Lynch ditemani putri kandung dan anak asuhnya ingin masuk ke dalam mobil. Ketika tangan Sherin hampir menyentuh pintu bagian belakang, tangan Lynch memukulnya.
"Kenapa dipukul, Pa?" tanya Sherin kesal. Tidak tahu apa salahnya, namun sang ayah memberi pukulan tanpa alasan.
"Duduk di depan! Edzhar calon suami kamu. Bukan sopirmu!" perintah Lynch membuat Sherin mengentakkan kaki. Dari sikap wanita itu, ayahnya membaca situasi yang janggal. Mengapa Sherin mau menikah dengan Edzhar? Pertanyaan itu masih menari-nari di dalam pikirannya. Dari sikap Sherin, Lynch bisa menebak jika dia masih belum menyukai Edzhar. Sementara Edzhar? dari dulu laki-laki itu tidak diragukan lagi. Dia selalu baik dan perhatian kepada Sherin. Hanya saja, tidak ada binar cinta di matanya. Edzhar hanya ingin menjaga Sherin demi membalas jasa orangtuanya. Mengenai pernikahan, Ed tidak terlalu mempermasalahkan hal itu. Ia bahkan rela melupakan wanita yang selama ini memberi perhatian yang dia butuhkan, asalkan Sherin dan Lynch tidak kecewa terhadapnya.
Sherin duduk di samping Edzhar. Sekilas melirik, namun laki-laki itu bersikap acuh padanya. Edzhar memang baik, namun Sherin bukan wanita impiannya. Bagi Ed, hidup Sherin terlalu mewah dan wanita itu cenderung bersikap semaunya.
"Menyebalkan sekali dia! Senyum saja tidak," gerutu Sherin di dalam hati.
***
Sherin dan Edzhar duduk bersebelahan di kursi yang terdapat di ruang meeting kantor. Beberapa petinggi dan orang-orang penting seperti managar, ketua divisi, dan orang-orang yang menjabat beberapa posisi ikut bergabung disana. Lynch akan memperkenalkan Sherin sebagai CEO baru.
"Mulai sekarang, putri saya Sherin akan mengelolah perusahaan ini. Tentu saja dibantu oleh Edzhar, calon menantu saya." Para peserta rapat yang sempat bertepuk tangan langsung saling pandang. Tempo tepukan yang tadi bersemangat mulai perlahan menghilang. Bukan tidak suka kepada Edzhar. Selama ini mereka tahu jika Edzhar pria yang sangat berdedikasi dalam pekerjaan. Namun, seharusnya Lynch berpikir ratusan kali untuk menjadikan laki-laki itu sebagai menantu. Bagaimana pun juga, Edzhar hanyalah seorang anak sopir yang kebetulan orangtuanya beruntung memiliki majikan yang sangat baik.
Bukan hanya mereka saja yang terkejut. Ed dan Sherin juga. Pasalnya, mereka hanya tahu jika Lynch akan mengumumkan Sherin sebagai CEO baru. Bukan tentang pernikahan mereka.
***
"Kamu puas sekarang?" tanya Sherin kepada Edzhar yang baru saja duduk di kursi-meja kerjanya. Wanita itu bersedekap dada sambil memberi tatapan tajam kepada calon suaminya.
"Apa maksudmu? Siapa yang puas?" tanya Ed bingung. Perhatian laki-laki yang ingin menekuri layar laptopnya tersebut seketika teralihkan.
"Pasti kamu yang membujuk Papa. Kamu kan yang memintanya untuk mengumumkan pernikahan kita? aku sudah tegaskan sejak awal. Aku belum siap jika banyak orang yang tahu tentang pernikahan kita."
Ed tidak mau disalahkan. Ide untuk mengumumkan jika dia adalah calon menantu di keluarga Lynch adalah inisiatif orangtua mereka. Ed bangkit dari kursinya. Membalas tatapan Sherin dengan sorot yang sulit sekali terbaca.
"Apa yang akan kamu lakukan?" tanya Sherin ketika Ed memajukan langkah dan berjalan ke arahnya. Refllek wanita itu mundur.
Sherin tidak memerhatikan benda apalagi yang ada di belakangnya. Wanita itu takut jika Ed akan mengulangi kesalahan yang sama ketika mereka di kondominium. "Jangan seperti ini Ed! Aku takut," pinta Sherin. Dia hendak membaca raut wajah Ed, tetapi gagal.
Langkah Sherin terus mundur hingga tersandung pada sofa. Wanita itu pun terjatuh ke benda empuk itu. Beruntung dia memakai celana Panjang, jadi tidak harus memperlihatkan bagian intinya kepada Edzhar.
Edzhar berjongkok di depan sofa. Melihat wajah Sherin yang masih dalam posisi terlentang karena tidak sengaja jatuh.
