webnovel

Pelangi Sebelum Hujan

"Kania, dengarkan aku!! kalaupun kita tidak bisa bersatu di dunia, aku akan menunggumu di surga!!" Kania Wijaya. Gadis cantik pecinta pelangi, putri dari konglomerat ternama Surya Wijaya. Menjalani kehidupan yang mewah. Begitu juga dengan kedua sahabatnya Sonya dan Tania. Ketiga gadis cantik ini terlahir untuk menjadi pewaris perusahaan terkenal. Persahabatan mereka begitu kuat, tak ada satupun yang dapat memisahkan mereka. Akan tetapi roda berputar begitu cepat. Kania harus kehilangan semuanya. Keluarga, sahabat, hartanya, bahkan seseorang yang sangat dia cintai, yaitu Miko. Jeremico Leven, seorang pria berdarah Belanda, yang menjadi kapten basket di sekolah. Namun ketulusan cinta dari seseorang yang selama ini tak pernah ia anggap dan ia benci, William Agler menyelamatkan semuanya. Begitu banyak rintangan dan cobaan menerpanya. Akankah Kania bisa melewati perjalanan hidupnya?? Simak terus kisahnya di Pelangi Sebelum Hujan.

Rieshika · Sports, voyage et activités
Pas assez d’évaluations
396 Chs

27. Tak Sadarkan Diri

Miko menggenggam erat tangan Kania, menggandengnya berjalan perlahan menuju jalan setapak. Entah kemana hembusan angin akan membawa mereka. Semakin jauh, dan jauh.

Pepohonan tinggi nan rindang menemani perjalanan mereka, bahkan bunga-bunga bermekaran sangat indah, sepertinya alam bekerja sama untuk merayakan keagungan cinta mereka.

Kania terlihat sangat cantik dengan memakai gaun panjang berwarna putih. Hiasan berbentuk bunga-bunga juga terpasang di kepala Kania. Rambutnya terurai panjang bergelombang, wangin tubuhnya semerbak. Miko sendiri juga tak tahu, apa yang sebenarnya terjadi. Dan yang pastinya Miko tidak ingin kehilangan moment indah seperti ini.

Akan tetapi angin tiba-tiba bertiup sedikit kencang. Gumpalan kabut pun menutupi pandangan mereka. Genggaman Miko mulai melemah.

"Kania, Kania, kamu dimana??"

"Miko, tolong aku Miko!!!"

"Kania, Kania!!!"

Kabut itu semakin tebal, Miko kehilangan pandangannya. Akhirnya tangan Kania terlepas dari genggamannya begitu saja. Kania tiba-tiba menghilang diantara gumpalan kabut itu.

"Kania, Kania???"

Miko seketika terbangun dari tidurnya. Kepalanya terasa sangat pusing, ia membuka matanya perlahan, dan melihat di sekeliling ruangan, ternyata ia masih berada di rumah sakit menemani Viona.

'Kania. Mimpi itu seperti nyata. Ada apa dengan Kania?' Miko merasa sangat gelisah.

Tiba-tiba datang dua orang paruh baya ke ruangan itu. Mereka berdua ternyata adalah orang tua Viona. Miko merasa lega, saat orang tua Viona sudah datang. Akhirnya ia bisa meninggalkan Viona dengan tenang karena pihak keluarganya bisa menjaga Viona.

"Siapa namamu nak??" tanya Leo papa Viona.

"Nama saya Miko om!!!" jawab Miko sembari tersenyum.

"Terimakasih kasih banyak nak Miko, karena sudah menolong Viona dan menjaganya dengan baik!!"

"Tidak masalah. Ini sudah kewajiban sebagai sesama manusia!!"

"Sebagai gantinya, saya akan mengundang nak Miko sekeluarga untuk makan malam dirumah saya. Ini kartu nama saya!!!" Ucap Leo sembari memberikan sebuah kartu nama kepada Miko.

"Terimakasih om!!"

"Kami tunggu ya!!!" sahut Rosalia.

"Baik Tante. Kalau begitu, saya pamit dulu!!" kata Miko sembari berpamitan.

Miko pun segera meninggalkan ruangan itu. Beberapa kali dia menelepon nomor Kania tapi tetap tidak aktif. Begitupun dengan nomor teman-temannya. Tak ada yang menjawab telepon Miko sekalipun. Kekhawatiran Miko mulai memuncak, ia merasa sangat gelisah. Mimpi itu selalu terngiang dalam angannya. Ia pun mulai berlari kecil menuju jalan keluar rumah sakit. Tiba-tiba sebuah ranjang dorong menabraknya. Miko pun terserempet dan terjatuh.

"Aww!!!" teriak Miko.

Miko melihat dengan seksama, orang-orang yang mendorong ranjang itu. Miko sangat terkejut saat mengetahui bahwa itu Willy. Dan di belakangnya tampak Sonya dan Tania berlarian. Seketika Miko terbangun mengejar ranjang dorong itu, dan melihat Kania sedang terbaring lemah.

"Kan--Kania??? Kania!!!" teriak Miko terbata-bata.

Willy seketika menoleh ke arah Miko. Ia semakin geram melihat Miko ada disini. Tapi ia tetap terlihat tenang. Setelah melaju beberapa meter, akhirnya ranjang dorong itu masuk ke ruang IGD.

