webnovel

Forced

Bandara? Alessa tercengang karena Edgar membawanya ke Bandara Internasional Newark Liberty.

Edgar menarik tangan Alessa dan sekarang mereka sudah berada di dalam pesawat sebentar lagi pesawat akan 'take of'. "Kita akan kemana, hah?" Alessa mulai geram sekarang kemarahannya sudah tak terbendung.

"Prancis."

"APA!!" Alessa membulatkan matanya tak percaya. Pria di sampingnya ini memang benar-benar gila dan tidak waras.

"Aku ingin kembali ke Brooklyn. Aku harus cepat-cepat pergi ke Boston. Dan kau semaumu membawaku pergi jauh. Mengapa kau tidak sekalian membawaku ke Antartika sana?"

"Ide yang bagus. Akan ku pikirkan nanti." Edgar menjawab dengan pandangan lurus ke depan.

Alessa tidak habis pikir dengan pria di sampingnya sekarang. Bukan kah katanya ia seorang vampir, lantas mengapa ia bisa keluar disiang hari. Apa Miranda berbohong?

Edgar memang tampan. Ia lebih mirip di katakan seorang pengusaha muda yang tampan, dibandingkan dengan makhluk penghisap darah, seperti penampilannya sekarang ia mengenakan jas tuxedo berwarna navy. Benar-benar sangat tampan.

"Berhenti menatapku seperti itu!"

Alessa gelagapan seperti seorang maling yang ketahuan mencuri. Seketika wajahnya bersemu merah. "Aku tidak menatapmu. Aku sedang marah padamu!" setelah mengucapkan itu Alessa menatap keluar jendela pesawat.

Edgar memang benar-benar membawanya ke Prancis, sekarang mereka sudah sampai di Bandara paris-Charles de Gaulle atau juga di sebut Bandara Roissy.

Sebuah mobil berwarna hitam menyambut ke datangan mereka, seorang sopir keluar dari mobil tersebut dan membukakan pintu mobil.

Edgar lagi-lagi menarik Alessa untuk masuk ke dalam mobil. "Bisa kah kau tidak menarik-narik ku seperti ini?"

"Aku tidak menjamin kau akan masuk jika tidak di paksa." Benar, tentu saja Alessa akan kabur, jika tidak seperti ini.

Alessa mendengus kasar. Sepanjang perjalan yang entah akan kemana, ia hanya menatap nanar keluar jendela.

"Apa kau lapar?" tidak ada jawaban yang keluar dari mulut Alessa.

"Diam berarti ia"

"Tidak, aku tidak lapar!" jawab Alessa cepat.

Setelah itu tidak ada yang berbicara lagi keduanya sibuk dengan pikiran masing-masing.

Mobil berhenti di sebuah hotel mewah. "Mengapa kita ke hotel?" Alessa mengernyitkan keningnya.

"Diam lah!!" bentak Edgar.

Alessa terperanjat kaget. "Lain kali, jika kau bertanya aku tidak akan menjawabnya juga," balas Alessa ketus.

Edgar keluar dari mobil, sedangkan Alessa mengekori di belakang. Hotel itu terdiri dari beberapa puluh lantai.

Sekarang mereka berdua sudah berada di dalam kamar hotel. "Istirahat lah dulu, aku akan turun ke bawah sebentar!"

Alessa menyipitkan mata. "Mau kemana kau?" tudingnya.

"Ada sesuatu yang harus ku bereskan. Kau tetap lah disini, aku hanya sebentar!"

"Lama pun juga tidak masalah," ucap Alessa dengan ketus. Saat Edgar hendak membuka pintu ia berhenti dan berbalik manatap Alessa.

"Jangan mencoba kabur dariku, karena itu tidak akan berhasil," Edgar menghela napasnya. "Dan bisa kah kau tidak berbicara ketus seperti itu lagi. "

Alessa sekarang sangat ingin menggaruk tembok saking kesalnya. Karena merasa lelah ia memutuskan untuk tidur saja dulu.

Tidak butuh waktu lama ia pun tertidur.

***

Alessa terbangun ketika ia merasa ada tangan dingin yang menepuk-nepuk pipinya. "Bangunlah, Alessa!" ujar suara bariton itu.

Alessa mengerjap beberapa kali. "Jam berapa sekarang?" tanyanya dengan suara serak khas bangun tidur.

"Jam 7 malam."

"APA! Mengapa kau tidak membangunkan ku?" serunya.

