Berdasarkan arahan dari lelaki tua yang baik hati itu, mereka melakukan perjalanan pada tengah malam, demi menghindari pengejaran orang-orang dari Perguruan Macan Hitam.
Sebenarnya, kondisi Li Yun masih terlihat begitu lelah kepayahan dan pucat. Tetapi karena ia sendiri yang mendesak agar segera pulang ke padepokan, mau tak mau tawaran lelaki yang baik hati itu agar mereka memulihkan diri terlebih dulu mereka tolak dengan berat hati.
Berbekal selimut menutupi tubuh Li Yun dari serangan angin dingin malam hari, mereka mengendarai kudanya berjalan perlahan dan memasang kewaspadaan yang tinggi. Para penculik itu bisa saja muncul tiba-tiba.
Cheng Yu sesekali melirik melihat kondisi Li Yun yang beberapa kali nyaris terjatuh. Efek obat itu sungguh keras dan membuat Li Yun hingga saat ini masih belum bisa menstabilkan kondisinya. Ia sangat membutuhkan penanganan.
Setelah cukup lama berkuda, tiba-tiba tubuh gadis itu oleng dan nyaris jatuh dari kudanya jika Cheng Yu tidak buru-buru menahan tubuhnya agar tetap berada dipunggung kuda.
Kejadian itu membuat mereka menghentikan langkah kudanya, lalu mengelilingi Li Yun yang ternyata pingsan dalam keadaan masih di atas kudanya.
"Adik Li! Adik Li!" Cheng Yu berusaha menyadarkan Li Yun dengan menggerak-gerakkan bahu dan memanggil nama gadis itu berulang kali.
Karena tak ada reaksi, ia pun membetulkan posisi tubuh gadis itu setelah turun dari kudanya, lalu menggiringnya ke tempat yang lebih nyaman.
Setelah membaringkan tubuh Li Yun di atas tanah, mereka berkumpul kembali didekatnya untuk berdiskusi.
"Bagaimana ini?" Zhu Lie Xian bertanya tentang apa yang harus mereka lakukan.
Cheng Yu menarik nafas panjang, sepertinya ia juga tak tahu harus berbuat apa.
"Mungkin lebih baik kita tetap meneruskan perjalanan. Terlalu berbahaya berada di sini hingga pagi. Biarlah aku yang membawanya bersama," ucap Cheng Yu.
Memang tak ada jalan lain bagi mereka untuk menunda melanjutkan perjalanan. Seharusnya gadis ini tidak ngotot untuk pergi, melainkan berdiam diri dulu sampai kondisinya lebih kuat. Jika sudah demikian pasti akan sangat merepotkan. Salah-salah justeru mereka akan mudah ditemukan oleh para murid perguruan Macan Hitam.
Tetapi, Cheng Yu juga tahu dan cukup mengenal Li Yun. Seorang gadis yang keras kepala!
Ketika Cheng Yu sudah naik di atas punggung kuda, dan yang lainnya membantu meletakkan tubuh Li Yun didepannya, satu sosok tubuh mengenakan ikatan kain hitam dikepala dengan simpul menghadap ke depan menutupi sebelah wajahnya berdiri tak jauh di hadapan kuda-kuda mereka berada.
"Lepaskan gadis itu!" katanya sambil menunjuk tubuh Li Yun.
Seruan tiba-tiba dan cukup keras itu cukup mengagetkan mereka.
Zhu Lie Xian berkata pada Cheng Yu, "Aku hafal wajah-wajah para penculik itu, tetapi aku tadi tidak melihatnya, atau memang aku yang salah ingat. Apakah anak muda ini adalah salah satu dari mereka?"
Cheng Yu menggeleng, saat ini ia juga tak bisa gegabah memastikan. Tetapi mereka tetap waspada.
"Bisa saja. Barangkali mereka bergerak menyebar dan anak muda ini sepertinya juga bagian dari penculik itu," ucap Cheng Yu.
"Hei!" lelaki yang ternyata berusia masih muda itu adalah Seno. Ia mendapat informasi kalau Li Yun diculik saat ia mengunjungi padepokan, "Aku sedang berbicara padamu! Apakah kalian tidak mengerti apa yang kuucapkan?"
