Sudah hampir 4 jam Dariel menjelaskan berbagai macam laporan dan alur kerja yang Ara tanyakan padanya. Rasanya dari A sampai Z sudah keluar tanpa terlewat dari mulutnya. Dia bahkan sampai menghabiskan air dalam botolnya untuk melepaskan dahaga setelah cukup lama berbicara. Ara sendiri kadang malah salah fokus dengan wajah tampannya. Sejak pertama kali bertemu Ara punya perasaan tertarik pada Dariel. Biasalah jiwa playgirlnya mulai keluar lagi padahal sudah jelas baru kemarin dia mengenalkan Wira pada Kenan. Dia juga sendiri yang memanggil sayang pada Wira seakan mengakui Wira adalah kekasihnya.
"Ada lagi bu yang mau ditanyakan?" Wajah Dariel kini berpaling pada Ara.
"Ehmmm…" Ara langsung menunduk ke arah dokumen-dokumennya. Dia mencari-cari hal apa yang bisa dia tanyakan lagi sementara Dariel menunggunya dengan sabar. Belum juga bertanya tanda istirahat tiba. Ara langsung menoleh ke arah jam tangannya.
"Eh ga kerasa udah istirahat lagi. Ya udah cukup deh, kamu istirahat aja.."
"Iya bu.."
"Makasih ya Riel…"
"Sama-sama.." Dariel berdiri dari kursinya dan pergi dari ruangan Ara. Kini kedua tangan Ara naik ke atas meja dan menompang wajahnya sendiri. Bibirnya menunjukkan senyuman yang belum dapat diartikan apa.
"Aku harus dapetin tuh orang…" Ara berbicara sendiri. Dia bertekad ingin menaklukan hati Dariel. Baginya sedikit ada yang kurang jika dia hanya berteman dengan Dariel atau lebih tepatnya hanya hubungan kerja.
"Kak..." Kenan langsung membuka pintu ruangan anaknya.
"I..iya dad.." Ara segera membenarkan posisi.
"Ayo kita makan di luar.."
"Iya dad.." Ara segera mengambil tasnya lalu berjalan keluar bersama Kenan. Lagi-lagi dia bertemu dengan Dariel di lift. Pria itu hanya tersenyum dan menekan tombol agar pintunya tertahan sementara tangan satunya Ara lihat menjinjing sebuah tas tempat makan. Ara senyum-senyum sendiri. Dia pasti anak mami karena membawa bekal. Pikir Ara.
"Saya duluan Pak, Bu.." Dariel saat sampai di tempat makan kantornya. Di salah satu tempat duduk teman-temannya sudah menunggu.
"Lama banget.." Gio protes.
"Iya macet.." Jawab Dariel.
"Gimana anak bos?bisa kerja?"
"Bisa-bisa aja." Dariel sambil membuka tempat makannya.
"Tapi dia manggil-manggil lu terus Riel.." Chandra yang sekarang juga sibuk menjadi sekretaris Ara tahu apa yang dilakukan bosnya.
"Ya kan dia lagi belajar."
"Palingan kuliah juga modal duit."
"Lu tuh ya sama orang nge judge Mulu Gi, Bu Ara pinter kok." Dariel membela. Mata Dariel sempat melirik ke arah Farah yang sekarang sedang sibuk bersama Sandi berbagi makanan. Mereka tampak semakin akrab saja.
"Kapan-kapan kita main kerumah Sandi.." Mia langsung menargetkan Sandi dalam obrolannya seakan tahu jika Dariel sedang menatapnya.
"Iya boleh, orang tua gw kebetulan baru pulang umroh jadi banyak oleh-oleh yang mau gw kasih." Sandi dengan senang menyambut permintaan Mia.
"Sabtu ini boleh ga?"
"Boleh, boleh.."
"Orang tua lu kerja San?"
"Kerja Riel, dua-duanya PNS.."
"Wah hebat, terjamin dong ya pensiunan." Dariel sambil menyedokkan makanannya. Saat mengunyah, Dariel jadi berpikir tentang Sandi. Oke juga jika dia dengan Farah. Orang tuanya jelas, pekerjaannya jelas, pendidikannya pun jelas. Om Deni pasti setuju. Pandangan Dariel kini terfokus pada makanannya lagi meskipun dia sudah berusaha bersikap seperti biasa saja bahkan perasaannya untuk Farah dia buang jauh tapi entah mengapa ada sesuatu yang menusuk saat memikirkan orang yang pernah disukainya bersama orang lain. Ah... sudahlah nanti juga hilang sendiri. Sama seperti perasaannya pada Astrid.
***
Suara ketukan terdengar membuat Dariel menyahut dan seketika orang yang tadi diluar masuk.
