Saat ini Natasya sedang duduk di taman ditemani oleh pria asing yang tidak ia ketahui, hanya saja pria itu mengatakan kalau ia dan pria itu bertemu di basecamp kami kemarin.
Sebenarnya Natasya tidak terlalu suka jika ada orang lain yang duduk di sampinya di saat ia memiliki masalah seperti ini, Natasya datang ketaman ini untuk menenangkan diri bukan untuk mencari teman ngobrol seperti yang dilakukan pria asing di sampingnya.
Pria asing yang saat ini duduk di samping Natasya sedang bercerita tentang percintaannya yang kandas, Natasya hanya mendengarkan tannpa tahu harus menjawab apa karena dirinya juga tidak paham tentang percintaan.
"Sakit yang saat ini saya rasakan ketika tahu jika pacar saya akan menikah dengan orang lain." Ucap pria asing itu.
"Bahkan status kami masih pacaran, hanya karena orangtuanya tidak setuju dengan hubungan kami, dirinya harus dijodohkan dengan orang lain." Sambung pria asing dengan melihat handphonenya yang berbunyi sejak tadi.
"Pacaran dilarang agama." Jawab Natasya asal.
"Kamu tidak merasakan apa yang saya rasakan makanya kamu bisa bilang seperti itu." Ucapnya dramatis.
"Ya... saya memang tidak tahu apa yang Mas rasakan, di sini yang memiliki masalah percintaan itu Masnya bukan saya." Ungkap Natasya kesal.
Dari yang Natasya lihat pria yang duduk disampinhnya masih sibuk dengan handphonenya, pria itu ragu akan menjawab panggilan dari seseorang yang sedang menelponnya atau mengabaikannya seperti yang dilakukannya sejak tadi. Natasya berpikir jika yang menelpon pria asing itu adalah kekasihnya yang akan menikah.
Mengapa orang dewasa selalu di pusingkan dengan hubungan percintaan, Natasya berdoa semoga ketika ia dewasa tidak akan di pusingkan dengan percintaan seperti kebanyakan orang. Sudah tahu akan sakit hati tetapi lebih memilih untuk pacaran, kalau memang sudah mapan lebih baik menikah daripada menyakiti diri sendiri.
Pria asing itu pergi meninggalkan Natasya untuk menjawab panggilan, dan saat ini Natasya masih meihat handphonenya ia ragu tetapi sampai kapan hal ini akan ia tutupi. Natasya ingin menghubungi Raka atau tidak Alfi tetapi ia takut akan mengganggu waktu mereka.
Pilihannya jatuh untuk menelpon Ambar dan hal itu masih tidak dilkukan Natasya karena ia takut Ambar akan tahu jika ia tidak kuliah dia UIN seperti yang ia ucapkan.
'Kenapa ingin kuliah saja membuat kepalaku pusing? Dan Kenapa orang-orang kalau ingin kuliah tinggal mendaftar saja tanpa memikirkan hal yang tidak tentu seperti diriku? Mengapa diriku memilih kuliah harus sesulit ini, aku harus berdebat dengan orangtuku terlebih dahulu dan juga harus jujur kepada teman-temanku.' Beberapa pertanyaan muncul di kepala Natasya.
Pada akhirnya Natasya hanya bisa menangis di taman, ia tidak peduli dengan orang-orang yang berada di sekitarnya, mereka semua pada merasa aneh melihat Natasya yang tiba-tiba saja menangis.
Natasya tidak lagi berpikiran akan malu karena menangis di tempat umum seperti saat ini, ia hanya ingin melepaskan apa yang sejak tadi mengganjal dalam dirinya.
Natasya tidak sadar jika pria asing yang tadi pergi meninggalkannya saat ini sudah berada disampingnya dan memberikan sapu tangan padanya.
"Hapus air mata kamu." Ucapnya dengan lembut.
Natasya masih belum mengambil sapu tangan milik pria itu, ia lebih memilih menundukan kepalanya.
