webnovel

Pangeran Sekolah Adalah Peliharaan Kesayanganku

“Hei cowo cantik! Ambilin jus jeruk dong!” Perintah Gabby pada Michael. Tanpa sepatah katapun Michael segera beranjak dari tempat ia duduk. Awalnya Gabby ilfil banget dengan Michael — bicaranya terlalu halus, badannya terlalu langsing, kulitnya terlalu putih dan wajahnya terlalu cantik. Tidak heran kalo Michael dikejar-kejar cewek-cewek disekolahnya. Amit-amit berteman, apalagi membayangkan dijodohin sama Michael. Tapi entah kenapa Michael selalu mengikuti dan mematuhi semua perintah Gabby. Sedangkan Gabby adalah cewek paling tomboy sedunia. Tidak peduli seberapa cantik atau seberapa popular cewek lain mengejarnya, Michael bagaikan anak kucing mengikuti ibunya kemanapun Gabby pergi. Desas desus bermunculan, spekulasi mengenai sihir apa yang digunakan Gabby untuk menjerat Michael? Bagaimana pangeran sekolah yang tampan rela menjadi peliharaan dan menjalankan semua perintah Gabby?

Renata99 · Urbain
Pas assez d’évaluations
461 Chs

Aku Benci Matematika!

Sejak orangtua Michael di Bandung, Agnes selalu mencari kesempatan untuk bertemu dengan mereka. Tapi orangtua Michael selalu pergi pagi sekali dan pulang dini hari.

Hal itu menyebabkan mereka untuk susah bertemu. Tidak lama kemudian Agnes diberitahu oleh Adam kalau orangtua Michael sudah kembali ke Amerika.

--

Saat Michael pulang sekolah dia melihat ada kartu kredit di atas meja makan. Melihatnya saja sudah membuat laki-laki itu mengetahui kalau orangtuanya sudah kembali ke Amerika.

Pergi tanpa mengucapkan selamat tinggal, pikir Michael.

"Tuan muda," Terdengar suara Adam dari belakangnya, "Itu kartu kredit dari nyonya besar. Mereka menitip pesan kalau ada urusan penting sehingga mereka harus segera kembali ke Amerika."

"Oh." Balas Michael singkat.

Adam mengawasi punggung Michael lalu melanjutkan, "Dan mereka mengingatkan agar tuan muda berlatih piano lebih rajin lagi. Lain kali mereka akan kembali dan melihat kemajuan tuan muda."

"Baiklah." Michael mengambil kartu kredit itu lalu naik ke kamarnya.

Setiap kali Mark dan Brenda pergi meninggalkan Michael, laki-laki itu akan kelihatan murung. Meskipun laki-laki itu tidak dekat dengan orangtuanya, entah kenapa dia selalu merasa sendirian setiap ditinggal orangtuanya.

Sesampainya Michael di dalam kamar, dia melangkahkan kakinya ke arah jendela. Tiba-tiba terdengar suara ceria khas Gabby di belakangnya, "Michael! Belajar bareng yuk!"

Michael membalik badannya dan tanpa disadarinya dia tersenyum dengan lebar saat melihat Gabby.

--

"Aduh, bisa gila aku." Rengek Gabby saat di lapangan belakang sekolah.

.

Hari ini kelas Michael dan Gabby ada ulangan Matematika, bab logaritma. Berbeda dengan Michael yang menyukai angka dan rumus, Gabby sangat membencinya. Kadang saat pelajaran Matematika perempuan itu akan melihat ke langit-langit kelas.

Karena Gabby tidak menyukai matematika, perkalian standar saja dia tidak bisa. Pernah suatu saat perempuan itu dipanggil oleh guru ke depan kelas untuk mengerjakan soal matematika. Bukannya berusaha untuk menjawab dengan benar, Gabby memilih untuk menggambar wajah sedih di papan.

"Makanya belajar yang benar." Tegur Michael.

Michael sedang membantu Gabby menghafal rumus dengan cepat saat makan siang. "Nih dimakan." Laki-laki itu memberi sepotong ayam goreng di tepak makan Gabby.

"Suamiku baik sekali!" Goda Gabby sambil menyenggol lengan Michael.

Selama sisa jam istirahat digunakan Gabby untuk menggoda Michael, bukan belajar. Saat mereka harus kembali ke kelas perempuan itu menepuk jidatnya, "Heh aku kok gak belajar sih!" lalu dia mendorong pelan bahu Michael, "Kamu juga bukannya ngajarin aku malah ngasih aku makanan!"

"Heh yang ada itu kamu gak mau belajar." Tukas Michael.

Sesampainya di dalam kelas, Gabby dapat merasakan aura tegang dari teman sekelasnya. Beberapa temannya memasang wajah yang seakan-akan hari ini adalah hari terakhir mereka di bumi.

"Aduh beneran bisa gila aku." Gumam Gabby saat melihat guru matematikanya memasuki kelas.

Guru perempuan itu menaruh bukunya di atas meja, membenarkan kacamatanya lalu melipat tangannya di depan dadanya, "Sudah siap?"

Saat tidak menerima jawaban dari seisi kelas guru itu melanjutkan, "Ujian kali ini berbeda. Saya akan memanggil kalian satu-satu untuk maju dan mengerjakan soal di papan tulis."

Terdengar beberapa suara murid yang memprotes tapi guru itu tidak menghiraukan mereka. Mata guru itu mengelilingi kelas lalu berhenti ke arah Gabby. Dengan susah payah perempuan itu menelan ludahnya.

"Kamu yang duduk disana maju kedepan." Guru itu menunjuk ke arah Gabby.

Gabby pura-pura tidak mengerti maksud gurunya lalu menyenggol Michael, "Dipanggil tuh."

"Gabby!" Guru itu menaruh tangannya di atas meja, "Yang saya panggil itu kamu! Sekarang maju kesini dan kerjakan soal di papan."

Tidak berani melawan gurunya, Gabby pun akhirnya menyeret kakinya ke depan kelas. Dengan jantung yang berdegup dengan kencang Gabby menulis soal yang dibacakan oleh gurunya.

Setelah selesai menulis soalnya Gabby merasakan kepalanya akan pecah. Perempuan itu berpura-pura untuk berpikir dengan keras. Saat gurunya memanggil teman kelasnya yang lain, Gabby menoleh ke belakang.

Gabby menunjuk soal yang ditulisnya dan melihat ke Michael. Tidak lama kemudian laki-laki itu mengangkat kertas yang berisi jawaban. Gabby menyipitkan matanya berusaha untuk melihat tapi usahanya sia-sia.

Tulisanmu terlalu kecil! Gumam Gabby dalam hati.

Akhirnya merasa berputus asa, Gabby mendengus kesal lalu kembali menghadap papan tulis. Dia berpikir sebentar lalu menulis sepuluh tanda tanya di papan. Perempuan itu menaruh spidolnya di meja guru, "Saya sudah selesai bu."

Mata Michael terbelalak kaget saat melihat apa yang ditulis Gabby di papan.