Bu Rati Berada di Ruangannya. Dia sibuk dengan laptop dan berkas fisik yang ada disana. Dering telepon dibiarkan begitu saja beberapa menit. Sampai akhirnya Bu Rati menjawabnya.
"Selamat pagi." kata Bu Rati.
"Pagi pak, maaf sebelumnya tapi, apa bapak punya waktu sebentar?" Kata Pak Sumi dalam telepon.
"Ya." jawab Bu Rati singkat.
itu memang telepon dari Pak Sumi, tapi Pak Sumi sendiri tidak tahu sedang berbincang dengan siapa.
"Baiklah, ee aku ingin kamu membantu ku... lagi. Sebenarnya baru-baru ini ada kasus pembunuh berantai, motifnya... tidak di ketahui dan terkesan acak. Satu-satunya yang bisa saya simpulkan adalah pembunuh ini menggunakan racun, tapi setelah di autopsi tidak ditemukan bukti jika kematiannya menggunakan racun, melainkan menggunakan benda tajam." Kata Pak Sumi dalam telepon.
"Hmm, tidak biasa kau hanya mengandalkan asumsi mu, bukan fakta dan data." Kata Bu Rati yang berlagak seperti orang lain.
"Tapi menurutku, aku dengar baru-baru ini ada lonjakan kasus autopsi salah satu rumah sakit di Surabaya, sama seperti katamu, setelah pemeriksaan dilakukan, mereka (para korban) tidak mempunyai darah. Melalui kenalan ku, aku sangat yakin jika itu adalah sianida." Lanjut Bu Rati.
"Ka-kau, bagaimana?" Kata Pak Sumi kebingungan.
Pak Sumi terkejut mendengarnya.
"Yah, darah yang terkuras habis menjadi pemikiran pertama ku, tapi, ada hal lain yang membuatku yakin." Kata Bu Rati.
"Itu, mereka yang di autopsi dengan kondisi darah yang terkuras habis, adalah korban kejahatan. Mungkin kau juga sudah mengetahuinya, tapi perabotannya tidak berantakan kan?" Lanjut Bu Rati.
"...Aku tidak tahu siapa kau. Aku sangat berterima kasih kepadamu selama ini. Terlebih saat kasus rumah bordil itu. Maaf mungkin ini adalah ancaman, tapi jika kau mencuri data dari kepolisian, aku sendiri yang akan memasukkan mu ke penjara." Kata Pak Sumi.
"Tidak, tidak, aku tidak melakukannya dengan melanggar hukum, percayalah. Perasaanku mengatakan jika pembunuh ini dekat, tidak butuh waktu yang lama sampai dia datang kepadamu. Hm, Sedikit saranku, mungkin kau bisa menggunakan seseorang untuk umpan. Kau tahu sulit menangkap ikan di lautan lepas jika hanya mengandalkan tali dan kail ." Kata Bu Rati.
"Umpan? bagaimana?" Tanya Pak Sumi.
"Sianida. Tidak salah lagi jika ada diantara para korban yang menggunakan ubi." Kata Bu Rati.
"..." Pak Sumi diam tanpa menutup telepon.
"Kenapa simpulanmu selalu sama dengan ku?" Lanjut Pak Sumi.
"Hanya kebetulan. Lagi pula dari narasumberku, aku dapat melihat hasil autopsi itu. Satu hal yang pasti dilewatkan saat proses autopsi standar di rumah sakit adalah pemeriksaan jaringan dan selular, atau lebih tepatnya pemeriksaan jaringan feses. Narasumberku memeriksa kotoran itu sekali lagi dan melihat sisa serat organik. 50% adalah ubi." Kata Bu Rati.
"Baik lah, sekali lagi terima kasih." Kata Pak Sumi.
Pak Sumi terdengar sangat lega.
"Ya.. ah bagaimana kabar anak itu?" Tanya Bu Rati.
"Ampun, jadi kau juga tahu tentang Marie? Siapa kamu sebenarnya? ya dia di rumahku sekarang, baik-."
Telepon dimatikan oleh Bu Rati. Agaknya dia terlalu banyak berbicara, begitu pikir wanita itu.
Ada satu hal yang dirahasiakan Bu Rati dari semua orang. Itu adalah status Bu Rati. Bu Rati memang merupakan dokter spesialis, tapi dia juga merupakan orang yang membantu Pak Sumi dalam penyelidikan.
Pertama adalah saat penyergapan polisi di rumah bordil yang saat itu didengungkan oleh Pak Sumi ke Pak Warno. Dimana saat penyergapan itu kepolisian berhasil menangkap Pak Sunandar dan Marie. Itu semua berkat Bu Rati yang diam-diam melakukan sedikit penyelidikan. Bu Rati bisa mendapat data kepolisian dari Laptop suaminya dan berkas Autopsi dari kantor. Wanita itu masih punya cukup wewenang untuk melihatnya.
