Rasa darah Alessa sangat manis dan nikmat, Edgar sangat menyukainya, darahnya membuat Edgar merasakan ingin lagi dan lagi. Tidak pernah ia secandu ini dengan darah, membuat sesuatu di dalam tubuhnya bergetar aneh.
Wanita itu pingsan mungkin karena rasa sakit yang sangat menyiksa. Sejujurnha Edgar tidak ingin terburu-buru, namun Alessa adalah wanita yang sangat keras kepala.
Edgar sungguh ingin memiliki Alessa sepenuhnya.
***
Ke esokan hari, Alessa bangun dengan rasa sakit di bagian leher. Ia tidak ingat apa yang sudah terjadi semalam.
Dan dimana Edgar? Pria itu tidak terlihat di seluruh ruangan.
Saat ingin beranjak dari kasur. Matanya tertuju kepada ponsel di atas nakas. Ponsel baru yang di belikan Edgar kemarin.
Alessa mengambil ponsel itu, ada satu pesan di sana.
Edgar :
Cepat mandi dan bersiap-siap lah!
Dan jangan mencoba kabur dari ku lagi. Aku akan kembali setengah jam lagi.
Alessa sangat kesal sekarang. Tetapi pada akhirnya ia mengikuti perintah Edgar juga.
Sekarang ia sudah siap.
Satu jam berlalu, namun Edgar tak kunjung datang. 'Apa aku hubungi saja?' batin Alessa.
Niat itu urung ia lakukan, mengingat perlakuan Edgar yang sangat keterlaluan membawanya seenaknya. Terlebih lagi tadi malam ia sudah menyakiti Alessa.
Ia merindukan Ayah dan Ibunya. Alessa sungguh bodoh, karena tidak ingat nomor telepon Ayah atau Ibunya, tak ada yang ia ingat, bahkan nomornya sekalipun.
Suara pintu yang terbuka terdengar, dengan cepat Alessa mengarahkan pandangannya menuju pintu. Edgar dengan wajah tanpa dosa muncul dari balik pintu.
"Edgar, aku ingin pulang!" rengek Alessa.
"Tidak! Kau tidak boleh pergi dariku!"
"Tapi aku ingin pulang, aku harus kuliah. Kau tahu Harvard adalah impian ku selama ini. Hanya orang-orang tertentu yang bisa masuk kesana. Orangtuaku bekerja keras untuk itu. "
"Kau tidak perlu kuliah, itu tidak penting!"
"Apa kau bilang, tidak penting? Heh, mungkin bagimu tidak penting! Tapi bagiku itu sangat sangat sangat penting, dari pada menghabiskan waktu dengan orang 'sepertimu'," jerit Alessa marah, dengan menekankan kata terakhirnya.
Wajah Edgar berubah menjadi lebih pucat lagi, tatapannya menjadi tajam, dan iris matanya berubah menjadi merah pekat.
Alessa sudah membangunkan sisi gelap Edgar. Hanya dengan kata-katanya mampu membuat kemarahan Edgar mencuat ke ubun-ubun.
Alih-alih merasa takut, Alessa malah kembali menyerang Edgar dengan kata-kata yang menusuk tajam.
"Apa! Apa kau kira aku takut padamu? Yang kukatakan tadi memang berdasarkan fakta. kau iblis, kau sungguh tidak mempunyai perasaan, aku membencimu." serang Alessa lagi, dengan kata-kata tajam.
Alessa membencinya? Sekarang perasaan Edgar begitu sakit, ia menyukai Alessa. Tetapi perempuan itu malah sangat membencinya.
Edgar mengepalkan tangannya kuat-kuat, sembari menutup matanya rapat, mencoba meredam kemarahan agar tidak lepas kendali, dan berakhir melukai wanita itu lagi.
"Aku menyukaimu, Alessa. Hanya aku yang boleh memilikimu!" ucap Edgar, kini matanya sudah kembali ke warna semula.
"Heh, aku sudah mempunyai kekasih. Aku tidak mungkin menyukai pria lain. Aku tidak menyukaimu, kau pemaksa aku tidak suka."
"Kau milikku hanya milikku!" putus Edgar, tak mau kalah.
"Tidak, aku membencimu dan sampai kapan pun aku tidak akan pernah menyukaimu. Kau bukan manusia, Edgar!"
Edgar menghela napas kasar. Dan menempelkan kedua tangannya di pundak Alessa. "Aku sungguh menyukaimu, Alessa!"
