cahaya remang dari lampu ruangan memancar lembut, mencerahkan wajah Mama yang tenang dalam tidurnya. Aroma harum zikir yang menguar dari buku tersebut memberi kesan kedamaian yang begitu dalam, seolah meresapi seluruh ruangan dengan ketenangan yang mempesona.

Keheningan malam terputus saat aku lembut membangunkan Mama dari tidurnya yang nyenyak. Getaran ketenangan dari buku zikir yang masih setia tergenggam di tangannya memberikan nuansa kehangatan yang tak terlupakan.

"Ma, ayo pindah ke kamar, tidurnya jangan disini," bisikku dengan lembut, memecah keheningan malam dengan suara yang penuh kasih sayang.

Mama, dengan matanya yang masih setengah terpejam, merespon dengan suara lembut yang penuh kelembutan,

"Kamu sudah pulang, Sarah. Mama tadi baca buku ini terus ketiduran." Suara itu terasa seperti sentuhan lembut yang menyentuh hatiku, membanjiri ruangan dengan kehangatan yang tak terlukiskan.

Dengan hati penuh cinta, aku mendekap erat Mama, membimbingnya menuju kamar tidur yang lebih nyaman. Langkah kami seakan dipenuhi dengan getaran ketenangan dan kelembutan, membawa kami menuju lautan mimpi yang damai.

Dalam pelukan hangat itu, aku merasakan betapa berharganya momen kebersamaan yang kami miliki, membiarkan ketenangan malam menenangkan setiap serpihan hatiku.

Setelah memastikan Mama telah nyaman di tempat tidurnya, aku kembali ke kamarku dengan langkah yang penuh rasa syukur.

Merasakan kelelahan yang menyebar di seluruh tubuhku, aku juga merasa penuh dengan rasa damai dan kebahagiaan yang dipancarkan oleh momen yang kami bagikan bersama Mama di malam itu.

Dengan hati yang tenang dan pikiran yang terbuka, aku merenung sejenak di bawah langit malam yang begitu indah, menyadari betapa berharganya momen ini untuk menenangkan diri dan meresapi kedamaian malam yang penuh dengan kehangatan.

Di bawah gemerlap bintang-bintang, aku membiarkan diriku tenggelam dalam aliran ketenangan yang memelukku, membiarkan tubuh dan pikiranku bersantai dan mengistirahatkan diri sepenuhnya.

Dalam kesenyapan malam yang sunyi, aroma semerbak bunga di taman depan rumahku memenuhi udara, memberikan sentuhan romantis pada suasana yang tenang ini. Cahaya lembut lampu jalan yang menyinari jalan setapak menuju pintu rumah, seolah mengundang kedamaian untuk merajut benang-benang ketenangan di hatiku.

Saat aku meraih kesegaran malam untuk beristirahat, pikiranku melayang ke harapan akan kehadiran Mas Ryan melalui panggilan video esok pagi. Dalam ketenangan malam yang sunyi, aku membayangkan senyum hangatnya dan suara lembut yang selalu menghiasi setiap kali kita berbicara melalui layar.

Aku merindukan kebersamaan kami yang begitu erat meskipun terpisah oleh jarak fisik yang memisahkan.

Dengan setiap helaan napas yang dalam, aku membiarkan diriku terhanyut dalam impian manis tentang momen indah bersama Mas Ryan yang menanti di depan layar ponsel.

Aku berharap pagi itu membawa cahaya baru dan kebahagiaan dengan kedatangan panggilan video darinya, menghiasi awal hari dengan kehangatan dan kebersamaan yang kami rindukan.

Di bawah cahaya remang yang memancar lembut dari lampu malam, aku merenung dengan hati yang penuh harapan, mengirimkan doa-doa yang terselip di dalam hatiku kepada malam yang membisu. Dalam kesunyian malam yang penuh misteri, aku menantikan momen indah yang akan datang dengan penuh antusiasme dan kegembiraan yang membara.

Rasa lelah yang memenuhi tubuhku perlahan-lahan merangkulku dalam dekapan hangatnya, membiarkan angin malam yang sejuk mengelus lembut kulitku. Mataku pun tak kuasa menahan kelelahan, dan terayunlah perlahan ke dalam awan-awan mimpi yang mempesona.

Di tengah keheningan malam yang mendalam, aku tenggelam dalam aliran tenangnya, membiarkan pikiranku melayang di antara bermacam-macam khayalan indah yang tersimpan dalam alam mimpi.

