webnovel

Isu mengenai Grand Duke Griffith

*****

Flash back saat Ashton dan Aydan pergi ke pusat kota Nauruan setelah Atthy menyetujui lamaran.

Ash dan Ay pergi ke pusat kota hendak berjualan dan mengirimkan surat balasan untuk lamaran Atthy. Sembari berdagang mereka mencoba menggali informasi tentang Griffith dan Alpen untuk memantapkan pemikiran mereka mengenai lamaran Atthy. Hasilnya, meski hanya rumor tapi terlalu banyak cerita menakutkan mengenai Grand Duke Griffith yang di kenal kejam dan berhati dingin, karena itulah dia bisa menaklukkan Alpen dan menjadi penguasa di sana.

Ay langsung berontak pada Ash ayahnya seketika itu juga ketika mendengar kalau calon kakak iparnya adalah seorang yang kejam dan tak berperikemanusiaan, saat mereka mencari informasi mengenai Grand Duke Griffith di pusat kota Nauruan beberapa minggu yang lalu.

''Ayah aku tidak peduli dengan kedudukan yang di milikinya, walau seorang Grand Duke sekalipun. Bukan hanya dia tua bangka, tapi dia juga adalah seorang yang egois yang hanya mementingkan kekuasaan dirinya saja. Aku tidak rela kakakku menjadi istri seseorang yang seperti itu... Ayah tolong tolak lamaran itu!'' seru Ay dengan tegas memberikan pendapatnya.

''Jaga bicaramu, Ay!'' seru Ash dengan segera menegur putranya, ''Aku mengerti kekhawatiranmu. Sebelum menjadi kakakmu, dia terlebih dahulu adalah putriku. Apa kau pikir aku mau punya menantu yang seusia dengan kakekmu, belum lagi dengan sikap otoriternya?!''

''Terima kasih, ayah. Maaf, aku sudah berkata kasar padamu.''

Ay segera meminta maaf pada ayahnya atas sikap lancangnya yang spontan barusan.

''Aku mengerti perasaanmu Ay,'' ujar Ash setelah menghembuskan nafas lalu tersenyum kemudian mengusap kepala Ay, ''Aku bangga padamu karena kau telah menjadi pemuda tangguh yang melindungi keluargamu, kakekmu juga pasti akan sangat bangga melihat cucu laki-lakinya tumbuh menjadi seorang pria yang bisa di andalkan.''

''Terima kasih, ayah.''

Ekspresi tulus Ash yang dengan bangga memuji sikapnya membuat Ay yang masih remaja belia tersipu, wujud dari perasaan bangganya yang tidak bisa di sembunyikan.

*****

*Kembali ke masa kini

Ash membicarakan kecurigaannya tentang ada sesuatu yang janggal yang mengganggunya.

Sejak awal, sebetulnya Rowtag juga merasa ada sesuatu yang aneh, perasaannya tidak nyaman tapi dia tidak tahu bagaimana harus mengungkapkannya.

''Ayah, jika menggunakan kereta api maka butuh waktu tiga hari untuk utusan sampai ke Xerces dari pusat kota Nauruan. Belum lagi, surat juga akan estafet dikirimkan ke Alpen dari Xerces yang akan memakan waktu lima hari... aku mengirim surat ke Xerces satu minggu yang lalu dari pusat kota Nauruan... itu artinya saat surat balasanku tiba ke Alpen, dan Alpen memberikan balasan kembali, butuh waktu minimal enam belas hari... Belum lagi dari pusat kota Nauruan ke Caihina akan memakan waktu paling cepat tiga hari... Mereka bahkan lebih cepat dua belas hari dari waktu minimal ayah,'' jawab Ash menjelaskan dengan detail.

''Kau benar tentang itu, tapi aku tetap masih tidak mengerti apa maksud dan tujuan mereka melakukan itu?'' tanya Rowtag berpendapat.

''Aku juga tidak tahu tentang hal ini, tapi aku lebih merasa bahwa hal ini seperti sudah di atur sebelumnya...'' ujar Ash menjawab.

''Tentu saja sudah di atur, ini adalah lamaran pernikahan, tentu semuanya perlu di atur dulu...'' jawab Rowtag dengan sengaja membuat ekspresi meledek Ash.

