webnovel

Mengejar Cinta

- Kita putus aja.

Ara langsung menyebutkan maksudnya saat Wira menghubunginya. Sudah 2 bulan ini Ara bertahan dengan hubungannya dan dia sudah tak bisa untuk menjalaninya lagi dengan Wira. Dia tak bahagia.

- Kenapa?apa aku ngelakuin kesalahan?.

Wira jelas kaget dengan keputusan itu.

- Engga, kamu ga salah. Aku cuman...cuman ngerasa ga nyaman aja sama hubungan kita. Waktu kita temenan, kita seru-seru aja tapi pas pacaran aku ga suka.

- Apa yang bikin kamu ga suka?aku mau berubah.

- Engga. ga usah. Aku ga mau berubah cuman buat aku.

- Kalau itu bikin lebih baik kenapa engga?aku seneng Ra sama kamu, sama keluarga kamu. Aku lagi coba pelan-pelan deketin...

- Wira ini ga cuman soal sifat aja. Ehm.. Sebenernya Daddy...

- Daddy kamu kenapa?dia ga setuju?

- Aku ga tahu pasti...tapi Daddy pingin aku fokus kerja dulu.

Ara kini mengeluarkan jurus andalannya dengan membawa nama Kenan.

- Fokus kerja?aku kan ga pernah ganggu kamu di jam kerja. Ya...meskipun kemarin-kemarin sempet.

- Maksudnya dia pingin aku fokus dulu gabung di SC, ngebangun SC jadi lebih gede lagi, dan aku ga mau ngecewain Daddy. Aku bisa diijinin kerja aja udah usaha ekstra, kamu kan tahu sendiri.

Ara membuat Wira diam sejenak. Tak ada suara di balik telepon.

- Wira?kamu masih disamakan?.

- Iya masih.

- Maaf ya Wir.

- Iya, ya udah.

Wira dengan lesu padahal dia benar-benar serius dengan Ara bahkan sudah beberapa bulan belakangan Wira sudah mulai menyisihkan uang dari gajinya untuk menabung agar bisa menikahi Ara. Dia tahu menikahi Ara tak mungkin murah. Wira diam lagi.

- Ehm...aku tutup teleponnya ya.

- Maaf ya kalo aku ada salah. Salam buat orang tua kamu.

Wira yang lebih dulu menutup teleponnya. Kini Ara merasa bersalah. Duh...apa dia terlalu jahat dengan Wira?apa dia tak berperasaan memutuskan Wira begitu saja?lewat telepon lagi. Ara jadi tak enak hati sekarang. Wira memang terlalu baik untuknya. Sudahlah nanti juga perasaan itu hilang dengan sendirinya. Sekarang saatnya Ara fokus untuk mendekati pria lain. Eza dan Dariel akan menjadi mangsa selanjutnya.

