webnovel

Old Love

Hyun Soo pada Kyung Ji "Jika aku bisa bertemu denganmu lagi, aku akan melakukan apapun untuk menebus apa yang telah terjadi padamu waktu itu. Aku akan membuatmu tersenyum seperti saat aku tidak bisa melihat senyummu." Kyung Ji pada Hyun Soo "Aku menyukaimu, aku akan selalu memilihmu. Jika keadaan berjalan sesuai yang kuinginkan, aku tidak akan memilih untuk menguburmu dalam - dalam dari ingatanku."

Tarin_Swan · Sports, voyage et activités
Pas assez d’évaluations
47 Chs

CHAPTER 38 RAHASIA YANG TERBONGKAR

Kejadian barusan langsung sampai ke telinga eomma di Seoul, Yoo Ki oppa pun langsung mencari tahu semua yang ia dengar dari eomma melalui Seo Rin, tentu saja Seo Rin tidak tahu apa - apa tentang semua ini

"setelah jadwal kerja kami selesai Kyung Ji.. bilang dia janji untuk menemui ayahnya, lalu dia pergi dengan tuan Hyun Soo, mereka belum kembali sekarang" jelas Seo Rin.

000

Aku duduk di halte bus setelah berjalan jauh tak tentu arah, aku terdiam terus mentap ponselku dengan tatapan kosong, sementara getaran panjang berkali - kali terasa di tanganku. Semua nama bermunculan di layar, mulai dari eomma, appa, Yoo Ki oppa, Seo Rin, sampai Hyun Soo. Mereka terus menelfon bergantian tanpa henti berusaha mencari tahu dimana keberadaanku saat ini, aku menghembuskan nafas kecil dari mulutku lalu membalikkan ponselku sambil menatap kosong entah kemana. Tak lama, aku pun berdiri kembali berjalan kemanapun kakiku membawaku, aku terus bertanya dalam hatiku 'apa yang mereka sembunyikan? Apa hubungan Hyun Soo dengan semua ini? Kenapa kami bisa sampai seperti ini?' Semua itu terus terulang tanpa henti.

Hyun Soo terus berlari dengan wajah cemas dan ponsel menempel di telinga, matanya terus menjelajah ke sekeliling berusaha mencari sosokku yang menghilang bagaikan angin. Langkahnya semakin cepat seiring nafasnya yang semakin menderu, Hyun Soo berteriak keras meluapkan rasa sesak yang bercampur di dadanya, ia mengacak - acak rambutnya kesal tidak tahu apa yang di lakukan lagi agar bisa menemukanku. Apa yang kami lalui sampai saat itu memang indah, sampai - sampai kami tidak menyadari kami melangkah menuju akhir yang pernah kami temui sebelumnya.

000

Sinar matahari mulai menembus kaca kecil menusuk mataku, aku menghembuskan nafas pendek dari mulutku dan menaikkan lenganku menutupi mataku, air mata kembali menuruni ujung mataku setetes demi setetes tiap kali aku memejamkan mataku. Aku pun langsung berusaha mengendalikan diriku dan mengusap air mataku cepat, bangkit dari tidurku menoleh ke sekeliling. Aku tidak kembali ke hotel semalam dan akhirnya aku memutuskan pergi ke sauna karena tidak ada tempat tujuan lain yang ada di kepalaku. Aku menghembuskan nafas panjang untuk ke sekian kalinya lalu beranjak menuju loker melihat ponselku. Nama - nama yang kemarin masih berusaha mencari tahu dimana keberadaanku, namun mataku tertuju pada satu nomor asing yang juga menelfonku beberapa kali, nomor itu hanya menelfon dan tidak meninggalkan pesan sama sekali. Aku memutuskan mengabaikan nomor itu sejenak beralih pada penelfon terbanyak, yaitu Yoo Ki oppa. Aku mengetuk layar ponselku pelan lalu menempelkan ponselku cepat ke telinga mendengarkan pesan suara yang ia tinggalkan di kotak suaraku

pesan pertama: "Kyung Ji -ah, kamana kau pergi terimalah tefonku.. aku, eomma, dan appa akan menjelaskan semuanya padamu. Hubungi aku, aku mohon."