"Aku tidak pernah membujuk Papa untuk mengumumkan pernikahan kita. Seandainya bisa, aku ingin tak seorang pun yang tahu. Jika bukan karena kejadian bodoh yang kita lakukan, aku tidak akan pernah mau menikahimu. Jangan pernah menuduhku jika tidak tahu kebenaran apa pun tentang diriku!" Setelah mengatakan itu, Edzhar bangkit dari posisinya. Laki-laki itu kemudian berbalik badan, hendak Kembali ke kursinya.
"Cepat bangun! Aku akan mengajakmu berkeliling kantor. Seorang CEO harus tahu banyak tentang perusahaan ini. Masih banyak staff yang tidak mengenalmu. Selama ini mereka tidak tahu kalau Tuan Lynch memiliki anak perempuan karena kamu terlalu asyik dengan duniamu sendiri. Semenjak kakakmu meninggal, kamu tidak pernah menginjakkan kaki lagi ke perusahaan ini," titah Ed sebelum memutuskan duduk di kursi kerjanya.
Diingatkan tentang kakak, wajah Sherin berubah sendu. Semua berubah semenjak saudara laki-lakinya meninggal. Jabatan CEO yang akan diemban oleh sang kakak harus berakhir di pundaknya.
"Kenapa Kakak pergi terlalu cepat?" pertanyaan tiba-tiba dari Sherin membuat Ed membalikkan badan. "Jika dia masih hidup, pasti Papa tidak akan memaksaku menjadi CEO. Aku juga bisa fokus pada impianku sebagai penulis. Aku merasa hidup ini tidak adil. Sekarang, untuk membuka galeri saja Papa tidak pernah memberi izin." Sherin mengucapkan sakit hati dan kesedihannya dengan menundukkan kepala. Wanita itu tidak mau jika Ed melihat air matanya dan menganggab dirinya lemah.
Edzhar Kembali menemui Sherin. Meraih bahu Wanita itu seraya berkata, "Lihat aku, She!" titahnya lembut, namun Sherin menggeleng kepala.
Ed melepas salah satu tangan dari bahu Sherin. Menggunakan jemarinya untuk mengangkat dagu calon istrinya. Kini, tatapan keduanya pun saling bertemu.
"Aku yang akan membantumu untuk memiliki galeri. Jika aku sudah berjanji, aku pasti akan menepatinya. Mulai sekarang, jangan berulah lagi. Stop pergi ke club malam! Hanya itu saja permintaanku."
***
Ed dan Sherin berkeliling kantor. Wajah Edzhar sudah tidak asing lagi untuk para staff. Tetapi tidak untuk Sherin. Tak ada yang mengenalnya kecuali jajaran petinggi di perusahaan.
"Selamat pagi, Tuan Ed." Salah satu staff wanita menyapa.
"Selamat pagi juga," balas Ed tersenyum. Entah kenapa Sherin tidak suka jika Edzhar terlalu ramah pada Wanita lain. Bagaimana pun juga, mereka akan segera menikah. Edzhar seharusnya mengerti akan hal itu. Baru saja Sherin bertemu dengan seorang wanita, tiba-tiba office girl yang sudah berusia sekitar 40 tahun mendekati mereka.
"Tuan Ed, kemarin saya sudah pulang dari kampung. Terima kasih karena sudah memberikan cuti kepada saya. Saya punya sedikit oleh-oleh sebagai tanda ucapan terima kasih." Office girl tersebut memberikan satu bungkus rempeyek.
"Terima kasih untuk oleh-olehnya. Anda boleh Kembali bekerja lagi." Edzhar menerima pemberian wanita itu. Sementara Sherin? Dia hanya melihat interaksi keduanya sampai matanya melihat office girl tersebut kembali ke belakang.
"Apa yang kamu perhatikan?" tanya Ed Ketika mengamati ke mana mata calon istrinya memandang.
"Apa semua staff wanita di kantor itu dekat kepadamu? Mereka terlihat akrab sekali denganmu." Sherin mengabaikan pertanyaan Ed, dia justru lebih tertarik untuk mendapatkan jawaban dari apa yang sedang dia pikirkan.
"Bukan hanya wanita saja. Mereka semua baik. Aku pun senang jika akrab dengan mereka."
"Tapi… mereka kan hanya pegawai biasa?" tanya Sherin apa adanya. Dia sangat ingin tahu apa yang ada di pikiran Ed.
"Mungkin karena statusku sama dengan mereka. Bukan dari keluarga kaya seperti dirimu."
Glek! Sherin menelan ludah. Selama ini semua fasilitas didapatkan oleh Edzhar dari orangtuanya. Ternyata, hal itu tidak mengubah apa pun pada diri laki-laki itu. Edzhar tetap berpikir jika dia hanya pegawai biasa seperti yang lainnya.