Dalam dekapan lelap itu, aku merasakan ketenangan dan kedamaian yang menghampiri, membawa tubuh dan pikiranku menuju perjalanan istirahat yang nyaman dan penuh dengan kedamaian yang begitu mendalam.

Di dalam mimpiku, aku menemukan dunia yang indah dan penuh warna, tempat di mana semua kegelisahan dan kekhawatiran tak lagi membebani diriku, melainkan digantikan oleh suasana yang penuh kebahagiaan dan kedamaian yang mengalir begitu lembut.

Di keheningan laut yang tenang, aku berdiri di atas dek kapal pesiar yang megah, merasakan kelembutan angin laut yang membelai wajahku dengan lembut, seperti belaian lembut dari sang kekasih.

Suasana cerah dan tenang menyelimuti hatiku, membuatku merasa seperti berada di atas awan, mengambang di langit biru yang bersih. Angin sepoi-sepoi membawa aroma bunga-bunga yang harum, memikat indra penciumanku dan menyegarkan pikiranku dengan keharumannya yang memikat.

Sinar matahari yang bersinar terang di kejauhan, memberikan sentuhan hangat pada wajahku dan menerangi segala sesuatu di sekitarku, seolah memancarkan sinar kasih sayang yang tak terbatas.

Di sini, di atas kapal pesiar ini, segala sesuatu terasa begitu indah dan damai, seolah-olah aku berada dalam impian yang nyata dan penuh kebahagiaan.

Tidak ada beban atau kekhawatiran yang mengganggu pikiranku, hanya ada kebahagiaan dan kedamaian yang memenuhi hatiku, membawaku kepada kedamaian yang mendalam dan kebebasan yang tak terhingga.

Di dunia mimpiku ini, aku merasa bebas dan ringan, menikmati setiap momen dengan penuh kebahagiaan dan kepuasan, seperti burung yang terbang bebas di langit biru yang luas.

Merasakan angin sepoi-sepoi menyapa wajahku, aku terhanyut dalam suasana yang begitu menenangkan dan memikat. Suara gemerisik ombak yang tenang mengiringi perjalanan kapal ini, mengalun seperti lagu cinta yang mempesona dan menggugah hatiku.

Tiba-tiba, sepasang tangan hangat memelukku dari belakang, membuat hatiku berdegup kencang. Aku merasakan kelembutan sentuhan itu, dan suara bisikan lembut yang mengalir di telingaku, mengalun seperti melodi romantis yang mengalun lembut di dalam hatiku.

"Aku mencintaimu, sayang," bisiknya dengan penuh kasih sayang, menyentuh hatiku dengan kehangatan yang tak terlupakan.

Bisikan itu terdengar di telingaku, tanpa perlu menoleh, aku tahu itu adalah Mas Ryan. Hatiku berbunga-bunga mendengar kata-katanya, merasakan cinta dan kehangatan yang mengalir di antara kami di tengah samudera luas ini. Aku merasakan getaran kasih sayangnya menyelimuti hatiku, mengalir begitu saja di antara hembusan angin dan gemerlap ombak.

Aku membalas pelukannya dengan erat, merasakan kedamaian dan kebahagiaan yang hanya dia bisa berikan. Di saat ini, di tengah-tengah lautan yang luas, aku merasa seperti kita adalah satu, bersama-sama mengarungi perjalanan kehidupan ini dengan cinta yang tulus dan abadi.

Dalam dekapannya, aku merasa seperti melupakan segala kekhawatiran dan beban yang menghimpit, dan hanya ada kami berdua, terhubung dalam keintiman yang mendalam.

Di hadapan lautan yang luas, diiringi oleh gemerlap sinar matahari yang mulai terbenam dan membentuk senja memantul di atas gelombang yang tenang, aku merasa seperti berada di atas awan, melayang di langit yang biru cerah. Setiap hembusan angin seperti membawa aroma yang harum, mengusap wajahku dengan lembut, seperti belaian asmara yang tak terungkapkan.

Senja yang merona di langit menghadirkan suasana romantis yang tak terlupakan, memperkuat ikatan cinta yang kami rasakan di antara samudera luas ini.

Dalam suasana damai yang menghampiri, aku merasa ringan dan bahagia, tanpa beban atau kekhawatiran yang mengganggu pikiranku. Namun, di balik kedamaian yang melingkupi, ada kerinduan yang dalam dan tak terukur.

Ketika sore hampir usai dan mataku memejam, bayangan wajahnya memenuhi setiap sudut pikiranku.

