webnovel

Richard Lewis

Tak ada yang tidak mengetahui betapa tampan dan kayanya seorang Richard Lewis. Banyak wanita bermimpi ingin menjadi pendampingnya karena ketampanan dan kekayaannya. Namun ia tidak mempedulikan wanita mana pun yang mendekatinya. Semenjak ia ditinggal pergi oleh Luna, sahabatnya sejak masa kuliah, dirinya mendadak menjadi anti wanita.

Baginya wanita itu merepotkan. Bahkan, sempat beredar kabar kalau Richard adalah seorang Gay karena selalu berinteraksi dengan William dan Tio sepanjang waktu. Namun Richard tak mempedulikan semua itu. Baginya, pekerjaan nomor satu. Dia tidak butuh wanita dalam hidupnya.

"Selamat pagi, Pak Richard," sapa Vio ramah sambil tersenyum. Hari ini Vio tampak begitu cantik dan elegan dalam balutan blazer coklat mudanya.

"Simpan senyumanmu itu! Kau mau menggodaku, ya?" bentak Richard garang. "Bacakan jadwalku dari hari ini hingga seminggu ke depan?" lanjut Richard ketus.

Sebenarnya waktu masuk tadi Richard sempat terpana melihat senyuman indah Vio. Namun, segera ditepisnya perasaan aneh itu. Ia mengalihkan keterpanaannya dengan ucapan ketusnya barusan.

‘Dasar bos edan! Siapa juga yang mau menggoda kulkas macam dia. Sabar, Vio! Ingat gaji, Vio!’ omelnya dalam hati.

"Maaf, Pak. Jadwal Anda hari ini, jam 10 rapat dengan pemegang saham, jam 1 siang ada jadwal makan siang dengan klien dari Inggris, jadwal besok jam 9 meeting dengan klien dari Jepang..."

Vio terus membacakan jadwal Richard yang sudah dia hapalkan di luar kepala.

"Baik, segera bersiap, Nona Viola!”

Richard memerintah Vio dengan tegas dan lugas tanpa senyum sedikit pun. Padahal dalam hatinya, Richard kagum dengan kecerdasan Vio yang bisa mengingat jadwalnya seminggu ke depan. ’Boleh juga ingatannya,' puji Richard dalam hati.

Meeting pun berlangsung dengan baik dan lancar. Hingga akhirnya waktu makan siang pun tiba. Vio sengaja berkeliling kantor sekalian berkenalan dengan staf kantor lainnya. Tidak butuh waktu lama Vio langsung bisa berbaur dengan staf di sana. Mulutnya yang ceplas-ceplos, tapi suka bercanda, membuatnya cepat beradaptasi dengan yang lainnya. Terutama karyawan laki-laki yang begitu terpesona dengan kecantikan Vio.

"Viola, aku Ricky, manajer bagian keuangan, salam kenal. Semoga betah ya kerja sama bos kita.”

Ricky terpesona dengan kecantikan dan keluwesan Viola, hingga tak sadar masih memegang tangan Viola ketika bersalaman tadi.

"Pak Ricky, tangan tuh dikondisikan, dong! Gantian, kita juga mau kenalan,” omel Dimas nyolot.

"Aku Dimas, staf bagian administrasi. Selamat bergabung di perusahaan, Viola," sapa Dimas ramah.

"Halo, salam kenal semua. Senang bisa kenalan sama kalian. Mohon bimbingannya, ya! Saya juga masih training di sini. Semoga bisa diterima kerja di sini,” jawab Vio riang.

"Semoga diterima ya, Vio," kata Renny, staf bagian keuangan.

"Yang penting tahan banting aja sama kelakuan bos kita. Nurut aja! Dijamin aman, Vio," lanjut Sarah, staf HRD.

"Emangnya bos kita tegas banget, ya," tanya Vio penasaran.

Ricky tersenyum sambil menatap lekat wajah Viola. "Ya, bos orangnya tegas, dingin, cenderung kejam, Vio. Namun, tak usah khawatir! Kalau ada kesulitan, tanya aja sama aku, aku siap bantu kapan pun kamu butuh," lanjut Ricky menggoda.

