webnovel

Two Sides

Apa yang sudah di lakukan Edgar terhadap Alessa, mungkin sudah sangat berlebihan. Namun Edgar juga tidak bisa menahan dirinya sendiri. Kemaharan sungguh menguasai dirinya, hingga hilang kendali.

Ada rasa sakit yang di rasakan Edgar, ketika Alessa mengatakan bahwa ia sangat membencinya.

Edgar juga tahu bahwa ia sudah menyakiti gadis itu. Melukai wanita yang disukainya.

Di lobby hotel Edgar bertemu dengan salah satu asistennya. Yang baru-baru ini di rekrut. "Selamat pagi, Tuan. Apa ada yang bisa saya bantu?" tanya asisten Edgar yang bernama Mike.

"Aku dan Alessa akan pergi ke Hawaii. Tolong kau siapkan private jet malan ini juga!"

"Baik, Tuan." jawab Mike sembari menunduk kepala dengan hormat.

"Tuan, apa kau baik-baik saja? Lengan kemejamu berdarah, Tuan." tanya Mike dengan hati-hati.

Edgar membulatkan matanya. Ia hampir lupa bahwa ia tadi menyeka darah menggunakan lengan kemejanya. "Tidak. Aku tidak apa-apa. Pergilah!"

"Baik, Tuan."

Edgar menggelung kemejanya sampai siku. Menampakkan otot-otot lengannya yang padat dan menonjol.

Pria itu tersenyum tipis melihat bercak darah. Niatnya untuk turun ke lantai dasar ia urungkan, ia kembali masuk ke dalam kamar.

"Alessa kau dimana?" teriak Edgar.

Tidak ada sahutan dari Alessa. Edgar panik ia khawatir terjadi sesuatu kepada Alessa.

"Alessa apa kau di dalam?" Edgar mengetuk pintu kamar mandi, namun tak ada tanda-tanda kehidupan di sana.

Sekarang Edgar benar-benar panik. Apa Alessa kabur? Itu tidak mungkin.

Tubuhnya menegang kala mendengar suara isak tangis dari dalam lemari.

Edgar membuka pintu lemari itu. Terlihat alessa meringkuk di dalam lemari. "Hei, apa yang kau lakukan di sini?" tanya Edgar lembut.

Alessa menutup wajah nya dengan tangan. "Pergilah!" seru Alessa.

"Tenanglah Alessa aku tidak akan menyakitimu." Edgar berusaha mengeluarkan Alessa dari dalam lemari dan membawanya duduk di atas tempat tidur.

Edgar meraih telapak tangan Alessa. "Tunggu sebentar!"

Setelah itu Edgar kembali dengan membawa kotak P3K di tangan kirinya.

Alessa memicing melihat kotak P3K. "Apakah tanganmu yang satunya juga sakit?" tanya Edgar. Alessa menjawab dengan gelengan kepala.

"Bagus, kalau begitu kau obati saja sendiri!" ujar Edgar datar setelah itu ia memelesat ke kamar mandi.

What the hell... Alessa pikir Edgar akan mengobati tangannya, ternyata tidak. Eh, Apa iya tadi mengharapkan Edgar akan mengobatinya?

Dengan dongkol Alessa mengobati tangannya sendiri dengan susah payah. Setengah jam berlalu Alessa tak kunjung selesai mengobati tangannya.

Dengan kesal iya melempar kotak P3K dengan sembarangan.

"Aww!!"

Alessa mendongak menatap si empunya suara. Detik itu juga Alessa meringis. Pasalnya kotak itu tepat mengenai kepala Edgar yang baru saja keluar dari kamar mandi.

Tamat lah riwayat mu Alessa. Batin Alessa.

"Ck. Alessa mengapa kau melempar kotaknya!" tanya Edgar dengan kesal dan menghampiri Alessa sembari membawa kotak yang menimpa kepalanya tadi.

Alessa menunduk takut. "Kemarikan tanganmu!" pinta Edgar dengan wajah datar.

Alessa benar-benar takut sekarang. Apa Edgar akan menggigitnya lagi? Ya lord. Siapa pun tolong selamatkan Alessa sekarang.

"Apa yang kau pelajari selama sekolah. Sehingga mengobati tangan sendiri saja tidak bisa?" tanya Edgar dengan geram, sedangkan tangannya sibuk dengan kain kasa dan obat merah.

Alessa menatap wajah Edgar yang tampak serius. Beberapa tetes air berjatuhan dari ujung rambutnya yang menampilkan kesan seksi.

"Berhentilah menatapiku atau aku akan menciummu!" ancam Edgar.

Dengan cepat Alessa mengalihkan pandangannya kemana pun, asal jangan ke wajah lelaki di depannya.

Edgar tersenyum tipis. "Kau sangat manis, jika sedang malu seperti itu." apa katanya tadi, malu? Alessa tidak malu, bukan?

Tak sampai lima menit. Edgar selesai dengan pekerjaannya.

Alessa menatapi tangannya yang sudah di perban. Sangat rapi.

***

"Kita mau kemana?" tanya Alessa setelah sekian lama tidak bersuara.

