webnovel

Bab 4

"Kamu baru pulang Mas? Sini tas kantornya biar aku saja yang membawanya," kata Maira, sambil tersenyum tangannya pun sudah ingin mengambil tas kantor yang ada di tangan suaminya itu.

"Tidak perlu, saya masih punya tangan sendiri."

Aris menyingkirkan tangan perempuan itu untuk tidak memegang tas kantor miliknya ini. Ia segera melangkahkan kakinya masuk ke dalam rumah dengan langkah yang cepat. Sedangkan Maira terus saja mengikuti dirinya dari belakang hanya untuk meminta maaf saja.

"Mas, aku mohon maafkan aku. Aku tahu aku memang salah," ucap Maira masih berusaha meminta maaf pada suaminya. Ia tidak akan menyerah untuk mendapatkan maaf dari suaminya sendiri.

"Saya tidak butuh maaf kamu, lebih baik kamu pergi dari rumah ini."

Aris sudah tidak butuh maaf lagi dari istrinya yang ia mau hanya ingin istrinya pergi dari rumah miliknya ini. Sudah berapa kali Aris mengatakan seperti itu dengan istrinya sendiri.

"Mas, jangan usir aku dari rumah ini. Aku janji akan berubah," kata Maira, ia tidak ingin pergi dari rumah ini sebelum dirinya mendapatkan harta dari suaminya itu. Tidak mungkin dirinya ini pergi dari rumah suaminya begitu saja. Tanpa mendapatkan apa-apa dari suaminya.

"Saya sudah berapa kali memberikan kamu kesempatan untuk berubah, tapi apa? Kamu masih saja berhubungan dengan lelaki itu," jelas Aris dengan tatapan begitu tajam, terlihat dari wajah Maira seperti sedang ketakutan. Padahal yang sebenarnya adalah Maira sama sekali pun tidak takut dengan suaminya.

"Aku janji ini terakhir kalinya aku akan berubah, apa kamu nggak kasihan dengan keluarga kita. Seandainya mereka tahu kita berpisah bagaimana Mas? Mereka pasti akan kecewa melihat kita bertengkar seperti ini," ujar Maira memasang wajah melasnya, agar suaminya itu melihat dirinya dengan penuh kasihan. Tapi kenyataannya, lelaki itu sama sekali pun tidak kasihan dengan dirinya ini.

"Saya bukan tipe orang yang beri kesempatan beberapa kali, saya hanya berikan kamu kesempatan ketiga saja. Kalau kamu sudah melanggar kesempatan ketiga, artinya kamu harus pergi dari rumah ini."

Aris membuang muka, dirinya adalah bukan lelaki seperti di luar sana yang selalu memberikan kesempatan beribu kali untuk istrinya.

Prinsip dirinya adalah saat dirinya dikhianati atau dibuat sakit hati oleh istrinya. Ia akan membuang perempuan itu begitu saja, tidak peduli dengan apa yang akan dikatakan oleh keluarganya saat nanti.

"Mas aku mohon maafkan aku kali ini saja, aku janji akan menjadi istri yang baik. Atau kamu perlu menyita handphone ku supaya aku nggak berhubungan lagi dengan Arga."

Maira berjanji kepada suaminya untuk tidak berdekatan dengan lelaki itu lagi. Padahal nyatanya sama saja, Maira masih berhubungan dengan lelaki itu lagi.

Maira mengatakan pada suaminya, jika dirinya rela handphonenya disita oleh suaminya sendiri. Aris berpikir ia tidak perlu membuka privasi milik istrinya sendiri. Yang ia mau adalah istrinya harus menjaga perasaan suaminya saja.

"Handphone itu privasi masing-masing, suami tidak berhak membuka handphone milik istrinya. Tapi istri juga harus tahu diri, kalau di rumah masih ada suaminya."

Aris tidak habis pikir dengan istrinya ini, bukankah dia sudah pernah bilang sejak awal kami menikah. Aris meminta pada istrinya untuk menjaga perasaan dirinya saja. Handphone kami berdua tidak perlu saling dicek atau dicurigai.

"Iya aku tahu aku salah, tapi aku mohon maafkan aku."

Maira memang mengakui salah ia mendekati suaminya lalu menyentuh lengan tangan miliknya itu. Tapi Aris menjauhkan tangannya, tidak ingin disentuh-sentuh oleh istrinya sendiri.