Aku menurunkan ponselku lesu, mengetuknya sekali lagi lalu kembali menempelkan ponselku ke telinga, pesan kedua: "akan ku lakukan apapun yang kau mau jika kau memberi tahuku dimana kau sekarang, beri kami kabar atau kami akan menyusulmu kesana. Hey, Eun Kyung Ji, aku mohon beri tahu aku dimana kau sekarang" aku menurunkan ponselku dengan wajah datar dan mata kosong setelah pesan itu berakhir. Aku menggerakkan jariku pelan lalu kembali menempelkan ponselku ke telinga

"Kyung Ji -yah, maafkan aku, saat kita kembali bertemu, aku tidak tahu siapa kau dan pertemuan itu murni takdir. Aku tidak menyukaimu karena kita bersama dulu, aku benar - benar menyukaimu, perasaanku tulus padamu, percayalah padaku. Baik dulu maupun sekarang ini bukan salah kita, baik dulu maupun sekarang juga aku tidak penah ingin kita berpisah."

Aku menundukkan kepalaku dalam mendengar semua itu. Aku tersenyum pahit lalu menjauhkan ponselku cepat dari telinnga, aku mengela nafas dalam lalu bergerak cepat mengemasi barang - barangku dari loker, pergi meninggalkan sauna. Aku berjalan menuju halte bus dan duduk menunggu dengan tatapan kosong, tak lama bus yang kutuggu datang dari kejauhan, aku bediri bersiap untuk masuk ke dalam bus namun suara seorang wanita menahan langkahku. Wanita paruh baya itu menahan lenganku

"Kyung Ji -ah.." panggil wanita itu senang,

aku menoleh cepat menatap wanita itu bingung, aku memutar mataku pelan "ahjumma mengenalku?" tanyaku canggung.

Senyum di bibir wanita itu perlahan luntur, ia mendekatiku dan mengamatiku sejenak "ini benar Kyung Ji.. aku tidak salah" simpulnya heran. Aku berdeham kecil "mianheyo, aku mengalami kecelakaan dan kepalaku terluka parah jadi.. aku tidak.." jelasku sambil memamerkan senyum canggungku. Wanita itu tampak mengangguk paham sambil membuka mulutnya hampa, ia memelukku erat sambil menepuk kecil punggungku

"aigoo, senang rasanya bisa melihatmu lagi meskipun kau tidak mengenali imo" sahutnya cepat,

aku mengangkat tanganku pelan membalas pelukannya, entah mengapa pelukan itu membuat rasa cangggungku hilang bagai sihir. Senyumku perlahan melebar dan nafas lega terhembus dari hidungku pelan. Setelah pelukan singkat, wanita itu menggengam lenganku "sudah lama kau tidak makan masakan imo, jadi ayo kita ke tenda, siapa tahu lidahmu masih ingat rasanya meskipun kau tidak mengingatnya di kepalamu" ajaknya semangat lalu menarik tanganku cepat. Aku membuka mulutku hendak menolak, namun wanita itu terus menarikku paksa, aku pun akhirnya pasrah dan ikut kemana ia membawaku, lagipula aku juga tidak punya tujuan.

Aku masuk kedalam tenda kecil yang letaknya tak jauh dari pantai di pinggir jalan raya, wanita paruh baya itu melepas tanganku lalu menoleh cepat menunjuk meja besi di sudut tenda dengan dua kursi biru berhadapan "kau selalu duduk disana jika datang kemari" sahutnya santai. Aku menoleh menatap meja yang di tunjuknya itu dengan tatapan kosong, tidak ada satu pun ingatanku duduk disana, tapi tempat ini terasa sangat nyaman bagiku. Ia kembali menarik tanganku cepat menuju meja itu, lalu menujuk coretan spidol hitam yang ada di meja itu

"lihatlah, kau bahkan mengancam semua orang yang ingin duduk di meja ini" lanjutnya sambil tertawa kecil.

