webnovel

Posesif Bos

"Aku suka kamu!" Tiga kata terlontarkan dari mulut seorang lelaki yang amat di kesal oleh Helen sendiri. Antara terkejut, shock, waktu berhenti seketika. Helen Jovanka Kimberly harus bersabar menghadapi Bos sinting yang selalu ia juluki tersebut. Kehidupannya yang terus di ganggu setiap hari, setiap saat hingga setiap waktu. Bagaimana untuk kehidupan Helen bisa dirinya mengatasi semua cobaan di alami pada Bos sinting itu?

Lsaywong · Urbain
Pas assez d’évaluations
35 Chs

Salah Paham!

Selesai rapat, Helen dan Bryan kembali langsung ke kantor. Sebelum ke kantor mereka mampir ke sebuah rumah makan. Ya mungkin makanan khas Jepang.

Helen sih turuti saja semaunya, yang ingin makan, kan si dia. Bukan dirinya. Saat duduk berhadapan memang romantis banget ya. Bryan selalu tahu tempat romantis saja.

"Bryan!" seseorang memanggil namanya, Bryan langsung menoleh, Helen juga ikut menoleh.

Seorang wanita rambut pendek sebahu menghampiri meja Bryan. Bryan mendelik kedua matanya lebar - lebar.

Tasya. gumamnya.

Helen sih tidak kenal siapa wanita yang ada disebelah Bryan, sepertinya mereka akrab banget.

"Sudah lama ya, tidak bertemu, bagaimana kabarmu? Bagaimana kencan butamu dengan Indri. Apa masih berlanjut?" Pertanyaan terlontar dari mulut Tasya.

Helen sih mendengar cukup baik namun ekspresi wajahnya datar tidak menunjukkan bahwa dia sedang marah. Tentu marah dong, bagaimana tidak, kencan buta?

Sedangkan Bryan diam tidak menjawab pertanyaan Tasya yang super ember tidak pernah bisa menjaga rahasia dengan baik. Tasya adalah sahabat baik Indri dan juga Bryan. Semasa kuliah dulu Bryan memang terlihat lelaki bejat untuk kalangan kaum hawa. Selain itu, Tasya tahu hubungan Bryan dengan Indri itu bukan sebatas sahabat tapi hubungan seksual.

Tapi itu dulu, sekarang sudah tidak lagi. Karena dia fokus pacaran dengan kekasih yang ada di depannya. Bryan bisa lihat sekilas kalau Helen sedang menatapnya tajam mata elangnya.

"Kamu bicara apa sih! kencan buta apanya? Saya tidak ada hubungan apa-apa dengan Indri. Indri hanya sahabat tidak lebih," jawab Bryan dusta.

"Ah, masa sih?! bukannya Indri itu partner seks mu?" Tasya tidak percaya kalau Bryan menjawab seperti itu.

"Iya, kalau tidak percaya tanya saja sama Indri," jawab Bryan sekali lagi. dua bola matanya masih lirih Helen.

****

Dari tadi Helen diam tidak bersuara, pekerjaan seperti biasa diusik kembali oleh Bryan. Entah apa saja yang di bicarakan oleh Bryan. Helen tidak ingin bercanda, pertanyaan demi pertanyaan di kepalanya terus berputar.

Kencan buta. Hubungan. Partner seksual.

"Nanti malam kamu mau makan apa?" Bryan terus bertanya terus.

"Tidak perlu, Pak. Nanti malam saya makan di rumah saja," jawab Helen cepat menolak halus.

"Kalau begitu, nanti malam makan dirumah orang tua saya saja, sepertinya Ibu kangen sama kamu," ucap Bryan lirih sambil fokus sama ponselnya.

"Lain kali saja, Pak. Kalau begitu saya permisi pulang dulu." Helen keluar dari ruangan Bryan.

Bryan tahu Helen pasti marah soal tadi siang. Masuk ke dalam lift, Bryan juga ikut masuk. Helen sih biasa saja tidak menampakan muka cengeng, padahal di hatinya cengeng.

Bryan mengeluarkan tangannya dari saku celana, kemudian memegang tangan Helen, Helen malah menghindar. Bryan mengerti tetap tidak akan menyerah untuk ini. Kalau wanita sedang mengambek biasanya wajahnya diam.

Lift terbuka ada beberapa masuk ke dalam para divisi lain. Makin padat sambil menyipit, Helen berdempetan pada Bryan. Helen merasakan kalau tangan Bryan tengah memeluk pinggangnya. Lift berdenting terbuka lebar, semua berhamburan keluar. Sebaliknya dengan Helen tapi Bryan mencegahnya untuk keluar.