"Lepaskan, saya sudah tidak butuh janji kamu lagi."

Aris melototkan kedua matanya, sambil menatap istrinya dengan penuh tatapan tajamnya. Aris segera berjalan menaiki sebuah tangga, tubuhnya pun sudah lelah hanya butuh istirahat di dalam kamarnya saja.

"Mas tunggu dulu," ucap Maira melihat suaminya sudah pergi begitu saja.

"Astaga, kenapa Mas Aris susah sekali dibujuknya sih!" gumam Maira tak tahu harus melakukan bagaimana lagi, agar suaminya percaya dengan dirinya ini. Ia hanya takut, jika keluarganya itu tahu semua atas kelakuan dirinya ini.

Malam hari yang gelap ini, ada seorang perempuan yang sedang melamun di tempat balkon kamar miliknya. Dengan tangan memeluk dirinya, ia jadi teringat dengan perkataan dari Abangnya.

Apakah benar yang dikatakan oleh Abangnya untuk tidak berdekatan dengan lelaki lain. Selain hanya lelaki yang dipilihkan oleh Abangnya saja.

Tak mungkin dirinya terus menuruti keinginan Abangnya, sedangkan orang tuanya pun tak pernah melarang dirinya untuk berdekatan dengan siapa pun itu.

Nayla berfikir dirinya ini sudah dewasa, tak ingin di kekang oleh Abangnya terus-menerus. Ia pun juga mempunyai keputusan sendiri, sampai kapan dirinya ini terus mengikuti perkataan Abangnya saja.

Flashback On

Saat tahun 2019, dimana Nayla berpacaran dengan seorang lelaki yang begitu tampan. Lelaki itu adalah Rudi yang sudah membuat Nayla jatuh cinta.

Awal pertama Nayla bertemu dengan Rudi di saat dirinya berada di rumah temannya. Setiap hari Nayla bermain ke tempat rumah Raina, di rumahnya Nayla melihat lelaki itu selalu datang ke rumah Raina.

Nayla baru tahu kalau lelaki itu adalah sahabatnya Raina. Membuat Nayla menceritakan semuanya kepada Raina. Bahwa dirinya ini sangat menyukai lelaki itu, Raina pun segera menjodohkan mereka berdua.

Beberapa hari kemudian Nayla dan Rudi berpacaran. Mereka berdua hidup bahagia, Nayla pernah bertanya pada Rudi. Jika dia juga menyukai dirinya, setiap hari kami selalu jalan-jalan.

Tetapi, setiap kami jalan-jalan Rudi selalu membawa sahabatnya juga. Membuat Nayla sedikit cemburu, mengapa Rudi sekali membawa Raina setiap kami berjalan berdua.

Beberapa hari kemudian, Nayla melihat Rudi dan Raina berada di sebuah Restoran. Dirinya pun tak percaya, mengapa mereka berdua ada di tempat itu.

"Kamu kenapa Nay?" tegur Bang Riko melihat Adiknya berhenti berjalan sambil melihat seseorang dari belakang.

"Aku kayak melihat Raina dan Rudi deh," kata Nayla, ia merasa melihat kekasihnya bersama temannya juga.

"Kamu hanya salah lihat kali Dek," ucap Bang Riko, mungkin saja Adilnya ini hanya salah lihat saja. Tidak mungkin ada kekasihnya berada di Mall seperti ini.

"Nggak Bang, aku yakin banget tadi lihat Raina dan Rudi. Abang ke mobil duluan aja yah, aku mau cari mereka berdua."

Nayla tetap kekeh, bahwa dirinya ini memang benar-benar melihat kekasihnya bersama perempuan lain. Ia berniat ingin mengikuti kekasihnya dengan perempuan itu, agar dirinya pun tak lagi penasaran.

Nayla meminta Abangnya untuk segera ke mobil dulu saja. Nanti dirinya pasti akan menyusuli Abangnya ke parkiran mobil. Jika dirinya tidak mengikuti lelaki itu, membuat ia akan semakin penasaran saja.

"Ya sudah Abang duluan ke mobil," ucap Bang Riko kembali berjalan menuju parkiran lebih dulu.

Nayla melangkahkan kakinya segera mengikuti seseorang lelaki, dan perempuan yang baru saja masuk ke dalam sebuah Restoran.