Aku membaca tulisan itu dan senyum kecil tersungging di ujung bibirku, tulisan itu berbunyi "yang berani duduk disini akan sakit perut! - Anak imo, Kyung Ji" dan ancaman itu terdengar sangat sepertiku. Imo tersenyum kecil menatapku dan tulisan itu bergantian, ia mendorongku duduk sambil mengusap pipiku lembut "akan kusiapkan semua yang kau suka, agar kau cepat sembuh" ucapnya selembut tangannya yang mengusap pipiku, lalu berjalan cepat menuju dapur. Setelah lama berada dalam dapur, imo keluar dengan nampan penuh makanan dan menatanya rapi di mejaku. Aku membuka mulutku hampa melihat makanan - makanan yang terpajang di depanku mulai gaebul, meongge, haesam, mandu, miyeokguk, eomuk, tteokbokki, hingga jjamppong. Melihat reaksiku yang berbeda kali ini, imo mendekatiku "dulu kau akan makan lebih banyak dari ini" bisiknya jahil, aku menoleh cepat menatapnya tidak percaya pada diriku sendiri. Melihat ekspresiku itu imo tertawa kecil lalu mengayunkan tangannya cepat

"makanlah.. makanlah.." perintahnya cepat.

Imo kembali ke dapur dan keluar membawa gelas serta satu termos besar air putih lalu duduk di hadapanku, ia menuangkan air ke dalam gelas dan meletakkannya di samping mangkuk jjamppongku dengan senyum lebar "bagaimana? Enak?" tanyanya. Aku tersenyum lebar sambil mengangguk cepat dengan mulut menggembung di penuhi makanan. Setelah aku selesai makan, kami duduk berhadapan mengobrol kecil, pembicaraan kami tidak terlalu penting sampai imo bertanya tentang masa lalu yang tidak ada dalam kepalaku

"bagaimana kabar ibumu? Apa dia baik - baik saja setelah kebakaran itu?" tanyanya.

Keningku berkerut kecil mendengar pertanyaan itu, kebakaran? Kebakaran apa yang dimaksud? Aku tidak mendengar cerita kebakaran dari siapapun selama ini. Aku memiringkan kepalaku sambil memutar mataku bingung "kebakaran apa?" tanyaku canggung. Imo terlihat kaget medengar pertanyaanku barusan, ia mengangkat tangannya ke udara dan menggeleng kecil "aigoo.. kau tidak ingat juga rupanya, mianhae.. tidak seharusnya aku bertanya seperti itu padamu" sahutnya merasa bersalah. Aku melambaikan tanganku cepat "tidak.. imo tidak apa, tenanglah" tepisku sambil tersenyum canggung,

"apa kau benar - benar tidak ingat apapun? Dimana kau tinggal selama ini?" tanya imo memberanikan diri.

Aku menggeleng kecil "aniyo imo, setelah aku kecelakaan aku tinggal di Seoul bersama paman dan bibiku" jelasku santai

"begitu rupanya, pantas aku tidak pernah melihatmu lagi" timpalnya paham.

Aku menegak habis air di gelasku cepat lalu meletakkan gelasku pelan ke atas meja, aku mencuri pandang canggung menatap imo lalu memberanikann diriku mengeluarkan rasa ingin tahuku. Aku memainkan jariku cemas "imo.." panggilku pelan, ia hanya menatapku diam menungguku mengatakan seusatu

"aku tidak tahu apapun dan aku ingin tahu, bisa imo katakan padaku apa yang imo tahu tentang ku dulu?" tanyaku hati - hati

tatapan imo terlihat iba, ia menghembuskan nafas besar "aigoo.. kau pasti sangat ingin tahu banyak hal selama ini" sahutnya.

Ia menghembuskan nafas kecil sambil menatapku dengan sorot mata kasihan, lalu meraih tanganku pelan "aku tidak tahu banyak tentang keluargamu tapi kau sangat baik dan ceria, kau selalu mengungkapkan perasaanmu secara langsung" ceritanya. Senyum kecil tersungging di bibirku, aku menunduk kecil merasakan itu memang terdengar sepertiku.

Imo tampak teringat akan sesuatu dan kembali membuka mulutnya "Kyung Ji -ah, bagaimana kabar pacarmu?"

