webnovel

Oh Baby (Romance)

#First_story_of_D'allesandro_klan "Kita harus bermimpi, namun tidak untuk hidup dalam mimpi" Sophia Alberta (18th) bekerja banting tulang untuk mencukupi kehidupannya semenjak ayah dan ibunya meninggal. Bukan hanya itu, Sophia juga kerap merasakan takut jika berdekatan dengan Gunner Anthony. Seorang mafia yang terobsesi dengannya. Hidup Sophia semakin susah saat seorang pemilik hotel tempat ia bekerja memperkosanya hingga hamil. Hingga suatu hari pria itu datang pada Sophia dan menawarkan pernikahan padanya. Bayi yang dikandung Sophia menjadi alasannya. Akankah pernikahan itu berjalan dengan bahagia seperti yang Sophia impikan ?? Menjadi istri dari seorang Edmund D'allesandro sang penguasa dunia bisnis ?? Sementara disisi lain ada pria yang sudah menjamin segalanya untuk Sophia, termasuk hatinya. Gunner Anthony, mafia pelindung Sophia.

Alianna_Zeena · Urbain
Pas assez d’évaluations
59 Chs

Bab 38

Vote sebelum membaca😘

.

.

Lexi mengatur napas menghilangkan rasa takut akibat ancaman pria tadi. Mencoba memikirkan apa yang terjadi dengan Sophia agar rasa takutnya enyah. Mengingat perkataan pria tadi yang berucap jika menyakiti lagi, berarti Daniel tidak berhasil untuk membunuh Sophia. Namun, Lexi masih berharap perempuan itu setidaknya terluka.

Lorong apartemen menyinari setiap langkahnya. Dia mengatur napasnya sebelum memasukan kode apartemen dan masuk ke dalamnya. Ruangan itu gelap, menandakan tidak ada siapa-siapa. Itu yang dipikirkan Lexi. Dia membuka sepatunya dan menyalakan lampu apartemen, membuat semuanya menjadi terang menyinari setiap langkahnya.

Lexi mengedarkan pandangan, mencari keberadaan seseorang di apartemen yang sepi itu.

"Edmund? Sophia?"

Lexi memanggil nama kedua orang itu berkali-kali. Tidak adanya jawaban membuat Lexi tersenyum, dia terdiam sesaat di dekat ruang televisi dengan otaknya yang menyumpulkam bahwa Sophia ada di rumah sakit.

"Hai."

Lexi membalikan tubuhnya seketika ketika mendengar suara seseorang. Matanya membulat saat dia melihat seorang pria yang sudah mengenakan piyama berjalan ke arahnya sambil memegang sebotol air minum.

"Siapa kau? Kenapa kau ada di sini?"

"Aku Santiago, kau bisa memanggilku San," ucap pria itu mengangkat tangannya untuk memberikan jabatan. Lexi masih menatapnya curiga membuat Santiago menggaruk alisnga yang tidak gatal. Mendapat tatapan membunuh dari wanita itu membuatnya tidak nyaman. "Aku teman Edmund, dia mengizinkanku untuk tinggal di sini."

"Bagaimana aku bisa percaya padamu?"

Santiago menghela napasnya, dia melangkah mengambil ponselnya yang memang tergeletak di sofa yang ada di depan televisi. Dia memperlihatkan layar ponsel itu pada Lexi, menggeser tiap gambar yang menunjukan kebersamaannya bersama Edmund. Foto-foto saat mereka berlibur bersama yang lain.

"Mungkin saja kau memanfaatkan foto itu untuk memperdayaku."

Tawa Santiago pecah seketika, dia memasukan ponselnya ke saku celana piyamanya. "Ku bisa menghubunginya jika tidak percaya, Nona."

"Dimana mereka?" Lexi mengadahkan kepalanya, menatao ke lantai dua yang sebagian ruangannya masih gelap.

Kening Santiago berkerut. "Siapa?"

"Tentu saja Sophia dan Edmund, apa mereka berada di rumah sakit?"