Dengan kerinduan yang tak terukur kadarnya, dan cinta yang tak terukur besarnya, aku merasa rapuh dan hampa tanpanya. Dalam bisikan hatiku yang hampa, aku berdoa agar waktu bisa mempersingkat jarak, memudahkan langkahnya untuk kembali, bahkan hanya sejenak.

"Pulanglah, Mas," ucapku dengan suara lembut yang terdengar di antara hembusan angin laut.

"Aku sungguh tak dapat hidup menahan rindu ini, walaupun hanya sebentar."

Seiring gelombang ombak yang berayun di bawah, aku merenungkan betapa dalamnya kerinduanku padanya, seolah-olah aku merasakan getaran cinta di udara yang membawa pesan-pesan tak terucapkan.

Hatiku berkata-kata dalam bisikan lembut, memanggil namanya dengan penuh kerinduan, dan mendoakan agar dia bisa merasakan getaran kehadiranku yang terus-menerus memanggilnya pulang.

Dalam setiap hembusan angin yang membelai wajahku, aku merasakan hadirnya kehadiran Mas Ryan, seolah-olah dia berdiri di sampingku, memelukku erat dan menghapus kerinduanku dengan kasih sayangnya yang tak terhingga.

Aku berharap dan berdoa agar waktu segera memudahkan langkahnya untuk kembali, mengisi hatiku yang hampa dengan kehadiran yang ku tunggu-tunggu.

Dalam redupnya malam yang melingkupi lautan, aku duduk sendiri di atas geladak kapal yang mengayuh melintasi samudra. Di hadapanku, gemerlap bintang-bintang menyinari langit malam, menciptakan latar belakang yang dramatis bagi pertarungan batin yang kualami.

Dalam keheningan yang menyentuh hati, aku menanti jawaban yang mungkin hanya bisa kudengar dalam sunyi, dari batin yang merindukan kehadirannya. Pikiranku melayang jauh ke masa lalu, mengingat semua momen manis yang pernah kami bagikan bersama, tetapi di tengah-tengah lamunan itu, rasa kekhawatiran yang mendalam melanda hatiku.

Aku merindukan sosoknya dengan begitu kuat, tetapi tak tahu di mana dia berada, apakah dia baik-baik saja, atau justru berada dalam bahaya.

Namun, dalam detik-detik keterkejutan, bayangan sosok laki-laki yang kusayangi itu tiba-tiba menghilang, memudar dalam kegelapan pandanganku yang tiba-tiba terasa kosong. Dalam kebingungan yang membingungkan, aku mencoba mencari sosoknya kesana kemari, tetapi tak ada seorang pun di sekitar. Hatiku berdebar kencang, terpanggil oleh perasaan takut dan cemas yang semakin membesar.

Di atas kapal yang kuhuni, suasana tiba-tiba berubah drastis. Goyangan yang semula tenang berubah menjadi getaran yang kuat, menghentak kapal ke kanan dan kiri tanpa henti. Aku merasa terhuyung-huyung di atas geladak yang berguncang, mencoba keras menahan diri agar tidak terjatuh ke lautan yang gelap dan dalam. Suara gemuruh ombak yang semakin keras menghiasi keheningan malam, menambah ketakutan yang sudah menguasai pikiranku.

Dalam kepanikan yang mendalam, aku berusaha tegar meski hatiku berdegup kencang. Aku merasa seperti terpisah dari dunia nyata, terjebak dalam misteri yang tak terduga di tengah lautan yang luas. Tapi di tengah ketidakpastian itu, satu-satunya yang terus mengemuka dalam pikiranku adalah keinginan untuk bertemu kembali dengan orang yang kucintai, dan keputusasaan untuk mengetahui apakah dia baik-baik saja.

Keheningan yang melingkupi kapal semakin menambah ketidakpastian di dalam hatiku. Tanpa ada tanda-tanda kehadiran manusia, aku merasa terisolasi dan terpinggirkan di tengah lautan yang luas. Cahaya bulan yang menyinari gelombang-gelombang besar di kejauhan menambah aura misterius di sekitarku, menciptakan suasana yang semakin gelap dan menakutkan.

Tiba-tiba, goyangan kapal semakin menjadi-jadi, memaksa kapal itu miring ke kanan dengan semakin kuat. Aku merasakan getaran kuat merambat di seluruh tubuhku, sementara gelombang bergulung-gulung menghantam sisi kapal, menghasilkan suara gemuruh yang menyeramkan.