Sebelum pria itu datang ia tidak malu menangis sendirian di taman tetapi setelah pria itu datang ia menjadi malu dan tidak berani memperlihatkan wajahnya. Natasya pelan-pelan menegakkan kepalanya dan mengambil sapu tangan yang diberikan oleh pria itu, ia segera menghapus air matanya dengan sapu tangan pemberian pria asing itu.
"Kalau kamu ada masalah kamu boleh menangis, tetapi tidak di tempat umum seperti ini." Ucapnya yang menghapus sisa-sisa air mata Natasya.
"Apakah Mas pernah menangis?" Tanya Natasya pelan.
"Pernah, saya menangis ketika cahaya dalam hidup saya pergi jauh dikarenakan kesalahan yang saya buat sendiri." Jawabnya tersenyum.
"Apakah dia sangat berharga?" Tanya Natasya penasaran.
"Dan apakah kamu menangis ketika kekasihmu menikah dengan orang lain?" Sambung Natasya.
Pria asing itu hanya tersenyum ketika Natasya bertanya, mungkin pria itu tidak ingin membicarakannya kepada orang asing seperti dirinya. Lagipula Natasya dan pria itu tidak saling mengenal dan mereka baru bertemu dua kali.
Bisa saja pria asing ini Om-om pedofil yang ingin menculiknya dan menjual dirinya seperti berita yang sedang marak akhir-akhir ini.
Natasya tidak kepikiran jika sekarang lagi musim Om-om yang menggoda anak SMA setelah itu diberi iming-iming akan dikasih uang.
Natasya langsung menjaga jarak dari pria asing itu, pria itu merasa heran karena melihat Natasya yang tiba-tiba saja menjauh.
Bukannya marah pada Natasya pria itu lebih memilih tertawa ketika Natasya menjauh dari pria itu.
"Kamu pikir saya pedofil." Ucapnya yang membuat Natasya terkejut, mungkinkah pria ini bisa membaca pikiran Natasya?
"Maaf mas bukannya bermaksud suudzon, habisnya Mas kita bertemu baru dua kali dan Masnya sudah sok akrab dengan saya." Jelas Natasya.
"Saya juga heran, mengapa saya bisa akrab dengan kamu." Jawabnya bingung.
Natasya kesal dengan jawaban pria asing itu, kalau pria itu saja bisa bingung apalagi dengan Natasya yang tidak mengenal dan tidak terlalu suka ikut campur dengan kehidupan orang lain.
"Terima kasih." Ucap Natasya pelan. Natasya mengucapkan terima kasih atas sapu tangan yang diberikan oleh pria asing yang saat ini masih duduk di sampingnya.
"Iya sama-sama, itu ada penjual minuman." Tunjuknya kearah pinggir jalan.
"Mau saya belikan atau kamu ingin membelinya sendiri beli?" Tanyanya kepada Natasya.
Natasya masih ragu untuk menerima kebaikan dari pria sing itu tetapi jika ditolak sayang juga, jadi ia memutuskan untuk menerimanya saja, lagi pula ia malas berjalan menjumpai abang penjual karena matanya terlihat sembab akibat menangis.
"Kalau Mas tidak keberatan silahkan Mas, jangan lupa Mas jajanan juga."
Sembari menunggu pria asing yang sedang membelikan jajan untuknya, Natasya memilih untuk memainkan handphonenya, tidak ada yang menarik dari handphonenya karena hanya handphone Nokia jadul. Natasya hanya memastikan jika Ayahnya tidak meneleponnya karena ia pergi begitu saja tanpa pamit.
Setelah 15 menit pria itu datang membawa 2 cup coffee blend dan juga ada beberapa jajanan. Lumayan banyak juga jajanan yang dibeli pria itu. Natasya takut jika ia disuruh membayar semua makanan yang dibawa pria asing ini karena dirinya saat ini tidak banyak membawa uang.
"Semuanya lima puluh ribu." Ucapnya yang langsung membuat Natasya tersedak minuman yang sedang ia minum.
"Uhuk.. uhuk.., jadi ini semua saya yang bayar?" Tanya Natasya terbatuk.
"Minum dulu yang bener." Ucapnya yang memberikan minuman Natasya tadi.