"Modus, ih, bapak!" kata Renny, Sarah dan Dimas kompak sambil tertawa lepas.

"Yang penting cekatan dan nurut aja, Vio. Dijamin aman, kok," lanjut mereka lagi.

Vio merasa senang, di hari pertama bekerja, ia sudah diterima dengan baik oleh rekan kerjanya. Makan siang di kantin pun berlanjut diiringi canda tawa mereka berempat.

"Viola, dipanggil Bos ke ruangannya, sekarang!” panggil Tio tegas saat Vio masih asyik bercanda ria di kantin perusahaan.

"Baik, Pak,” jawab Viola sopan.

"Aku keruangan bos dulu, ya. Sampai nanti,” lambai Viola pada rekan-rekannya. Viola pun buru-buru menuju ruangan CEO Richard.

"Ada yang bisa saya bantu, Pak," tanya Vio ramah dengan senyum yang masih mengembang di bibirnya.

"Jangan tersenyum!" cecar Richard garang, ketika melihat senyum menawan Vio.

‘Ampun! Senyum aja ga boleh?' jerit Vio dalam hati.

"Baik, Pak," ujar Vio sambil menunduk.

"Segera reservasi restoran termahal untuk pertemuan dengan klien malam ini! Kamu juga ikut. Klien kita hari ini dari Amerika. Pastikan dia mau bekerja sama dengan kita! Ini kartu perusahaan, beli baju bagus yang pantas untuk dipakai malam ini. Pergilah sekarang!" perintah Richard lantang.

"Tapi, Pak. Jadwal malam ini, bukan dengan klien Amerika, tapi..."

"Tidak usah membantah! Meeting ini dadakan. Cancel saja pertemuan sebelumnya!" tegas Richard dengan wajah datarnya dan tatapan tajamnya.

"Baik, Pak. Permisi!" jawab Viola ketakutan.

Lama-lama dia bisa jantungan dibentak bos terus-terusan. Vio heran, kenapa bosnya ini selalu marah-marah. Apa ada yang salah pada dirinya? Vio segera meninggalkan ruangan bosnya menuju butik dengan tanda tanya di hatinya.

"Ini kunci mobilnya, Viola. Pakai saja untuk pergi ke butik. Kamu bisa menyetir, kan?" tanya asisten Tio.

"Bisa, Pak. Kalau begitu saya permisi!" jawab Vio mengambil kunci dari Tio lalu bergegas menuju butik.

Sementara di ruangan CEO, William, sahabat Richard hanya bisa geleng-geleng kepala melihat kelakuan sahabatnya ini.

"Marah-marah terus, cepat tua nanti, bro," ledek William tersenyum tengil.

"Kalo ga ada urusan penting mendingan keluar, deh?" jawab Richard ketus.

"Santai, bro. Gue cuma mau lihat sekretaris baru lo. Cantik, ga? tanya William genit.

"Ga usah ganggu calon sekretaris gue! Urus saja pacar-pacar dan teman tidur lo itu!” ancam Richard kesal.

"Posesif ceritanya, nih," William terkekeh. "Kalau cantik mau kudeketin, bro. Jangan melarang gue, dong! Dia bebas, bukan milik lo," goda William sambil tersenyum.

"Jangan macam-macam, Will! Gue pecat, mau lo?" ancam Richard sambil berjalan meninggalkan William.

"Eh, mau ke mana, bro? Maen tinggal aja," omel William sebal.

***

"Ini kayaknya cantik, deh,” gumam Viola sambil memadankan gaun ke tubuhnya. “Presdir marah, ga, ya? Kalo aku beli yang ini? Cantik gaunnya, tapi tipis. Dikiranya mau goda klien lagi." Vio bermonolog sendiri.

Setelah puas memilih akhirnya pilihan jatuh pada gaun hitam panjang tak berlengan dengan hiasan silver yang terlihat anggun, lengkap dengan outer yang menambah keeleganan gaun tersebut. Vio segera membayar pakaian dan kembali ke kantor untuk mempersiapkan dokumen meeting malam nanti.

"Semoga malam ini aku berhasil bantu presdir menghadapi klien Amerika itu, sekalian pembuktian kalau aku layak bekerja di perusahaan ini. Semangat Vio!"