"Marie.." Kata Lili.
Lili tenggelam dan kehilangan kesadarannya. Dirinya sekarang di dalam sesuatu yang gelap. Kelam, hingga tidak terlihat sesuatu apa pun. Lili tidak bisa lagi merasakan tangan dan kakinya, badannya sendiri entah dimana.
Lili merasakan mimpi yang aneh. Dia seperti sedang merasakan 'astral projection' (3). Lili tidak punya apa-apa tapi bisa melihat apa-apa miliknya. Seakan rohnya keluar inang dan kemudian masuk ke dalam tubuh yang lain. Tubuh itu, tubuh milik Marie. Lili berusaha menolak masuk ke dalam tubuh yang ada di depannya, sebuah tubuh tanpa roh. Roh yang berusaha menarik Lili masuk ke dalam tubuh itu ialah roh putih bercak hitam yang ada di samping tubuh itu.
Lili sangat ingin berkata tidak. Dia tidak ingin masuk ke dalam tubuh itu, karena bukan tubuhnya. Tapi Lili tidak dalam kondisi bisa menawar disini. Lili terus dipaksa masuk ke dalam tubuh tersebut.
Dekat sekali. Hingga pucuk hidung tinggal se-jengkal. Lili menoleh kearah Roh yang ada di dekat tubuh itu. Kini wajahnya terlihat. Itu adalah wajah Marie. Roh Marie-lah yang menyuruh Lili untuk masuk menggantikannya di tubuh itu. Lili seakan pasrah dan tak punya pilihan jika itu memang kemauan Marie. Akhirnya Lili Masuk ke dalam tubuh Marie.
...
Operasi yang memakan waktu hingga 5 hari itu akhirnya selesai. Setelah penyambungan otak dilakukan oleh tim dokter, maka berakhirlah operasi tersebut. Tentu Marie tidak bisa langsung bangun, tubuh anak itu perlu waktu beberapa jam atau mungkin hari untuk melakukan penyesuaian atas datangnya bagian tubuh yang baru.
Marie tergeletak di ruang ICU, setelah sebelumnya di kamar pasien. Selain itu setengah dari dokter yang menangani operasi Marie harus menjalani perawatan karena bekerja terlalu keras. Selain itu satu dokter harus mengembuskan napas terakhir karena kecapaian. Tak terkecuali Bu Rati yang sekarang sedang tertidur pulas diatas ranjang pasien.
Ruangan yang sama dengan ruangan yang ditempati Bu Rati dulu saat penyakit lambungnya kambuh. Wanita itu baru sadar setelah tiga hari tidur diatas ranjang. Bu Rati yang bangun, linglung dan bingung melihat ada Pak Sumi disampingnya. Suami wanita itu sedang tidur dalam kondisi duduk di sampingnya. Refleks tangan Bu Rati menggenggam jemari orang yang telah 5 tahun menemaninya itu.
Gelap dan malam yang dilihat Bu Rati, membuatnya semakin ingin untuk tertidur. Angan tidur pulasnya buyar ketika Ia ingat apa yang membuatnya tertidur seperti ini. Yaitu Marie. Bu Rati mencoba bangun dan duduk. Didapatinya jarum infus masih menancap pada tangan kanannya. Tatkala Bu Rati duduk, Pak Sumi terbangun dan menghentikan tingkah Istrinya yang ingin melepas paksa jarum itu.
"Aku harus di tempat Marie sekarang pak! bagaimana dengan operasi anakku!?" Bu Rati panik.
" Operasi apa? sudah selesai, kamu tidur selama 3 hari setelah selesai." Kata Pak Sumi yang masih setengah mengantuk.
"Tiga hari!? bagaimana kondisi Marie sekarang?" Tanya Bu Rati.
"Tenangkan dulu pikiranmu, sudah Marie tidak apa-apa." Jawab Pak Sumi.
"Kalau begitu apa operasinya berhasil?" Tanya Bu Rati.
"Ya." Jawab Pak Sumi singkat sembari memegang pundak Bu Rati.
Pak Sumi menyuruh Bu Rati untuk tidur kembali. Bu Rati tenang dan menuruti suaminya. Dia tertidur sambil menggenggam tangan suaminya.
Pagi esok hari, Bu Rati tak sabar ingin segera menemui anaknya. Tidur 3 hari membuat kakinya lemas, sampai Ia membutuhkan kursi roda untuk berjalan. Mereka berdua akhirnya sampai di depan ruang ICU, ruangan dimana Marie sekarang tidur. Terlihat oleh Bu Rati, jika anak itu masih terhubung dengan selang di sekujur badannya. Jendela menjadi perantara Bu Rati dan Marie. Bu Rati ingin masuk ke dalam. Namun, baru saja membuka pintu, Bu Rati dihadang oleh Desi, Dokter yang sedang menjalani KOAS dibawah panduan Bu Rati.