"Maaf! Gadis ini tak akan kuserahkan padamu!" Cheng Yu bertanya. Ia tak tahu siapa yang berdiri dihadapannya.
Seno tersenyum masam, "Kalau begitu, aku akan merebutnya secara paksa darimu!"
Cheng Yu membalasnya dengan mendengus.
"Kalau satu orang saja, kami bisa saja membunuhmu!" Cheng Yu membatin.
Ia melihat Seno serius ketika mengatakan akan merebut Li Yun secara paksa, itu terlihat ketika ia bersiap dengan sebuah kuda-kuda.
"Gaya kuda-kuda itu?"
Mereka yang mengenal sikap pasang yang ditunjukkan oleh Seno, masing-masing bertanya heran dalam hatinya. Itu adalah sikap kuda-kuda serang yang sangat familiar mereka kenal.
"Siapa kamu? Apakah kamu orang dari aliran Cempaka Putih?" Zhu Lie Xian sepertinya tak tahan untuk bertanya dan mengetahui kenapa anak muda dihadapannya itu mempunyai sikap pasang yang sama dengan aliran Cempaka Putih yang dikuasai oleh Suro.
Seno terlihat malas menjawab, matanya hanya terfokus pada tubuh Li Yun yang dilihatnya dalam keadaan tidak baik. Itu membuatnya resah dan malas untuk bertanya jawab.
Secepatnya ia harus merebut Li Yun dan segera membawanya kembali ke padepokan Cempaka Putih untuk diobati. Itu yang ada dalam benaknya.
Dalam fikirannya, orang-orang ini menyebut nama Cempaka Putih karena nama ini adalah musuh bagi aliran perguruan Macan Hitam. Seno menyangka, mereka adalah bagian dari perguruan itu yang diberi tugas untuk menculik Li Yun.
Walaupun ia bisa melihat wajah mereka bukan wajah orang pribumi, hatinya sudah yakin kalau perguruan Macan Hitam juga memiliki banyak pengikut dari berbagai aliran yang sudah ditundukkannya, dan mereka yang berdiri dihadapannya juga termasuk. Apalagi ketika melihat Yang Li Yun ada bersama mereka!
Wulung, pemimpin aliran Macan Hitam sangat alergi jika mendengar nama Cempaka Putih karena peristiwa masa lalu ketika Padepokan itu dipimpin oleh Ki Ronggo Bawu. Satu-satunya orang yang tidak bisa ia kalahkan.
Saat ini, bisa saja Wulung meminta bantuan orang-orang China ini untuk menculik Yang Li Yun! Ia membatin.
"Biarkan aku saja yang menghadapinya!" Ching So Yun berkata pada Cheng Yu dan Zhu Lie Xian, "Kalian cukup waspada terhadap orang-orang yang barangkali akan muncul dibelakang anak muda ini!"
Cheng Yu dan Zhu Li Xian mengangguk.
Seno mendengus melihat Ching So Yun melangkah dan berdiri dihadapannya. Matanya menatap tajam seperti mata elang. Ia bisa menilai dari postur tubuh Ching So Yun yang tinggi tegap dan langkah kakinya yang ringan, lawannya ini pastilah seorang pendekar yang berilmu tinggi. Akan tidak mudah untuk mengalahkannya.
Sebuah gertakan kecil membuat biksu muda kuil Shaolin itu bereaksi dengan melakukan serangan pukulan.
Seno menepis dan menangkap tangan Ching So Yun, lalu menggiringnya ke belakang, kakinya membuat sapuan pada kaki biksu muda itu.
Ching So Yun cukup kaget, tetapi dengan lihai ia mengangkat kakinya yang menjadi sasaran Seno disusul dengan sebuah tendangan ke tubuh pemuda itu.
Pertarungan kedua pendekar berbeda jenis beladiri itu membuat yang melihat merasa tak asing begitu memperhatikan gerakan Seno. Itu adalah gaya bertarung Cempaka Putih yang pernah mereka lihat pada saat Suro bertarung.