Aku mengerutkan dahiku bingung "pacar?" tanyaku bingung,

"kau dulu datang bersamanya kemari, dia tinggi, tampan, dan baik.. tunggu tunggu kita sempat foto bersama dulu, biar aku tunjukkan fotonya" jelasnya cepat lalu mengeluarkan ponselnya dari saku celemeknya.

Mataku melebar kaget melihat foto yang di sodorkan imo padaku, aku langsung meraih ponsel itu cepat dan melihatnya dengan teliti. Imo mengamatiku bingung "kenapa? Apa kau sudah putus dengannya? Sayang sekali, dia sangat baik meskipun dia buta, kau juga terlihat sangat menyukainya dulu" sahutnya bercerita tanpa henti. Kepalaku semakin berputar keras berusaha menyambungkan rangkaian kejadian yang tidak ku ingat ini, rasa sakit tentu saja mulai menyerang kepalaku dalam hitungan detik. Nafasku mulai terasa pendek dan pandanganku juga mulai berputar, aku menggeleng cepat berusaha mengendalikan diriku, suara panik imo mulai terdengat melihatku meringis kesakitan. Aku terus berusaha mengatur diriku dan menarik nafas dalam beberapa kali sampai rasa sakit itu perlahan hilang, imo terus mengamatiku cemas memastikan aku baik - baik saja. Aku terus menghembuskan nafas besar sambil merasakan kehangantan yang menjalari tubuhku dari gelas yang sejak tadi ku genggam erat. Imo terus mengamatiku "apa kau baik - baik saja?" tanyanya untuk kesekian kalinya, aku tersenyum lebar lalu mengangguk yakin "hmm" gumamku, imo mengelus dadanya sambil menghembuskan nafas lega "baiklah, untunglah, kau membuat imo kaget" timpalnya lega.

Wanita di hadapanku itu tampak menepuk tangannya teringat akan sesuatu "ahh.. benar, apa kau sudah mengunjungi Gereja itu?" tanyanya tiba - tiba

"Gereja?"

"ohh.. kau dulu sering mengunjungi Gereja yang tak jauh dari sini, kau juga bertemu pacarmu itu disana" jelasnya santai

"aku.. tidak ingat.." jawbaku canggung sambil tersenyum canggung,

"ahh.. benar juga.. aigoo.. aku sudah pikun, sembantar biar ku gambarkan petanya untukmu" timpalya geli lalu beranjak dari kursinya cepat.

Tak lama, imo kembali membawa selembar kertas kecil lalu menyodorkannnya padaku, imo tersenyum lebar "maaf imo tidak tahu banyak, tapi semoga kau menemukan jawabannya disana" ungkapnya tulus. Aku tersenyum kecil berdiri dari kursiku, dan menerima kertas itu

"gamsahabnida imo"

wanita itu membuka lengannya lalu memelukku hangat, ia menepuk pelan punggungku "aigoo, aku senang bisa bertemu denganmu lagi dan melihatmu makan dengan lahap Kyung Ji -ah" sahutnya lega. Aku menggerakkan tanganku memeluknya terharu mendengar perkataan itu, aku terlalu membenci masa - masaku menjadi Eun Kyung Ji karena hal kecil yang ku lalui di rumah sakit saat itu, sampai - sampai aku menutup mataku pada hal indah yang seharusnya aku ingat sepanjang masa.

000

Gyu Na ahjumma berjalan cepat menyusuri taman Gereja, berusaha mencari sosok yang ingin dia temui saat itu. Rasa cemas dan ketakutan tergambar jelas di matanya, ia terus melemparkan pandanganya ke sekeliling mencari dimana keberadaan seseorang yang di carinya. Kakinya kembali melangkah kecil sejenak, tiba - tiba langkhanya itu terhenti melihat sosok yang di carinya tengah mendekat ke arahnya. Gyu Na ahjumma terdiam menatap wanita yang semakin mendekat ke arahnya, namun wanita itu melewatinya begitu saja seakan ia tidak mengenali Gyu Na ahjumma

"Chae Soo Kyung!" panggilnya kesal,

eomma menghentikan kursi rodanya lalu berbalik kecil "kau mencariku?" tanyanya.