***

Dariel tampak duduk dengan tenang disamping para manager lain. Dia mencoba menyimak presentasi salah satu manager sales marketing yang sibuk berbicara mengenai growth tahun ini dan apa saja kendala yang di hadapi. Tidak terkecuali Ara yang juga duduk di depan. Kursi putarnya sesekali dia miringkan ke pembicara dan sesekali dia hadapkan tepat kedepan meja. Dariel yang semula fokus pembahasan mendadak memperhatikan tingkah Ara. Rasanya sudah 2 Minggu ini bosnya bersikap baik terhadapnya. Dia selalu membelikan minuman jika mereka sedang berdiskusi atau bahkan cemilan-cemilan kecil yang sebenarnya tak boleh dimakan di jam kerja. Ara bilang daripada tak bisa berpikir karena lapar lebih baik makan. Sorot mata Dariel menelisik lebih dalam ke arah wajah Ara. Rambut panjangnya tampak dikat setengah, Matanya berkilau seperti biasa, hidung mancung dan bibir merahnya begitu menambah kesempurnaan wajah Ara. Cantik. Ara sangat Cantik. Tak mungkin jika dia tak begitu, jika dilihat dari kedua orang tuanya, jelas saja semua orang dapat melihat darimana dia mendapatkan hal itu. Kini bola mata Dariel mengikuti tangan Ara yang mulai meraih gelas. Dia meminumnya beberapa teguk saja dan kembali melihat kearah pemateri. Sesekali terlihat juga dia berbicara dengan sang ayah yang duduk tepat disampingnya. Kenan seakan menjaga anaknya. Suara Pemateri kini samar-samar Dariel dengar. Kepalanya sudah tak fokus disana. Dia terus mengingat-ngingat moment kebersamaanya dengan Ara belakangan ini. Hanya dua Minggu saja Dariel sudah dia kerepotan. Dia tak henti bulak-balik ruangan Ara. Biasanya Ara akan memanggil di pagi hari sampai siang sementara sore hari hari dia akan menghampiri Dariel sambil memberikannya hadiah. Dariel sebenarnya tak mengharapkan itu tapi lama kelamaan dia sudah terbiasa. Tangan Dariel mulai bergerak mengikuti yang lain. Dia memberikan tepuk tangan atas materi yang terlah disampaikan dengan baik. Beberapa orang mulai masuk sesi tanya jawab. Kini Dariel kembali mencoba fokus. Dia membuka catatannya. Sebelumnya dia sudah mencatat apa yang akan ditanyakan. Saat membuka lembar demi lembar matanya lagi-lagi menyoroti Ara. Dia sedang membuka tab nya. Eh...tak disangka Ara menatapnya juga, mendadak Dariel menurunkan bola matanya. Astaga dia ketahuan basah memperhatikan Ara. Harusnya dia tak melihatnya tadi. Dariel salah tingkah. Dia membenarkan posisi duduknya sementara dari kejauhan Ara tertawa kecil. Tadi itu apa?Dariel memperhatikan?Dariel menatapnya?. Ara terus bertanya-tanya dalam hati. Dia jadi senang sendiri karena menangkap mata Dariel tadi. Dia yakin Dariel sudah menatapnya sejak tadi. Mudah-mudahan saja tak ada yang salah dengan penampilannya kali ini. Dia harus terlihat sempurna dan cantik di depan Dariel. Pria itu semakin membuat Ara penasaran. Selesai meeting semua langsung kembali ke ruangannya masing-masing, begitupun Dariel yang terburu-buru pergi. Bukan karena takut dikejar Ara tapi dia ingin menyelesaikan laporannya.

"Riel.." Langkah Dariel terhenti lagi padahal dia sudah tepat berada di pintu ruangannya.

"Iya pak.."

"Ikut saya ke ruangan." Dikta memberikan instruksi. Kini Dariel berjalan mengikuti Dikta. Dia tak seorang diri. Diam-diam dibelakangnya Ara mengikuti.

"Duduk." Dikta langsung mempersilahkan keduanya duduk.

"Makasih pak."

"Riel..Ara mau liat cabang. Katanya mau nyoba ke Surabaya, Semarang sama Jogja. Kamu temenin ya."

"Kita aja pak?"

"Nanti Chandra ikut sama Farah."

"Kapan pak?"

"Minggu malem pergi ya Ra?"

"Iya uncle.." Ara menjawab sekarang. Dariel menelan ludah. Duh..kenapa Dariel jadi malu sekarang?. Dia belum berani menatap Ara.

"Bisakan Riel?"

"Bisa pak."

"Kalo bisa sih sekalian laporan kamu selesain besok jadi pas pergi ga ada PR."

"Iya pak hari ini saya kejarin."

"Ya udah kamu boleh pergi." Dikta membuat Dariel berdiri. Wajahnya mulai dia angkat untuk menatap Ara. Dia tak mungkin mengabaikannya. Bisa-bisa dia dibilang tak sopan. Sesampainya di ruangan sendiri. Dariel melempar tubuhnya ke kursi. Mencari botol minumannya dan meneguk habis. Tangan satunya dia letakkan di dada.

"Kok deg-degan segala sih?." Dariel heran sendiri. Pipinya sedikit merona. Dia tak tahu kenapa tapi yang jelas sejak kejadian Ara memergoki matanya itu jantung Dariel tak bisa berkompromi. Dia terus berdegup tak karuan. Kemarin-kemarin padahal tak seperti ini. Apa yang harus Dariel lakukan?dia akan pergi dinas bersama Ara nanti.

"Ih..ngapain juga aku mikirin. Dinas ya dinas aja..." Dariel berbicara sendiri. Dia seakan menjawab setiap pertanyaan yang muncul di kepalanya. Dia sama gilanya dengan Ara sekarang.

***To be continue