"Aku ingin bicara," ucap Bryan.

"Besok saja, saya ingin cepat istirahat," balas Helen menepis tangannya.

Bryan jadi serba salah deh, 'kacau semua ini gara-gara Tasya sialan!' ~ umpat Bryan dalam hati.

Bryan keluar dari lift, mengejar Helen. Pokoknya Bryan harus menjelaskan semuanya pada Helen. Apa pun itu, mau dia marah atau bagaimana tetap saja Bryan harus menjelaskan semuanya.

Helen baru saja menyetop taksi di depannya. Sebuah tangan menghadangnya. Siapa lagi kalau bukan Bryan. Masih ada karyawan belum pulang. Sebagian melirih Bryan dan Helen di depan.

"Itu bukannya Pak Bryan?" tanya divisi lain sedang duduk di kafe terdekat.

"Iya, kenapa?" jawab temannya.

"Ada hubungan apa Pak Bryan sama sekretarisnya?"

"Lah, kamu tidak tahu, Pak Bryan sama mbak Helen memang ada hubungan spesial. Kalau tidak salah mereka pacaran," jawab temannya.

"Jadi soal tunangannya yang bernama Friska bagaimana?"

"Sudah putus hubungan, Pak Bryan, kan, memang suka sama Mbak Helen dari awal dan kerja."

Helen diam berdiri tetap akan masuk ke dalam taksi, Bryan menghalanginya. Sampai Bryan minta maaf sama Pak sopirnya. Mobil taksinya pun pergi dari sana.

"Dengarkan aku dulu. Aku tahu kamu marah soal tadi siang, sekali saja." Bryan memohon pada Helen.

"Terserah!" Bryan tersenyum langsung memeluk Helen.

Sedangkan di Kafe meyaksikan momen Bryan dan Helen. Mereka percaya bahwa Bryan dan Helen hubungan spesial.

"Romantis banget. Aku mau dong punya lelaki seperti dia," seru divisi lain.

"Makanya kalau lelaki dekati jangan lihat harta saja. Pak Bryan kan kaya, terus Mbak Helen orang biasa tidak memandang harta. Jadi ikuti gayanya Mbak Helen," nyinyir divisi yang lain lagi.

"Iya deh, ah ... kamu juga sama."

Saling menyalahkan satu sama lain, tetap saja para staf dukung banget hubungan Bryan dan Helen. Helen dan Bryan berada di salah satu kafe dimana para staf sedang nongkrong di sana.

****

Cukup lama diam sambil pesan makanan, Bryan sih memang urungkan waktu lebih lama biar lebih tenang suasananya.

"Kamu mau makan apa, hem?" Bryan terus mengulang sambil lihat buku menu di depannya.

"Es teh manis saja," jawab Helen singkat namun jelas.

"Kamu tidak mau makan? Nanti sakit loh," Bryan sok perhatian banget sih.

"Tidak selera," jawabnya lagi.

"Makan sedikit saja ya," bujuk Bryan menatap Helen, matanya menatap ke bawah.

Posisi Bryan dari depan sekarang pindah di sebelahnya. Bryan memegang tangan Helen. Helen melirih sejenak, Bryan tahu banget ini kesalahannya menutupi rahasia terbesar.

"Aku minta maaf soal tadi siang, pertanyaan dari Tasya ada benarnya. Aku ini partner seksual Indri, sahabat dari SMA. Tapi aku sudah bertobat, kok. Sejak aku mempunyai rasa padamu. Indri juga bosan sama aku, aku dan dia tidak ada hubungan spesial. Aku bersumpah demi Tuhan kalau aku berbohong kamu boleh kok marahi aku, mau mengumpat juga boleh. Tapi tidak tinggali aku." Bryan menjelaskan Sampai membentuk dua jari ke atas.

Helen menatap lama tanpa kedip, tapi, ia sudah di bohongi. Ya mungkin itu masa lalu Bryan bukan masa lalunya.

"Benar, kamu tidak ada hubungan dengan Ibu Indri lagi?" Helen kembali bertanya.

"Tidak ada lagi, Indri sudah punya pria culun itu. Jadi aku sama kamu," jawab Bryan senyum.

Helen paling suka lihat senyuman Bryan serasa ringan kalau rasa gundah jadi hilang. Helen yang dari tadi diam kembali tersenyum.

"Nah, kalau begitu makan ya. Awas tidak makan. Aku bakal transfer pakai mulutku," ancam Bryan, Helen ya turuti saja deh daripada harus transfer sungguh memalukan.