"Apakah yang baru saja ku lakukan tadi bukan membangunkanmu, hm?" Edgar menaikkan salah satu alisnya.

"Agkhh, bukan itu maksudku. Seharusnya sekarang aku berada di Boston, mengurus semua keperluanku di sana."

"Aku tidak peduli." Edgar muak dengan Alessa yang terus membual tentang, Boston, Harvard, dan segala tetek bengeknya.

Alessa melongo tidak percaya. Saat ia hendak turun dari kasur, bunyi bel berbunyi.

Edgar membukakan pintu, terlihat ia sedang berbicara dengan seseorang di luar.

Setelah orang itu pergi dan menyerahkan sesuatu, Edgar menghampiri Alessa yang duduk di atas kasur.

"Ini semua barang-barangmu," ucap Edgar sembari menarik sebuah koper.

Alessa melompat dari tempat tidur dan langsung memburu kopernya. Ia langsung membuka koper itu dan mencari sesuatu. "Dimana ponsel ku?" tanya Alessa sambil mendongak menatap Edgar.

"Nanti ku belikan yang baru," setelah mengatakan itu ia duduk di sofa yang ada dekat kasur.

Alessa menarik-narik jas Edgar. "Aku tidak mau yang baru. Cepat kembalikan ponsel ku, aku harus menghubungi orang tua ku!"

Edgar menangkap kedua tangan Alessa. "Tidak!" tolaknya singkat, padat, dan jelas.

"Kau keterlaluan Edgar. Aku membenci mu!" Jerit Alessa sambil memukul-mukul dada bidang milik Edgar.

"Kenapa kau tidak mengerti. Aku hanya ingin kau disini. Aku hanya ingin memilikimu!" seru Edgar dengan lantang.

"Ingin memiliki ku?" Alessa menyeringai. "Apa kau sedang bermimpi, hah?"

Setelah mengucapkan kalimat itu Alessa mendaratkan bokongnya di bibir kasur.

Tidak lama suara bel kembali berbunyi. Edgar kembali membuka pintu.

Setelah berbicara pada orang di balik pintu, ia menghampiri Alessa lagi. "Ini ponsel baru mu. Pakai lah yang ini!"

Alessa menatap sebuah kotak ponsel yang masih bersegel. Ponsel dengan merk keluaran terbaru. Ia sangat yakin bahwa ponsel itu pasti mahal.

"Aku hanya ingin ponselku yang lama!" Tolaknya.

"Alessa jangan membantah!"

Alessa melirik pintu yang sedikit terbuka itu. Tanpa pikir panjang ia langsung berlari dan keluar dari sana. Tidak menghiraukan teriakan Edgar yang terus memanggil namanya. Kakinya terus berlari dan masuk kedalam lift. Sekarang ia sudah berada di lantai dasar.

Karena panik Alessa berlari tanpa arah, orang-orang menatapnya dengan tatapan aneh. Setelah berhasil keluar dari hotel Alessa baru merasa lega. Tanpa mengenakan alas kaki, ia masih saja terus berlari. Sekarang hal yang harus dilakukannya adalah menghubungi kedua Orangtuanya. Di kejauhan Alessa melihat sebuah telepon umum. Senyum merekah di wajah cantik Alessa, walaupun napas tersengal, dan penampilan yang sudah tidak keruan.

"Mau mencoba kabur dariku, Dear?" Alessa hampir saja terjungkal saking kagetnya. Ia membalikan badan dengan gaya 'slow motion' . Wanita itu sangat takut sekarang, kaki nya gemetar, lemas seperti jely. Ditatapnya mata yang semerah darah itu.

Oh god, Alessa baru pertama kali melihat tatapan orang yang seperti ini.

Entah bagaimana Edgar membawanya dengan cara memelesat dengan kecepatan kilat. Hingga sekarang ia sudah berada di dalam kamar hotel. "Edgar lepaskan tanganku!" Keluh Alessa berusaha melepaskan cekalan Edgar.

Edgar melepaskannya secara kasar membuat tubuh Alessa oleng sedikit ke dinding, Pria itu semakin menyudutkannya ke dinding.

"Ini balasan karena sudah membantah perkataanku," bisik Edgar dingin, setelah itu ia menggigit leher Alessa, menghisap darahnya keluar. Tidak pernah Alessa merasa sesakit ini sebelumnya. Rasanya sangat sakit sampai ia merasa sesak napas. Perlahan pandangannya mengabur hingga kegelapan menghampiri dirinya.