Tanpa Lexi sadari, Santiago menyunggingkan bibirnya membentuk senyumam maut. Dia merubah ekspresinya saat mata wanita itu beralih padanya. Santiago menggeleng. "Tidak, bukan rumah sakit. Mereka menginap di rumah SergĂ­o," jawaban Santiago tidak memuaskan Lexi, mata wanita itu menatap tidak percaya.

"Kenapa kau menyimpulkan mereka ada di rumah sakit?"

Lexi terkekeh menghilangkan raut wajah terkejutnya. "Aku hanya menerka, Sophia sedang mengandung, mungkin saja dia mendapatkan masala dengan kandungannya, mengingat dia adalah wanita yang suka tinggal di rumah. Menurutku."

"Apa kau berharap seperti itu?"

Pertanyaan Santiago membut Lexi memudarkan senyuman. Dia menggantinya dengan tatapan datar. "Aku bilang, aku hanya menerka."

"Oke, kalau begitu siapa namamu dan kenapa kau bisa di apartemen temanku?"

"Aku Lexi D'allesandro, adik dari SergĂ­o. Ada lagi yang ingin kau tanyakan?"

Santiago menyilangkan tangannya di depan dada sambil menggeleng pelan. "Astaga, jadi Edmund keponakanmu?"

"Bisa dibilang seperti itu."

"Ya, Edmund memang pernah bercerita bahwa dia memiliki seorang bibi muda yang begitu cantik."

Mata Lexi membulat, senyuaman bahagianya tidak bisa ditahan. Membuat Santiago mengamati setiap perubahan ekspresi wajahnya agar dia bisa mengetahui keadaan Lexi dari bahasa tubuhnya. Dan setiap gerakan yang dilakukan wanita itu, meyakinkam Santiago bahwa dia masih belum sembuh dari ketertarikam berlebih pada keponakannya.

"Apa saja yang dia ceritakan padamu?"

"Tidak banyak,dia hanya mengatakan itu saja."

Lexi mendengus pelan. "Dimana kamarmu?"

"Di sebelah kamarmu, mungkin."

Lexi menyelipkan anak rambutnya ke belakang telinga dengan tatapan terkunci pada mata Santiago. "Kau tidak boleh menggangguku di kamar. Mengerti?"

Tanpa menunggu jawaban pria itu, Lexi melangkah meninggalkannya. Membuat Santiago membalikan badan menatap tubuh bagian belajang Lexi dengan tatapan yang sulit dibaca.

Setelah wanita itu benar-benar menghilang di balik kamarnya, Santiago menghubungi Edmund dengan kaki melangkah menuju balkon yang ada di lantai satu.

"Kenapa kau menghubungiku?!"

Suara Edmund yang meninggi membuat Santiago menjauhkan ponsel itu dari telinganya sesaat dengan kening berkerut, memstikan dia menghubungi nomor yang benar.

"Kenapa kau berteriak?"

Terdengar suara helaan napas dari sana. "Langsung saja pada intinya. Ada apa?"

"Aku rasa Lexi ada di balik insiden yang menimpa Sophia."

"Aku sudah menduganya sejak awal," ucap Edmund diakhiri dengan umpatan kasar. "Apa dia di sana sekarang?"

"Ya dia di sini. Apa kau sudah mendapatkan bukti?"

"Tidak, belum, aku akan mendapatkannya dan membuat wanita itu kembali ke Argentina dengan Marxel."

Santiago mengangguk-anggukan kepala. "Kapan kau akan kembali?"

Terdengar suara bersin Edmund sebelum dia menjawab. "Ada apa memangnya?"

"Kau ingin Lexi pergi dari apartemenmu bukan? Aku membutuhkan keberadaan istrimu."

"Apa yang kau rencanakan?"

"Aku akan membuatnya terjebak dengan rencananya sendiri."

"Aku tidak ingin istriku terluka."

Santiago terkekeh. "Tenanglah, aku tahu apa yang orang-orang seperti Lexi pikirkan."

***

Bersambung