Gyu Na ahjumma berjalan mendekati eomma dan melipat kedua tangannya di depan dada angkuh, ia mengatur ekspresinya berusaha tetap tenang "sepertinya kau belum tahu jika aku kembali memisahkan putrimu dengan pria yang sangat di sukainya" bukanya menantang. Eomma menghembuskan nafas tenang dan menyunggingkan senyum kecil

"Kyung Ji akan baik - baik saja, apa Ji Yeol -ssi tahu tentang hal ini?"

"semua ini akan tersimpan selamanya, aku akan membuat semuanya kembali seperti semula, seperti saat kau menjadi debu dan putrimu menjadi mayat berlumuran darah" jawabnya yakin.

Eomma mengepalkan tangannya erat mendenggar perkataan kejam itu, namun eomma berusaha menahannya dan terus menatap Gyu Na ahjumma lurus - lurus. Eomma menghela nafas kecil sejenak "Gong Gyu Na -ssi" panggilnya, Gyu Na ahjumma menaikkan alisnya licik diam menunggu eomma melanjutkan perkataanya

"katakan padaku apa yang kau lakukan 3 tahun yang lalu" lanjut eomma tegas.

Tawa kecil pecah begitu saja dari mulut Gyu Na ahjumma setelah mendengar perkataan eomma, ia maju selangkah mendekati eomma dan menatap eomma lurus - lurus "apa yang akan ku dapatkan jika aku mengatakan semuanya padamu?" tanyanya menjebak. Eomma menurunkan pandangannya sejenak lalu meyakinkan dirinya dan menjawab pertanyaan itu yakin

"maaf, kau akan mendapatkan maaf dari semua orang yang kau sakiti"

nafas tidak percaya keluar dari mulut Gyu Na ahjumma "aku tidak butuh itu" tepisnya kasar, Gyu Na ahjumma menyunggingkan senyum miringnya "ada satu hal yang bisa kau berikan padaku, kau mau mendengarnya?" tawarnya licik.

Kepalan tangan eomma semakin mengeras, ia kembali teringgat akan kejadiaan 3 tahu lalu, saat Gyu Na ahjumma datang menemuinya yang terbaring lemah penuh luka bakar di rumah sakit. Kata - kata yang sama keluar dari mulut Gyu Na ahjumma hari itu "ada satu hal yang bisa kau berikan padaku, kau mau mendengarnya?" setelah mengatakan itu Gyu Na ahjumma mendekati telinga eomma dangan mengatakan jawabannya

"menghilanglah bagaikan abu yang terbawa angin" jawab eomma mendahului Gyu Na ahjumma.

Senyum puas tersungging lebar di bibir Gyu Na ahjumma, namun kali ini eomma tidak ingin kalah seperti 3 tahun yang lalu. Eomma menghembuskan nafas kecil dan tersenyum manis "aku akan menghilang, jika kau mengatakan padaku semua yang telah kau lakukan 3 tahun lalu, padaku, pada anakmu, dan juga pada Kyung Ji" tantang eomma berani. Mendengar keberanian eomma, Gyu Na ahjumma mengerutkan dahinya kecil, ia menatap eomma dari kepala ke kaki curiga "apa itu yang kau inginkan?" tanyanya hati - hati. Eomma tersenyum puas

"apa kau takut?"

Tawa lepas pecah dari mulut Gyu Na ahjumma "takut?" tanyanya menghina, "aku tidak akan pernah takut pada isi dunia yang lemah ini" lanjutnya sombong. Senyum eomma semakin melebar puas "lalu? Kenapa kau tidak mau mengatakannya padaku?" desak eomma

"baiklah, aku akan mengatakannya, lagipula kau telah menghilang bagaikan debu" timpalnya remeh.