Natasya langsung meminum minuman miliknya hingga tersisa setengahnya, lalu ia menatap pria asing itu untuk meminta penjelasan tentang beberapa makanan yang pria itu beli dan mengapa Natasya yang harus membayar semuanya.
Natasya menatap pria itu tajam dan pria itu kembali menatapnya dengan tersenyum puas. Natasya tidak tahu maksud dari senyum pria asing itu yang seolah-olah ia berhasil mengerjai dirinya.
"Saya hanya bercanda tentang membayar makanan." Ucapnya tertawa.
'Alhamdulillah akhirnya uang jajanku masih aman.' Batin Natasya.
"Bercandanya nggak lucu Mas." Ucap Natasya pura-pura marah.
"Kalau tadi saya tersedak terus mati bagaimana Mas." Sambung Natasya berlebihan.
"Kamu itu tersedak minuman bukan tersedak ban mobil." Ucapnya membuat lelucon.
Ketika Natasya menikmati makanan yang dibelikan oleh pria itu, dan tidak tahu mengapa tiba-tiba saja dia bertanya.
"Kenapa kamu menangis?" Tanyanya.
"Hak saya dong kalau mau menangis." Jawab Natasya santai.
"Setiap orang menangis pasti ada sebabnya, tidak mungkin tiba-tiba saja menangis. Kecuali orang gila yang suka menangis dan tertawa tiba-tiba." Ucapnya menyindir Natasya.
"Oh Masnya mau bilang kalau saya orang gila." Teriak Natasya tidak terima dikatakan gila.
"Saya tidak bilang kalau kamu gila, kamu sendiri yang menyimpulkan." Jawabnya santai dengan memakan bakso yang di belinya.
"Mas pernah nggak kesal sama orangtua Mas?" Tanya Natasya.
"Setiap anak pasti akan merasa kesal kepada orangtuanya jika ada hal yang ingin kita lakukan tetapi mereka melarang kita. Tetapi ketahuilah alasan mereka melarang kita itu untuk kebaikan diri kita hanya saja kita yang merasa tidak adil." Jelasnya yang membuat Natasya merasa bersalah.
"Kamu ada masalah sama orangtua kamu?" Tanyanya dengan memberikan bungkusan bakso kepada Natasya.
"Bukan masalah besar Mas, hanya permasalahan tempat kuliah." Jawab Natasya mengambil bakso yang diberinya.
"Pasti orangtua kamu ingin kamu kuliah di sekitar kota ini!" Tebaknya.
"iya Mas, tetapi saya tidak suka Mas. Saya sudah janji dengan teman-teman saya jika saya akan kuliah dengan mereka."
"Kalau kamu ikut teman-teman kamu ada jaminan kamu akan aman di sana, atau nggak kamu bisa sukses di universitas itu?" Tanyanya yang membuat Natasya berpikir ulang.
Setelah pertanyaan itu keluar Natasya langsung memikirkan ulang. ia setuju dengan perkataan pria ini yang mengatakan jika ia ikut teman apakah ia bisa sukses. Bukankah kunci sukses itu ada pada diri kita sendiri, jika kita hanya ikut teman maka ia tidak punya tujuan.
"Renungkanlah perkataan saya dan kamu hubungkan dengan permintaan orangtua kamu. Saya lebih dulu diposisi kamu jadi saya tidak ingin kamu terjerumus oleh kata teman yang pada akhirnya tidak dapat membantu kamu." Ucapnya dengan penuh nasihat.
Sepulangnya nanti Natasya akan meminta maaf kepada orangtuanya, ia selama ini tidak bersyukur atas nikmat yang dibrikan oelh sang pencipta yang ia lakukan hanya mengeluh saja tanpa berpikir untuk berterima kasih.
Masih banyak orang-orang diluar sana yang ingin kuliah tetapi tidak memiliki biaya, bahkan untuk makan esok hari saja mereka harus berpikir lagi. Dan tugasnya disini hanya untuk belajar mengapa harus menambahkan beban pikiran lagi untuk orangtuanya.
"Mas terima kasih motivasinya." Ucap Natasya tersenyum.