"Tetapi aku tidak!" jawab Alessa mantap, sembari menepis tangan Edgar dari pundaknya. Alessa bergerak mundur perlahan ke belakang.
"Kau vampir, aku tidak akan menyukai seseorang yang bukan manusia, kau iblis." tandasnya sambil menggelengkan kepala.
Edgar mengacak rambutnya frustrasi. Perdebatan ini membuatnya sangat kesal.
"Kau pun bukan manusia biasa Alessa, dalam darahmu menga—," Edgar menghentikan ucapannya. Hampir saja mengatakan hal yang belum waktunya untuk dikatakan, sedangkan Alessa menatap dengan alis bertautan.
"Lupakan, aku tidak peduli kau tidak menyukaiku!" lanjut nya putus asa. Setelah itu ia kembali mendekati Alessa yang berjarak hanya beberapa meter darinya.
Alessa masih mematung di tempat. Bagi Alessa ini adalah mimpi buruk, dan sialnya ia tidak bisa keluar dari mimpi itu.
Tanpa Alessa sadari, ternyata Edgar sudah berada tepat di depan wajahnya. Mengusap pipinya lembut dan Edgar kembali menggigit leher Alessa dengan rakus.
Alessa memberontak, namun tenaganya tidak sebanding dengan tenaga milik Edgar. Darah segar mengalir dari lehernya, dengan cepat Edgar menghisap darahnya dengan rakus.
Alessa sungguh tidak tahan dengan rasa sakitnya. Sampai pandangannya mengabur dan semuanya menjadi gelap. Alessa kehilangan kesadarannya.
***
Lagi-lagi Alessa merasakan sakit di bagian leher, ia mengerjap-ngerjap beberapa kali, badannya terasa sangat lemas. Mungkin karena kehilangan banyak darah. Edgar, lelaki itu sungguh tidak berperasaan.
Saat matanya terbuka sempurna, ia sangat terkejut mendapati Edgar di depan wajahnya dengan jarak yang sangat dekat.
Saat ia ingin berteriak, mulutnya lebih dulu di tutup menggunakan telapak tangan Edgar. "Mmpphh...."
Karena kesal ia menggit telapak tangan itu. Edgar hanya tersenyum miring tanpa merasakan sakit sedikitpun. Padahal Alessa menggigitnya dengan sangat keras.
Setelah itu Edgar menjauhkan tangannya dari mulut Alessa. Dan melipat kedua tangannya di depan dada. What the... Apa ia sungguh tidak merasakan sakit?
Edgar menatap Alessa dengan wajah datar. Sungguh membuat Alessa sangat kesal. Badannya sangat lemas sekarang, saat hendak bangun Edgar mencoba hendak membantu Alessa.
Namun Alessa mendorongnya dengan tenaga yang masih tersisa. Edgar menangkap kedua tangannya. Ia menatap tajam seakan berkata 'lepaskan tangan ku'.
Edgar menyeringai dan mendekatkan tangan Alessa ke mulut Edgar, gigi taringnya mulai memanjang. "Kau sudah menggigit ku tadi, sekarang giliran ku!"
Alessa tercengang mulutnya terbuka lebar. Edgar menggigit telapak tangannya, hingga ia bisa merasakan gigi taring yang menancap di telapak tangan Alessa. Rasanya sangat sakit.
"Le-pass, arghhh ...," ucapnya terbata-bata.
Edgar terus menggigit telapak tangan Alessa. Ia terlihat sangat menikmati darah yang keluar dari telapak tangan wanita di depannya.
Edgar terus menghisap darah yang keluar dari sana, sesekali ia juga menggigitnya kecil. Tanpa peduli Alessa yang kesakitan. "Edgar ... Ku mohon ... lepaskan tangan ku!" lirih Alessa.
Darah segar terlihat di sudut bibir Edgar, ia sungguh menikmati darah Alessa. Menyeka sisa darah dengan lengan kemeja putihnya.
"Begini kah kau bersikap kepada seseorang yang kau sukai?" tanya Alessa sembari memegang tangannya yang sakit.
"Aku akan bersikap baik, jika kau juga bisa bersikap baik kepadaku," jawab Edgar.
"Cih. Aku lebih baik mati, dari pada bersikap baik kepadamu!" seru Alessa dengan kasar.
"Terserah kau!" setelah mengatakan itu Edgar keluar dengan membanting pintu kamar, menyisakan bunyi pintu yang berdebam. Alessa terperanjat kaget mengelus dadanya.