Senyum puas tersungging jelas menghiasi bibir eomma, Gyu Na ahjumma yang tidak mempedulikan maksud dari senyum itu pun mulai membuka mulutnya membongkar semua rahasia yang tersimpan dalam hatinya selam ini. Hari dimana ia mengumumkan perceraiannya dengan Bae daepyonim karena ia kembali bertemu dengan appa, orang yang ia tinggalkan saat ia terpaksa melakukan perjodohan keluarganya. Gyu Na ahjumma yang awalanya tidak peduli pada Hyun Soo menjadi peduli setelah tahu bahwa kami dekat dan lawannya kali ini bukanlah ibuku. Tetapi kami, sepasang anak muda yang saling menyukai dan baru melewati waktu singkat bersama. Kemarahannya semakin memuncak ketika appa memilih kami dari pada dia, ia berusaha menyingkirkan semua yang menjadi penghalang jalannya termasuk aku, Hyun Soo, dan eomma. Mobil Gyu Na ahjumma melaju cepat untuk melihat semua yang kami alami waktu itu, awalnya ia tidak berniat menggangguku karena aku memutuskan untuk meninggalkan Hyun Soo. Namun Hyun Soo masih bersih keras tidak menerima kenyataan pahit ini, Gyu Na ahjumma menyuruh pada bodyguardnya membawa Hyun Soo pergi karena ia tidak bisa melakukan apapun pada pewaris HANSAN Group yang terkenal, jadi satu - satunya cara adalah membawa Hyun Soo pergi jauh jika bisa membuat Hyun Soo pergi meninggalkan Korea. Melihat aksiku yang berubah dengan cepat dan ingin menyelamatkan Hyun Soo membuatnya semakin panik, karena keserakahannya itu ia menginjak gas mobilnya cepat dan maju menabrakku keras lalu pergi begitu saja dengan rasa takut dan tubuh bergetar hebat, meninggalkanku yang tergeletak berlumuran darah di atas aspal yang dingin.

Saat itu, api terus membara menelan semua kenangan indahku termasuk orang yang kusayangi. Ketakutan terus menghantuinya, ia sangat cemas dan bayang - bayangku yang tergeletak berlumuran darah terus mengikutinya dimanapun, dan kapanpun. Ia sesekali mengunjungi Rumah Sakit melihat kondisiku dari jauh, namun kondisiku yang semakin membaik membuatnya kembali di butakan rasa takut, rasa takut akan kehilangan appa yang membuatnya menjadi buta akan hal yang ia sebut cinta.

000

Aku mematung di tempatku begitu saja, mendengar semua yang keluar dari mulut Gyu Na ahjumma. Tanganku mengepal keras meremukkan peta yang ku bawa sejak tadi, emosi semakin merasuk ke seluruh tulangku, aku hanya terdiam menatap kosong mendengarkan semua yang keluar dari mulutnya tanpa rasa bersalah sedikitpun. Hal yang sama juga terjadi pada Hyun Soo yang telah berdiri jauh di seberang kiri. Aku membalikkan badanku ingin meninggalkan tempat itu, namun langkahku terhenti melihat appa yang berdiri dengan kepala tertunduk dalam di belakangku entah sejak kapan. Appa menghembuskan nafas berat dari mulutnya sejenak

"mianhae Kyung Ji -ah" ungkapnya penuh penyesalan,

"mwoga?" tanyaku berusaha meyakinkan diriku bahwa ini tidak benar

"mianhae.." ulang appa lagi.

Pada suatu hari, aku pernah melamun dan membayangkan bagaimana jika ingatanku kembali atau bagaimana jika aku mendengar cerita masa laluku. Apa aku akan senang? Apa aku akan sedih? Atau apa aku tidak akan merasakan apapun? Tentu saja aku berharap aku akan merasa senang, aku bisa memeluk orang yang tidak ku ingat sebelumnya dengan perasaan ringan sambil menyapanya "lama tak jumpa" serta senyum manis menghiasi bibirku. Tetapi aku tidak membayangkan bahwa kenyataan tidak seindah bayanganku, untuk pertama kalinya aku ingin kembali pada saat aku tidak tahu apapun. Aku ingin kembali saat hidupku bermula dengan tawa eomma, appa, dan Yoo Ki oppa. Aku ingin kembali saat hidupku hanya bekerja bersama Seo Rin dan teman - teman timku. Tetapi, satu hal yang tidak ingin ku ulang kembali, aku tidak ingin kembali saat aku menjabat tangan Hyun Soo untuk pertama kalinya di ayunan malam itu. Aku menyesalinya, aku harap Hyun Soo juga menyesalinya sepertiku.

***