Berkas-berkas yang dibuka di laptop adalah berkas hasil autopsi para korban yang dilakukan oleh tim dari Bu Santi. Bu Rati bisa mendapatkan berkas itu dari Mbak Desi (dokter koas) yang ikut andil dalam autopsi itu. Mbak Desi disuruh oleh Bu Rati untuk melakukan pengautopsian tambahan, yang berbuah diketahuinya ubi di feses. Oleh Mbak Desi, Hal ini baru akan diberitahukan ke Bu Santi nanti sore.
Pak Sumi sampai saat ini menyangka jika orang yang menjadi lawan bicaranya (Bu Rati) adalah seorang laki-laki. Berkat ponsel jadulnya, Pak Sumi selalu kesulitan saat dia akan meretas ataupun melacak untuk mengetahui posisi telepon. Selain itu karena ponsel jadul, sulit mengetahui data alamat IP untuk mengetahui jenis gawai yang digunakan. Selain itu telepon genggam ini masih mendukung voice changer (sebuah fitur yang di tahun ini dilarang oleh semua negara), Bu Rati bisa berganti suara seperti suara seorang bapak-bapak.
Setelah itu akhirnya pesan Bu Rati dijawab. Pak Sumi berkata jika Marie baik-baik saja. Pada pesan tersebut juga dikatakan bahwa Dia pulang ke rumah karena melihat Marie jatuh. Ternyata rasa khawatir Bu Rati terbukti, bahwa ada yang tidak beres dengan Marie di Rumah.
Mendengar jika Marie baik-baik saja, membuat Bu Rati lega. Bu Rati mendapati dirinya sendiri sedang senyum-tersenyum karena perasaan itu. Tapi dia berpikir mungkin dirinya terlalu keras terhadap Pak Sumi pagi tadi. Toh karena CCTV juga Pak Sumi kembali ke rumah, CCTV yang membuatnya tadi naik pitam.
Lain halnya dengan Bu Rati, dari sisi Pak Sumi, beliau menelepon nomor 'informannya' - yang tidak lain adalah Bu Rati- sesaat setelah Pak Sumi selesai dengan Marie. Selain untuk berdiskusi tentang pelaku pembunuhan, Pak Sumi diam-diam berusaha melacak informannya itu.
Suatu kenyataan jika sang informan tidak diketahui identitasnya, dia bukan merupakan anggota kepolisian, bahkan pak Warno sendiri tidak tahu jika selama ini Pak Sumi dibantu oleh seseorang.
Sang mentari telah purna menyelesaikan tugasnya hari ini. Berganti rembulan yang bersinar tenang dan berakhirlah shift hari ini.
Bu Rati pulang dengan mobilnya. Sedangkan seperti biasanya Pak Sumi akan pulang dengan naik gojek (1). Pulang ke rumah, Bu Rati mendapati suasana rumah lebih hidup dari pada biasanya. Ketiga penghuni rumah lainnya sedang berada di kamar Marie untuk merawat anak itu disaat dia tertidur.
Sebelumnya salam Bu Rati (saat baru masuk di pintu depan) tidak dijawab oleh penghuni rumah. Lalu Bu Rati tidak langsung masuk ke kamar melainkan berdiri di samping pintu dan mengintip mereka ber-tiga.
"Ternyata orang tua itu masih bisa tertawa lepas." Batin Bu Rati.
"Mbak Tua!" teriak Lili.
Lili tiba-tiba teriak ketika melihat Bu Rati berada di depan pintu.
"Kan Sudah aku bilang." Kata Bu Rati masuk ke dalam.
"Nama mbak tua ini adalah Bu Rati." Kata Bu Rati sambil menggelitik perut kurus Lili.
Kemudian Bu Rati mengucap salam sekali lagi baru kemudian dijawab oleh mereka berdua.
Hanya bahagia yang menyelimuti mereka saat itu. Marie yang tertidur pun terlihat sedikit lebih nyenyak daripada biasanya. Kemudian mereka makan malam layaknya sebuah keluarga. Untuk beberapa saat, Lili melupakan Ayahnya.
Larut malam, Lili disuruh segera tidur oleh Pak Sumi. Bukan hanya itu alasannya tapi ada alasan lain yang disembunyikan Pak Sumi. Itu adalah kematian ayahnya. Saat Pak Sumi kembali lagi ke kantor setelah menyelamatkan Marie, Pak Sumi diberitahu oleh Pak Warno akan kematian ayah Lili di luar negeri.
Pak Warno akan mengambil cuti begitu pula Pak Sumi. Mereka berdua akan ke luar negeri untuk melihat dan membawa sendiri jasad ayahnya Lili. Mengingat mereka berdua adalah anggota polisi, tidak butuh waktu yang lama untuk mengurus paspor dan surat-surat penunjang yang lain.
Malam ini juga Pak Sumi memberitahukan hal ini kepada Bu Rati. Bu Rati terkejut mendengarnya. Mereka berdua memang tidak pernah melihat ayahnya Lili seperti apa, tapi pasangan suami istri itu memikirkan nasib Lili kedepan setelah hari ini.
"Untuk itu, besuk aku sama Warno akan terbang ke Malaysia." Kata Pak Sumi.