"Tuan Cheng," Zhu Lie Xian berbisik, "Bukannya gerakan bertarung pemuda itu mirip dengan tuan Muda Yang? Dan lagi, aku ingat kalau tuan muda Yang juga memiliki kain hitam yang menutup kepala orang itu. Apakah masih ada murid aliran Cempaka Putih yang tersisa?"
Rupanya Cheng Yu juga memikirkan hal yang sama. Makanya ia mengangguk sebelum mengeluarkan kalimat.
"Kau benar. Aku sudah ragu dari tadi. Tetapi, kita harus tetap waspada, karena apa yang pernah diceritakan adik Luo padaku, saat ini hanya dialah satu-satunya murid yang mewarisi silat aliran Cempaka Putih. Semua saudaranya sudah tewas terbunuh!"
Zhu Lie Xian mengerutkan dahinya mendengar apa yang disampaikan oleh Cheng Yu, dan matanya kembali menyaksikan pertarungan dua orang berkepandaian bela diri tinggi itu.
Buk!
Ching So Yun terbanting cukup keras. Dalam posisi itu Seno langsung menyerangnya kembali dengan sebuah pukulan.
Merasa berada dalam bahaya, Ching So Yung mengangkat kakinya tinggi-tinggi berusaha mengganjal tubuh Seno sebelum pukulan tangannya menyentuh tubuhnya.
Buk!
Ganjalan kaki biksu muda itu telak menjejak dada Seno yang membuat pemuda itu terlempar ke belakang dan terbanting di tanah.
Dengan gesitnya, tubuh Seno melenting dan berdiri kembali dengan sikap pasang serangan.
Nafas Seno terlihat turun naik. Ia mengakui lawannya ini mempunyai fisik yang lebih baik darinya. Tetapi dari segi teknik gerakan, ia merasa mampu untuk memberikan perlawanan. Hanya saja, jika pertarungan berjalan lebih lama, kondisinya akan melemah dan segala macam teknik akan sia-sia melawan orang asing itu. Ia harus buru-buru unruk menyelesaikannya secepat mungkin sebelum itu terjadi.
Kali ini Ching So Yun merangsek maju, melompat tinggi sambil melakukan tendangan keras.
Seno menepisnya kembali dan balas menyerang dengan pukulan.
Sekali lagi pukulan Seno telak mendarat di dada Ching So Yung. Saking kerasnya, tubuh biksu itu kembali terhuyung mundur.
Begitu Seno mengejar, Ching So Yong melangkah sedikit melompat ke samping, kakinya terangkat dan menghantam tubuh Seno.
Buk!
Tendangan samping itu tidak telak karena Seno berhasil membuat tepisan dengan dua tangannya di depan dada, tetapi karena serangan Ching So Yun sangat bertenaga, tubuhnya sedikit terlempar.
Ching So Yun kembali mengejar, kakinya kembali menembak lurus ke ulu hati. Serangan ini ditanggapi oleh Seno dengan memiringkan badan, lalu bahunya menghantam tubuh biksu muda itu. Hantaman Bukit Baja!
Serangan Seno membuat tubuh biksu itu terbanting ke tanah. Namun, dengan cepat bangkit kembali.
Seno sepertinya tak mau memberikan kesempatan pada Ching So Yung untuk bernafas. Sedikit lagi, telapak tangannya bakalan kembali bersarang. Telapak Kupu-kupu!
Cheng Yu dan lainnya menarik nafas. Mereka tahu pukulan itu adalah milik Suro. Jika terkena serangan itu, Chong So Yun bakal tak bisa bangkit kembali.
"Kak Seno!"
Suara itu menghentikan pukulan telapak tangan Seno yang nyaris mencapai sasaran, dan langsung menoleh ke arah asal suara. Li Yun melambaikan tangan dengan sangat lemah sebagai isyarat agar ia berhenti menyerang biksu Ching So Yun.
"Adik Li!" Seno berseru.
Seruan Seno langsung diikuti dengan seruan tanda tanya dari Cheng Yu dan anggotanya, termasuk Ching So Yun yang dalam keadaan pasrah akan menerima serangan pemuda itu.
Artinya, dugaan Cheng Yu dan yang lainnya benar, kalau orang yang menyerangnya mempunyai hubungan erat dengan Suro.
"Adik Li?"