"Eh Bu.." Dariel refleks berdiri membiarkan dokumennya berserakan lagi dimeja.
"Ga papa duduk aja."
"Iya Bu, Ibu juga silahkan duduk." Dariel duduk diikuti Ara yang langsung menggapai kursi di depan meja Dariel.
"Nih.." Ara meletakkan minuman di atas meja Dariel. Pria itu hanya memandang cup plastik itu.
"Pasti tenggorokannya kering ya ngejelasin terus tadi.."
"Engga kok bu, ga papa.."
"Saya liat, air di botol minuman kamu aja sampe habis." Ara yang ternyata diam-diam tahu apa yang dirasakan Dariel.
"Saya ga papa kok Bu."
"Udah terima aja, udah dibeli juga. Ga ada yang minum nanti."
"Iya Bu makasih." Dariel menerimanya.
"Kenapa sekarang pake kacamata?" Ara memperhatikan penampilan Dariel.
"Kalo lagi kerja aja.."
"Minus?"
"Cuman minus satu aja."
"Saya tahu saya atasan kamu tapi bisa ga kalo ga usah formal sama saya?supaya enak gitu kerjanya nyantai, ga canggung."
"Tapi kan ini kantor Bu, ga enak kalo saya begitu nanti ga sopan."
"Saya sedikit terganggu, kaya ngomong gini aja saya masih harus adaptasi."
"Nanti juga terbiasa."
"Oke kita permudah, selama di kantor dan diluar kamu boleh bicara formal sama saya tapi kalo lagi berdua atau di luar jam kerja biasa aja ya. Anggap aja temen."
"Kalo gitu nanti saya yang canggung."
"Nanti juga terbiasa." Ara membalikkan perkataan Dariel tadi. Dariel diam, dia berpikir.
"Oke?" Ara berbicara lagi.
"Saya coba." Dariel setuju.
"Anggap aja perintah kerja, kamu langgar saya kasih SP."
"Jangan dong Bu.." Dariel refleks menolak membuat Ara tersenyum kecil. Lucu sekali pria itu.
"Ya udah aku balik lagi ke ruangan ya."
"Iya Bu.."
"Panggil Ara kalo kita lagi berdua."
"I..iya Ra.." Lidah Dariel benar-benar tak terbiasa. Apalagi mereka baru kenal beberapa hari.
"Jangan lupa diminum loh.."
"Iya saya minum.." Dariel sambil tersenyum. Duh..ampun kenapa dia tersenyum manis segala. Ara kan jadi tak mau beranjak. Dengan berat hati kini Ara melangkah keluar. Dia tak mungkin berlama-lama terus disana. Bisa-bisa upayanya terlihat jelas. Ara duduk di kursi putarnya. Bibirnya tak henti mengembang saat membayangkan wajah Dariel.
"Kenapa aku yang ngejar-ngejar sih?harusnya dia dong?" Ara berbicara sendiri.
"Apa Dariel ga suka?ah..masa sih?aku kurang apa?." Ara dengan pede. Sekarang Ara gila sendiri. Dia terus memikirkan Dariel sekaligus heran bagaimana bisa ada pria yang acuh padanya? padahal biasanya pria-pria yang sudah berkenalan dengannya akan berlomba mendekati. Lamunan Ara terbuyarkan dengan dering handphone. Itu Wira. Dengan malas Ara mengangkatnya.
- Halo.
- Hari ini aku jemput ya...
- Aku bareng Daddy.
- Aku ijin deh sama ayah kamu.
- Oke.
- Kok lemes gitu?
- Ehm...engga kok.
- Kamu kenapa sih?kok belakangan ini beda?.
- Beda gimana?.
- Kaya cuek gitu.
- Aku lagi sibuk aja. Aku kan baru pertama kali kerja.
- Ya udah maaf.
- Kok sekarang minta maaf?.
- Karena aku udah nuduh kamu beda.
- Ga papa, Udah dulu ya. Masih jam kerja nih kalo Daddy tahu bisa marah.
- Iya-iya, jam 4 teng aku udah disana sayang.
Wira mengakhiri panggilannya. Ara benar-benar sudah ingin mengakhiri hubungannya dengan Wira yang baru seumur jagung. Ternyata berpacaran dengan Wira itu membosankan. Ara tak suka.
"Mending aku telepon Eza aja." Ara malah beralih pada pria lain.
***To be continue
Untuk Cerita Ara dan Dariel mungkin masih akan mengisahkan bagaimana masa-masa pacaran mereka sampai menikah nanti.
Setelah itu barulah Author akan melanjutkan cerita di chapter terakhir novel pertama.
Don't forget leave comment and vote ya ;)