"Ya, tapi bagaimana dengan Lili dan Marie?" Tanya Bu Rati.
"Hari ini mereka baik-baik saja kan?" Kata Pak Sumi.
"Kan katamu Kamu harus ke rumah tadi?" Kata Bu Rati.
"Tidak setiap hari kejadian itu ada kan. Lagipula besuk bukannya kamu senggang? Nanti aku install aplikasinya ke HP-mu." Kata Pak Sumi.
"Oh, Iya pak." Kata Bu Rati.
Bu Rati merasa bersalah jika dirinya tetap berdebat dengan Pak Sumi. Dia merasa malu karena kejadian pagi ini.
"Iya pak, Lili sama Marie akan baik-baik saja kok, Bapak ke Malaysia saja." Kata Bu Rati setelah diam beberapa saat.
tiba-tiba Lili berada di depan kamar yang masih terbuka. Baik Bu Rati dan Pak Sumi memang belum menutup pintunya.
"Lili.. Nak kamu harusnya sudah tidur sekarang." Kata Bu Rati.
Bu Rati beranjak dari kamar dan menghampiri Lili yang berdiri di depan pintu. Anak itu tidak masuk ke dalam.
"Ehehe, karena Lili haus jadi Lili ambil minum dulu di kulkas, ah tapi tak apa! Lili sama Marie akan baik-baik saja berdua di rumah. Silakan bapak ke Malaysia." Kata Lili.
Lalu Lili melanjutkan dengan nada sedu, "kalau misalnya ayah Lili ada disana, tolong tanyakan kapan akan pulang..."
Pak Sumi dan Bu Rati saling menatap. Mereka aman. Lili ternyata tidak mendengar berita tentang kematian Ayahnya.
"Ee...y..aa.. yaa, nanti kalau 'bapak ini' bertemu dengan ayah Lili, 'bapak ini' akan menegurnya untuk pulang ahaha." Kata Bu Rati.
"Benarkah itu?" Kata Lili bersemangat.
"Oh, pasti itu!" Kata Pak Sumi.
"Untuk itu, Lili jadi anak pintar dan cepat tidur ya, ayo ibu antar." Bujuk Bu Rati.
"Um!" Kata anak itu bersemangat.
Kemudian Bu Rati mengantarkan anak itu ke ranjangnya. Lima menit kemudian Bu Rati kembali ke kamanya. kali ini pintu kamar ditutup.
"Pak, aku memikirkan ini, tapi-" Kata Bu Rati terhenti.
"Bagaimana jika kita mengadopsi Lili juga?...ya, maaf jika ini terlalu egois bagimu." Lanjut Bu Rati.
"Hah... ya apa boleh buat. Tapi kedepannya Lili harus diberi tahu kebenarannya." Kata Pak Sumi.
"Ya, lagi pula pak, lagi pula anu, jika kita menyerahkan Lili ke Warno kan kita, kita kan tidak punya pembantu kan, lagi pula Marie juga kelihatannya sayang sama kakak barunya itu." Kata Bu Rati.
"Ahaha bicaramu kacau Kau tahu. Mereka berdua lengket seperti lem castol ahaha. Ya Kita akan mengadopsinya. Baiklah, besuk ibu shift siang kan?" Tanya Pak Sumi.
"Iya, kenapa pak?" Jawab Bu Rati.
"Tidak. Tapi aku harus berangkat pagi-pagi untuk ke kantor, jam 9 pagi tiket ku. Nanti diantar sama anak kantor, jadi ya... aku harus segera tidur." Kata Pak Sumi.
Kemudian Pak Sumi bangkit dari posisi tidur di ranjang, bangun, dan membawa bantal, guling dan sarung untuk pergi ke ruang tamu. Pak tua itu memang berencana akan tidur di sofa tamu malam ini. Sampai di depan pintu, Lengan baju Sumi ditarik dari belakang oleh Bu Rati. Bu Rati menunduk.
"Maaf pak." Kata Bu Rati.
"Maaf? Ah ahaha memang aku yang salah membeli barang yang tidak perlu. Oh iya, besuk sekalian aku pasang aplikasi CCTV-nya ke telepon genggammu. Lagi pula sayang kan, kalau sudah dibeli tidak digunakan." Kata Pak Sumi sambil menguap.
"Maaf aku tadi terlalu, em." Bu Rati memalingkan wajahnya.
Wanita itu ingin sekali berterima kasih kepada Pak Sumi karena CCTV yang dipasang itu Pak Sumi pulang ke rumah.
"Anu, malam ini tidur disini saja ya, ehehe." Kata Bu Rati.
Lalu Pak Sumi tidak jadi tidur. Mereka berdua melakukan sesuatu yang hanya bisa dilakukan oleh suami istri untuk Program Kehamilan Bu Rati.
(1) Gojek: Sebuah aplikasi di telepon pintar yang bisa digunakan untuk memesan ojek secara dalam jaringan (Online).
(X) lalu mereka berdua melakukan sesuatu yang hanya bisa dilakukan oleh suami istri untuk program hamil bu rati... berpura-pura menjadi magnet kutub utara dan selatan.