"Makan. Apa kau tidak lapar? Kau tidak akan kenyang jika hanya menatapi wajah ku terus-terus an." goda Edgar dengan senyum jahilnya. Heh, sejak kapan lelaki itu bisa tersenyum jahil?

"Tentu saja aku lapar, dari kemarin kau tidak memberiku makan," jawab Alessa dengan datar.

Mereka sekarang tengah berada di dalam mobil. Sebuah mobil lexus berwarna hitam metalik itu melaju kencang membelah kota Prancis.

"Apa kau lupa kemarin aku menanyakan kau lapar atau tidak dan kau menjawab tidak lapar."

Alessa mencoba mengingat kembali kejadian kemarin. Dan ia baru ingat kalau kemarin Edgar memang ada menawarinya makan.

"Kau memang sangat lemah dalam mengingat sesuatu, ya?" tanya Edgar sembari tersenyum.

"Apa kau mengejekku?"

"Tidak, itu fakta."

"Fakta yang berdasarkan opini."

"No, opini yang berdasarkan fakta."

Alessa mendengus kasar. Yang membuat Edgar tertawa. Jujur saja ketika Edgar tertawa seperti itu, tingkat ke tampanannya naik 180°.

Terkadang Alessa bingung dengan perubahan sifat Edgar.

"Aku yakin, jika kau terlalu lama tertidur kau juga akan melupakan nama belakangmu itu," tambah Edgar. Sangat salah jika ia memuji ketampanan Edgar tadi. Edgar tetap orang yang menyebalkan.

"Eh, apa hubungannya tidur lama dengan ingatan?" tanya Alessa.

"Ya, ada saja. Tetapi kau tidak perlu khawatir jika kau benar-benar melupakannya kau bisa mengganti nama belakangmu, dengan nama belakangku." goda Edgar dengan senyuman.

Alessa memutar bola mata. "Ku rasa Alessa Wildblood lebih cocok untukku."

"Benarkah, Mrs. Wildblood?"

"Tentu saja, Mr. Edgar Volard yang terhormat."

Edgar kembali terkekeh. Menurutnya gadis di sampingnya kini sangat lah menggemaskan. Edgar kembali memusatkan pandangannya ke depan sambil sesekali melirik gadis di sampingnya.

Tidak lama mobil berhenti di sebuah restoran terkenal yang ada di kota Prancis. Edgar keluar dari mobil dan masuk ke dalam restoran, begitu pula dengan Alessa.

Mereka berdua memilih meja yang dekat dengan jendela kaca, yang langsung menampilkan pemandangan kota Prancis di sore hari.

Pelayan datang dan memberikan buku menu. "Tarte Tartin, Beef Bourguignon, Foie Gras, Creme Brulee, Coq au Vin, Salad Nicoise, Macaron," beberapa menu makanan di sebutkan Alessa dengan mata berbinar.

Edgar menggelengkan kepala. Selera makan Alessa sangat tinggi dan gila-gila an. "Apa ada tambahan Tuan?" tanya pelayan itu, setelah mencatat pesanan Alessa.

"Dua botol wine, satu non alkohol," Jawab Edgar dengan pandangan lurus menatap Alessa.

Setelah itu pelayan itu pergi. "Apa?!

Jangan menatapku seperti itu." seru Alessa. Yang di balas Edgar dengan kekehan. Tidak lama pesanan mereka pun datang.

Mata Alessa kembali berbinar-binar melihat banyaknya makanan. Tanpa pikir panjang Alessa langsung melahap semua makanan sampai habis tak bersisa. Setelah itu ia baru menyadari sesuatu ada yang kurang.

"Apa yang kau cari?" tanya Edgar.

"Aku lupa memesan minuman," jawab Alessa. "Apa aku boleh meminta wine mu?"

"Jangan yang itu, beralkohol. Minum yang ini!" ucap Edgar sembari menuangkan wine ke dalam gelas.

"Terimakasih." Alessa meminum wine dengan cepat.

Setelah makan dan membayar semua makanan, mereka berdua pun keluar dari restoran. Dan mobil yang mereka naiki melaju bersama mobil-mobil lainnya.

Sore itu Edgar memakai pakaian yang sangat tertutup. Ia mengenakan mantel tebal dengan sarung tangan dan juga topi. Hanya bagian wajahnya saja yang terlihat.

Ah, ya Alessa baru ingat kalau Edgar seorang vampir. Mungkin, itu alasan mengapa Edgar sangat tertutup. Padahal, cuaca saat ini lumayan panas.

Alessa mengernyit, karena mobil itu tidak menuju ke hotel yang mereka tempati. Walaupun, hari sudah mulai gelap Alessa masih yakin kalau jalan ini bukan menuju hotel.

Niat bertanya, ia urungkan. Karena, Edgar terlihat sangat serius menyetir.

Ternyata dugaan Alessa memang benar mobil itu tidak menuju ke hotel melainkan ke bandara. "Edgar, kita akan kemana? Apa kita akan kembali ke Brooklyn?" tanya Alessa.

"Tidak, kita akan ke Hawaii."

Mata Alessa membulat sempurna. Ia terkejut, tentu saja sangat terkejut.