"Maaf pak, bu, tapi anda tidak bisa masuk ke dalam ruang ini. Saat ini sedang tidak ada jam besuk." Desi berkata kepada Pak Sumi.
Baru saja Pak Sumi akan menjawabnya, tapi dia tidak jadi bilang karena Bu Rati menyahutnya.
"Loh Desi!" Kata Bu Rati yang sedang duduk di kursi roda.
"Ibu Rati!? Ah iya." Desi baru menyadari jika orang yang sedang di kursi roda itu adalah Bu Rati.
"I-iya bu maaf, silakan masuk!" Kata Desi yang langsung membolehkan mereka masuk ruang ICU.
Saat berada disana, mereka benar-benar melihat dengan jelas kondisi Marie. Bukan hal pertama bagi Pak Sumi untuk kesini, tapi hal yang pertama bagi Bu Rati karena Ia harus pingsan karena lelah yang ia rasa. Sebuah kenyataan bahwa Pak Sumi-lah yang mengurus Marie sejak Bu Rati Pingsan. Pak Sumi, untuk kesekian kalinya melihat anak itu sedang terbaring di ICU.
Mereka masuk ke dalam. Bu Rati mendorong kursi rodanya sendiri ke samping Marie, sedang Pak Sumi tetap berdiri di belakang pintu ICU yang telah tertutup. Bu Rati melihat dengan jelas kondisi Anaknya itu dari dekat. Bu Rati berbincang dengan Marie tanpa ada balasan respons apa pun. Kemudian tiba-tiba elektrokardiograf mengeluarkan bunyi panjang. Kedua orang tua itu kaget dan melihat jika elektrokardiogram menunjukkan grafik yang datar, tanda denyut jantung Marie berhenti. Pak Sumi yang kaget berlari keluar ruangan untuk menemui suster.
Beberapa menit kemudian, Pak Sumi kembali ke Ruangan Marie dengan perasaan terkejut. Dia dan kedua dokter serta suster tak habis pikir oleh apa yang terlihat didepan matanya. Pasalnya mereka melihat Bu Rati yang sedang menangis haru setelah meliat Marie secara ajaib dapat duduk dari tidurnya.
Marie hidup, operasi berhasil. Pak Sumi langsung sujud syukur di tempat, dan dokter serta suster langsung menemui Marie untuk mengecek kondisi sebenarnya anak itu. Bu Rati dan Pak Sumi dipersilakan untuk keluar dari ruangan.
Tapi Bu Rati menolak. Sambil berderai air mata, Bu Rati mengutarakan maksudnya untuk ikut memeriksa anaknya. Dokter dan suster itu tak bisa menolaknya mengingat Rati adalah dokter juga di Rumah Sakit itu. Namun, Bu Rati hampir ambruk karena kondisinya yang belum pulih dari kelelahan yang dia terima selama operasi Marie. Akhirnya Pak Sumi melarang Bu Rati untuk bekerja lagi, dan menyerahkan semuanya kepada tim dokter. Bu Rati memegang tangan Marie sebelum kemudian berpisah.
....
Hanya butuh waktu beberapa minggu hingga kondisi Marie stabil. Marie telah bisa dikunjungi di Rumah Sakit. Marie sudah bisa tersenyum saat menerima suapan apel yang sudah terkupas oleh Rati. Sumi hanya melihat mereka berdua yang sedang bercanda tawa di dalam ruang pasien. Tapi ada satu masalah pada Marie, yaitu penyakit Alzheimer. Bu Rati menduga penyakit ini muncul lantaran sumbangan otak yang Marie terima berasal dari penderita Alzheimer juga, yaitu Lili.
Tapi hal itu tidak masalah bagi Pak Sumi dan Bu Rati. Mereka senang karena akhirnya Marie berpotensi dapat hidup normal seperti anak-anak yang lain. Meskipun beberapa hari setelah itu ada kejanggalan yang Pak Awan dan Bu Rati rasakan karena tingkah Marie yang tidak seperti Marie, tapi lebih menyerupai Lili. Namun, baik Bu Rati maupun Pak Sumi tidak pernah membicarakan hal ini kepada satu sama lain. Alhasil Pak Sumi dan Bu Rati berpikir hanya dirinya sendiri yang menyadarinya. Mereka tidak ingin membuka celah untuk berdiskusi tentang Marie, berdiskusi tentang perilaku Marie yang seperti Lili.
Tapi yang mereka tidak tahu adalah dibalik senyum tawanya, tangis haru sesenggukan selalu Marie rasakan saat Pak Sumi dan Bu Rati telah tertidur. Marie menangis dan berkata,
"Marie, maaf Marie, maaf Marie...."
Iya, Lili menyayangkan sikap Marie yang menyuruh dirinya untuk mengambil tubuhnya lalu bersikap sepertinya. Lili terperangkap dalam cinta kasih sayang kedua orang tua barunya, yaitu Pak Sumi dan Bu Rati. Lili terperangkap dalam tubuh Marie selamanya.
Tamat.