Dengan kecepatan yang tak terduga, kapal itu terhuyung-huyung hingga akhirnya tenggelam ke dalam lautan biru yang gelap dan dalam. Aku merasa terjatuh ke dalam jurang hitam yang dalam, terlempar ke dalam kegelapan yang mengancam. Air laut yang ganas menyergap tubuhku, membenamkanku ke dalam kedalaman lautan yang menyelimuti segala sesuatu dengan gelapnya.

Di dalam kepanikan dan kebingungan, aku merasa terhisap oleh kegelapan yang mendalam, tubuhku merasakan kelemasan yang mengancam. Dalam ketakutan yang memenuhi pikiranku, aku mencoba berjuang, mencoba berenang ke permukaan, tetapi air yang mengitari tubuhku semakin menekan dan menyebabkan perasaan sesak. Mataku terbuka lebar mencari-cari cahaya, tetapi hanya kegelapan yang ku temui, menyatu dengan kepanikan yang merayapi hatiku.

Dengan kekuatan terakhir yang kumiliki, aku mencoba memanggil nama-Nya dalam doa, memohon pertolongan dan keselamatan di tengah kesendirian dan kepanikan ini. Dalam gelapnya malam yang menyelimuti, aku merasa seperti terjebak dalam pusaran mimpi yang menakutkan, dihantui oleh bayangan-bayangan yang menakutkan dan suara-suara gemuruh yang menyeramkan.

Dan dengan satu gerakan yang tiba-tiba, aku terbangun dari mimpi yang menipuku itu, ditemani oleh kelegaan bahwa aku masih berada di tempat tidurku yang aman dan nyaman, menjauh dari kengerian lautan yang menghantui mimpi malam ini. Tetapi meski aku telah kembali ke dunia nyata, rasa cemas dan kegelisahan masih memenuhi pikiranku, merayapi setiap sudut hatiku dengan ketidakpastian yang mengganggu.

Rasa gelisah menyelimuti pikiranku saat aku berbaring di tempat tidur. Sementara malam terus berlalu dengan deru angin yang menghembus lembut, aku terperangkap dalam lautan pikiran yang gelap dan bergejolak.

"Ada apa dengan mimpiku malam ini?" gumamku dalam keheningan malam yang hanya berteman Derik jangkrik. Kehadiran jangkrik itu seakan menjadi saksi bisu atas kegelisahan yang menghantui diriku malam ini.

"Apakah Mas Ryan baik-baik saja di tempat yang jauh itu? Atau ada sesuatu yang mengganjal, sesuatu yang tidak kuduga?" Pertanyaan-pertanyaan itu menghantui pikiranku, menyusup ke dalam benak dan mengusik tidurku. Meskipun mataku sudah terasa berat, namun rasa kantuk sepertinya menolak untuk mendatangi diriku malam ini. Sebagai gantinya, pikiranku dipenuhi oleh kegelisahan dan kekhawatiran yang tak kunjung mereda.

Hati dan pikiranku terus melayang-layang di antara khayalan dan kenyataan, mencoba mencari jawaban atas kegelisahan yang merayap perlahan di dalam sanubariku. Setiap detik terasa seperti sebuah pertarungan antara kekhawatiran yang menghantui dan harapan yang mengemuka dari dalam diriku.

Dengan hati yang masih gelisah, aku segera beristighfar sebanyaknya, memohon ampunan dan petunjuk dari Yang Maha Kuasa. Kulirik layar handphone-ku, dan jam telah menunjukkan pukul setengah tiga pagi. Angka-angka itu seperti memberi tekanan tambahan pada kegelisahan yang tengah merayapi hatiku.

"Mungkin sebaiknya ku tenangkan diri dengan shalat tahajud," pikirku dalam hati, mencoba mencari kedamaian dalam keheningan malam yang menyelimuti.

Aku pun bangkit dari tempat tidur, langkahku terasa ragu namun tetap mantap, mengambil wudhu dengan cermat, dan mempersiapkan diri untuk melaksanakan shalat tahajud. Langkah-langkah itu menjadi ritual yang mengalihkan perhatianku dari kegelisahan yang merayap.

Dengan langkah yang mantap, aku mengambil mukena dan membentangkan sajadah, berharap bisa menemukan ketenangan dan kedamaian di dalam sujudku di hadapan-Nya. Di dalam sujudku itu, aku berharap menemukan jawaban atas segala pertanyaan yang mengganggu pikiranku, dan mendapatkan kekuatan untuk menghadapi segala rintangan yang ada di depanku.