Saat Nayla masuk ke dalam Restoran itu, ia dibuat terkejut melihat Rudi menggandeng tangan milik Nayla. Mereka berdua duduk di meja yang masih kosong.

"Nggak, ini pasti nggak mungkin. Kamu jahat banget sih Mas," gumam Nayla melihat seseorang kekasihnya bersama temannya sendiri.

Jadi, selama ini temannya sudah mengkhianati dirinya. Sejak kapan mereka berdua sudah mempunyai hubungan seperti ini. Nayla yakin, pasti mereka berdua sudah memiliki hubungan sejak lama.

Nayla segera masuk ke dalam Restoran itu, mengikuti mereka berdua dari belakang saja. Ia takut ketahuan oleh kekasihnya dan juga temannya itu.

"Sayang, kamu mau makan apa?" tanya Rudi sambil mengusap rambut milik Nayla dengan lembut.

"Makan apa yah? Makanan yang paling enak itu apa aja Mas?" jawab Raina, masih merasa bingung ingin makan apa saat ini. Ia meminta pendapat pada kekasihnya saja.

"Sushi kayaknya enak nih sayang," saran Rudi membuka menu makanan yang sudah ada di atas meja. Ia melihat sebuah makanan yang menurutnya makanan itu begitu sangat lezat.

"Ok, aku mau itu aja Mas." Raina pun hanya mengangguk-anggukkan kepalanya saja. Ia menyetujui kekasihnya untuk makan sushi saja.

"Rai, hubungan ku dengan Nayla bagaimana?" tegur Rudi, ingin bertanya pada kekasihnya tentang mengenai hubungan dirinya ini dengan teman dari kekasihnya itu.

"Mas, aku mohon jangan putuskan hubungan kalian yah."

Raina memohon pada kekasihnya untuk tidak memutuskan hubungan dia dengan temannya. Ia hanya tidak ingin membuat Nayla sakit hari saja, jika Rudi berani memutuskan hubungan antara mereka berdua.

"Tapi Rai, aku nggak mencintai dia. Kalau dia sampai tahu, kita ini pacaran bagaimana Rai!" jelas Rudi, bahwa dirinya sama sekali pun juga tidak mencintai Nayla. Ia berpacaran dengan dia hanya karena permintaan Raina saja.

"Mas, aku mohon jangan beritahu dia. Aku hanya nggak mau dia kecewa saja, aku berbuat seperti ini karena ingin membuat dia bahagia juga."

Raina terus memohon kepada kekasihnya untuk tidak membuat temannya sakit hati saja. Ia hanya ingin membuat Nayla bahagia, walaupun melakukannya dengan cara yang salah.

"Iya dia bahagia, tapi aku juga jadi nggak enak sama dia. Seandainya dia tahu, sama saja dia akan marah sama kita Rai."

Rudi fikir, teman dari kekasihnya memang akan bahagia. Tapi dirinya merasa bersalah dengan Nayla. Sama saja ia menyakiti perasaan perempuan itu.

Nayla yang masih berdiri di tempat persembunyian, ia mendengarkan pembicaraan antara mereka berdua. Jadi, selama ini Rudi berpacaran dengan dirinya hanya karena kasihan saja.

Sungguh, membuat perasaannya begitu sangat sakit sekali. Ia tidak menyangka, kekasihnya dan juga temannya sudah mengkhianati dirinya.

"Untuk itu nanti akan ku pikirkan lagi Mas," kata Raina, ia akan berpikir kembali.

Raina hanya takut melukai perasaan temannya saja, tidak mungkin dirinya mengakui kepada Nayla. Bahwa dirinya mempunyai hubungan dengan kekasihnya itu.

Nayla sudah muak dengan perilaku mereka berdua, langsung saja berjalan mendekati mereka berdua dengan tatapan begitu sangat marah.

"Oh, jadi kalian mempunyai hubungan?" tegur Nayla, membuat mereka berdua sangat terkejut melihat dirinya berada di tempat sebuah Restoran ini.

Bagaimana mungkin Nayla bisa berada di Mall, apa mungkin Nayla mengikuti mereka berdua dari awal. Raina sangat panik, ia tak tahu harus melakukan apa-apa lagi. Sedangkan temannya sudah ada di hadapan dirinya sendiri.