Mereka mengulang seruan Seno dengan tanda tanya. Mereka bingung saat Seno memanggil Li Yun dengan panggilan 'adik'.
"Kakak Seno, berhentilah menyerang!" kali ini suara Li Yun melemah dan tampak kepayahan, "Mereka juga saudaramu."
Rupanya tadi ia berteriak susah payah setelah mengumpulkan tenaganya agar suaranya bisa terdengar jelas.
Seno masih tak beranjak dari posisinya, khawatir akan ada serangan dari orang yang berada di sekitar Li Yun jika ia mendekat.
"Adik Li," Cheng Yu berkata sambil memandang Li Yun yang ada didepannya, "Siapa dia?"
"Dia kakakku. Kakak seperguruan kakak Luo," jawab Li Yun dengan suara lemah.
Mendengar kalimat Li Yun, Cheng Yu langsung turun dari kudanya dan membantu gadis itu untuk turun juga sambil membantunya berdiri.
"Tuan Ching, dia adalah kakak seperguruannya tuan muda Yang Luo!" ucap Cheng Yu.
Penjelasan Cheng Yu begitu mengejutkan mereka.
Yang bisa dimengerti dari kalimat Cheng Yu pada Ching So Yun adalah kata 'Luo', sebab Li Yun, Rou Yi dan Huang Nan Yu masih memanggil nama Suro dengan nama itu.
Serentak mereka semua menunduk memberi hormat.
Cheng Yu dan lainnya menangkupkan kedua kepalan tangannya sambil menunduk pada Seno. Tentu saja apa yang mereka lakukan membuat Seno bingung dan menggaruk-garuk kepalanya. Ia pernah melihat sikap itu pada saat Huang Nan Yu yang sekarang dipanggilnya dengan sebutan bibi Nan Yu memberi hormat pada Suro.
"Kami meminta maaf atas kesalah fahaman ini, tuan Seno!" Cheng Yu berkata.
Mengetahui kalau telah terjadi salah faham, Seno menarik nafas lega. Ia kemudian memegang kedua bahu Ching So Yun yang masih berdiri dihadapannya.
"Aku yang harusnya meminta maaf karena tidak menyelidikinya terlebih dahulu," Seno membungkuk dalam-dalam beberapa kali sambil menangkupkan kedua telapak tangannya.
Ching So Yun yang tidak mengetahui arti dari ucapan Seno hanya menunduk sekali sambil membalas menangkupkan kedua telapak tangannya, lalu tersenyum.
"Biksu muda itu tidak bisa berbahasa Jawa, tetapi kami faham maksud tuan. Sudah selayaknya kalau kesalah fahaman ini kita maklumi," Cheng Yu yang membalas ucapan Seno mewakili Ching So Yun.
"Li Yun! Kangmas!" satu suara tiba-tiba terdengar disusul dengan kemunculan Suro di tempat itu dengan mengendarai kuda.
Melihat orang-orang yang sangat dikenalnya berkumpul ditempat itu, wajah Suro langsung gembira. Ia tak menyangka kehadiran Cheng Yu dan kawan-kawannya.
"Adik Luo!"
"Tuan Muda Yang!"
Mereka masing-masing berseru menyambut kedatangan Suro sambil menunduk memberi hormat dengan gaya masing-masing yang dibalas oleh Suro dengan gaya yang sama.
Cheng Yu menggiring langkah Li Yun yang lemah dengan membantunya berjalan ke arah Suro yang juga sama-sama mendekat.
Pemuda itu langsung menggantikan posisi Cheng Yu dengan meraih tubuh Li Yun, memeluknya dengan erat dan mencium dahinya dengan penuh kasih.
"Kakak Luo," Li Yun berucap lirih sambil tersenyum.
Wajahnya menunjukkan perasaan hatinya yang lega karena telah selamat dari bahaya.
"Kau terlihat lemah sekali dan pucat," Suro berkata setelah memperhatikan kondisi isterinya itu sambil membelai rambut Li Yun yang berantakan.
"Dimas," Seno bersuara di sampingnya, "Kita harus membawanya kembali ke padepokan. Takutnya ada orang-orang Macan Hitam datang tiba-tiba."
Suro mengangguk.