Semoga saja dengan berdoa dan merenungi firman-Nya, kegelisahanku malam ini tentang Mas Ryan dapat terobati dan hatiku menjadi lebih tenang. Setiap ayat yang kupelajari dari Al-Qur'an seperti menjadi sumber ketenangan dan kekuatan bagi hatiku yang gelisah.

Tetapi, meskipun demikian, rasa gelisah dan kekhawatiran tentang Mas Ryan masih terus mengganggu pikiranku seperti badai yang tak kunjung reda. Dalam kegelapan malam, aku merenungi setiap kata dalam doaku, berharap agar hatiku dapat menemukan kedamaian yang kuharapkan.

****

Allahuakbar Allahuakbar

Allahuakbar Allahuakbar

Asyhadu anlaa illaha illallah

Asyhadu anlaa illaha illallah

Panggilan Allah memanggil hamba-Nya untuk kembali bersimpuh di hadapan-Nya, bergema dan merdu di seantero alam. Aku yang terjaga dari mimpi dan tak dapat tidur kembali karena kegelisahanku oleh mimpi itu. Setiap seruan azan subuh seperti membangunkan hatiku dari lamunan yang dalam.

Setelah kuhabiskan berlembar-lembar membaca Al-Qur'an untuk melanjutkan ketenangan pagi ini, azan subuh pun bersahut-sahutan di penjuru masjid di kota ini. Suara azan itu menyusup ke dalam kamar, membawa kedamaian dan kesucian yang kuharapkan. Aku berharap, dengan kedatangan fajar yang baru ini, hatiku juga akan mendapatkan kedamaian yang kuharapkan.

Suara merdu muadzin menyambut fajar bersahutan dengan Kokok ayam, menggetarkan hati yang merindukan kedamaian. Setiap seruan azan itu seolah menjadi panggilan suci untuk membuka hati, untuk menyambut kehadiran Allah dengan segala kerinduan dan kerapuhan yang ada.

Seruan azan itu seakan mengundangku untuk menghadirkan diri di hadapan-Nya, untuk menyampaikan semua kerinduanku, kekhawatiranku, dan harapanku. Dalam kegelapan pagi yang masih gelap gulita, aku merasa Allah begitu dekat, siap menerima do'aku dan memberikan ketenangan serta kekuatan untuk menghadapi hari yang akan datang.

Dalam menyambut datangnya waktu fajar, hatiku berdebar-debar dengan harap yang besar, merasakan kehadiran-Nya yang begitu dekat. Dengan langkah yang ringan namun penuh keteguhan, aku bersiap untuk menunaikan shalat subuh dengan kondisi masih dalam keadaan berwudhu yang suci, menjaga hati agar tetap khusyuk dan penuh harap pada kasih sayang-Nya yang tak terbatas.

Dengan langkah yang penuh kehangatan, aku turun ke lantai bawah, dipenuhi oleh semangat yang tulus untuk membangunkan Mama agar kita bisa melaksanakan shalat subuh bersama-sama. Setiap langkahku diiringi oleh doa-doa yang sungguh tulus, berharap agar Allah selalu memberikan petunjuk-Nya kepada kami.

Aku mengetuk pintu kamar Mama dengan hati-hati, tak ingin mengganggu tidurnya yang nyenyak setelah semalaman menjalani perjalanan mimpi. Saat pintu terbuka dan Mama muncul dengan wajah yang masih tertidur, tetapi penuh dengan kelembutan, aku merasakan rasa bahagia yang tiada tara.

"Tumben bangun pagi, Sayang? Ada apa?" tanya Mama dengan suara lembut, wajahnya masih dipenuhi oleh jejak-jejak mimpi yang belum sempat terhapus.

Aku tersenyum lembut dan dengan penuh kelembutan menjawab, "Aku ingin kita melaksanakan shalat subuh berjamaah, Mama. Aku merasa begitu bahagia bisa beribadah bersama-sama dengan Mama."

Mama, meskipun masih setengah terlelap, tersenyum lembut. "Tentu, Nak. Aku akan segera siap. Terima kasih, Sayang, karena selalu mengajak Mama untuk beribadah bersama."

Dengan senyum yang mengembang di bibirku, aku mengangguk penuh pengertian. Sambil menunggu Mama menyiapkan diri, aku membiarkan hatiku dipenuhi oleh rasa syukur dan bahagia, karena kebersamaan dalam ibadah adalah anugerah yang begitu indah dari Allah.