"Tolong semua menunggu di luar!! Biar kami periksa pasien!!" perintah dokter.

Mereka pun akhirnya menunggu di kursi panjang di depan ruang IGD. Miko sangat kebingungan, bahkan ia tak tahu apa-apa tentang kejadian yang menimpa Kania, sampai-sampai Kania terluka seperti itu.

Willy menyandarkan tubuhnya ke sebuah tembok, ia memegangi kepalanya, seakan-akan ia sangat menyayangkan hal ini menimpa Kania, gadis yang sangat ia cintai. Sementara Sonya dan Tania, terduduk lemas di kursi tunggu. Wajah mereka tampak lelah dan pucat. Sonya merunduk dan memegangi kepalanya, ia sangat khawatir terjadi apa-apa dengan sahabatnya itu.

"Ada apa ini, Kania kenapa?? Tolong kasih tau gue!!!" tanya Miko kepada teman-temannya. Tetapi semuanya hanya memandangi Miko tanpa bersuara. Kecuali Willy, ia masih merunduk memegangi kepalanya.

"Kenapa kalian diam?? Kania kenapa??" tanya Miko sekali lagi untuk meyakinkan.

Tanpa berfikir panjang tiba-tiba Willy berjalan ke arah Miko dan memukul wajah Miko.

Blakkk...

Miko pun seketika tersungkur. Belum puas dengan itu, Willy mengangkat kerah jaket Miko dan akan memukulnya sekali lagi.

"Stooppp, hentikan!!! Ini rumah sakit!!" teriak Sonya.

Willy pun mengurungkan niatnya untuk memukul Miko.

"Maafin gue Will!!!" kata Miko pelan.

"Lu kemana aja saat Kania dalam masalah. Sementara cuma lu yang selalu di harapkan Kania. Cuma nama lu yang dia panggil saat dia terluka. Bahkan saat dia tak sadarkan diri, cuma nama lu yang keluar dari bibirnya!!!" papar Willy dengan nada meninggi.

Hatinya terasa sakit saat ia menjelaskan semuanya ke Miko. Dia berusaha untuk selalu ada buat Kania. Tapi tetap saja, hanya nama Miko yang terlontar dari bibir Kania.

Miko yang mendengar pernyataan Willy merasa sangat terpukul. Bisa-bisanya waktu itu ia merasa marah kepada Kania, padahal Kania sudah menjelaskan semua. Bahkan Miko tak percaya dengan penjelasan Kania.

Kali ini Miko benar-benar merasa bersalah. Ia duduk mendekap lututnya dan menundukkan kepalanya. Matanya mulai berkaca-kaca, dadanya terasa sesak, pelipis matanya terasa perih karena terkena pukulan dari Willy.

Seharusnya ia berterimakasih kepada Willy, karena sudah menolong Kania. Miko yakin cinta Willy ke Kania sama besarnya dengan cintanya, tapi seharusnya ia lebih bersyukur karena Kania juga mencintainya. Sedangkan Willy, ia hanya cinta sendiri.

Beberapa menit kemudian tampak Delon datang bersama Wildan. Mereka berlari kecil menuju ruang IGD.

"Bagaimana kondisi Kania??"

"Operasinya belum selesai kak!!" jawab Willy.

"Kalian semua pulang saja. Kalian pasti lelah. Biar saya yang menjaga Kania!!" perintah Delon.

"Yaudah kalo gitu kak. Kami pulang. Tolong nanti kabari keadaan Kania!!" kata Sonya.

"Iya. Nanti pasti saya kabari. Kalian hati-hati ya!!" kata Delon.

Sonya dan Tania beranjak dari tempat duduknya. Badan mereka terasa lelah dan capek yang amat sangat. Belum sembuh karena perkelahian waktu itu di gang Flamboyan, sekarang mereka berkelahi lagi di gudang sekolah. Hal ini membuat mereka berinisiatif untuk tidak masuk sekolah esok harinya. Mereka hanya ingin merasakan berbaring seharian, tanpa melakukan kegiatan apapun.

"Willy, Miko. Kalian pulang saja!!" perintah Delon.

"Aku tetap disini!!!" jawab Miko dan Willy kompak.

Wildan dan Delon tampak tercengang melihat kekompakan Miko dan Willy untuk menjaga Kania.

"Tolong jangan kasih tau Papa soal ini. Aku takut sakit beliau akan kambuh!!!," perintah Delon ke Wildan.

"Bagaimana kalau pak Wijaya tanya soal Kania??" tanya Wildan kebingungan.

"Bilang saja kami berdua berlibur!!! Tolong juga urus cutiku untuk tiga hari ke depan!! Aku tidak akan pulang kerumah. Tolong handle semua tugasku!!!" perintah Delon.

"Baik!!!" jawab Wildan tegas.

Tiga jam sudah berlalu, akan tetapi Kania belum juga keluar dari ruang IGD. Benturan kayu itu sangatlah keras, mereka semua khawatir akan terjadi hal yang fatal. Miko dan Willy kali ini duduk bersebelahan di sebuah kursi panjang. Raut wajah mereka begitu tegang. Sebenarnya mereka sudah merasa lelah, akan tetapi bagi mereka Kania lebih penting dari segalanya.