''Ayah, aku sedang serius!'' seru Ash menjawab dengan menatap tajam pada ayahnya.

''Aku juga...'' jawab Rowtag santai, tidak gentar dengan tatapan tegas putranya.

''Kau sedang bermain-main!'' seru Ash kesal, ''Ayah tampak menikmatinya. Tapi ini tidak lucu ayah, putriku terkait dengan masalah ini... Apa aku harus menjelaskan lebih rinci lagi padamu?!''

''Anak bodoh!'' pekik Rowtag dengan nada lembut, ''Tentu saja aku tahu itu... Tenangkan dirimu, jangan kalah dari emosimu! Aku tahu ada yang aneh, semua tampak mencurigakan. Tapi, masalah terbesarnya Ash, untuk apa? Kenapa?... Kita bukanlah keluarga bangsawan besar. Bukan hanya kita miskin tapi kita bahkan tidak punya siapa pun untuk mendukung kita kecuali mereka yang jadi tetangga kita di Caihina. Tapi, mereka juga tidak punya cukup waktu luang untuk mengerjai kita sampai sedemikian rupa...'' jawab Rowtag dengan ekspresi santai.

''Aku tahu itu ayah... Warga Caihina bukan orang-orang yang punya waktu luang untuk hal tidak berguna. Untuk mengurus hidup mereka sendiri saja sudah sulit dan merepotkan. Tetangga kita tidak sekonyol itu yang punya banyak waktu hanya untuk mengerjai orang lain.''

''Pernikahan antar bangsawan 99% pasti punya tujuan politik, minimal adalah pengukuhan kedudukan. Dan, sudah tentu ''mahar'' tidak terlewat... untuk hal itu, kita tidak mungkin mampu membayarnya... kalau pun mereka bisa dengan baik hati tidak meminta mahar dari kita, sudah tentu mereka butuh sesuatu... Tapi, itu juga sangat jauh dari mungkin. Apa yang kita punya sampai seorang Grand Duke rela menikah dengan Atthy yang jelas tidak punya kedudukan, apa lagi harta benda... Karena itu, aku juga jadi semakin heran... Siapa mereka? Apa yang mereka mau dari kita? Dan apa untungnya? Kalau pun benar mereka menginginkan sesuatu...'' sahut Ash dengan ekspresi lebih tenang.

''Mungkinkah perihal keturunan?!''

''Ayah, dia punya empat anak laki-laki dan dua orang cucu... kalaupun dia butuh penerus keturunan, banyak wanita bangsawan di Xerces ataupun di Alpen yang akan berbaris untuknya meski dia sudah bau tanah sepertimu...''

''Hm, itu betul...'' sahut Rowtag tidak memperdulikan ejekan Ash padanya, ''Apa kau membuat masalah dengan seseorang?'' tanya Rowtag menyelidik.

''Tentu aku bermasalah dengan beberapa orang...'' jawab Ash dengan wajah yakin, tapi, jawaban Ash yang terlihat percaya diri dengan hal negatif seolah membanggakannya jelas membuat Rowtag mengernyitkan dahi.

''Para bandit yang suka menghadang kita di perbatasan... Para preman kurang kerjaan di pasar yang suka memeras pedagang... Wanita yang selalu menggodaku saat di penginapan, atau... saat di rumah makan... Atau para pemuda yang selalu melirik Atthy... Atau...'' ujar Ash bercerita penuh kebanggaan dan dengan sengaja berlagak polos menanggapi ayahnya.

''Ashton Galina!'' seru Rowtag memotong bualan Ash, ''Sudah cukup! Aku tidak punya waktu luang untuk mendengar omong kosongmu membanggakan dirimu...'' ujar Rowtag menambahkan dengan ekspresi jengkel.

''Ayah yang bertanya padaku...'' sahut Ash tidak mau kalah.

''Ya, anggap aku melakukan kesalahan...'' jawab Rowtag, dia mengalah dengan wajah kesal, ''Sudah lebih dari lima belas tahun sejak terakhir kita berkonfrontasi dengan para saudagar berlabel bangsawan itu... apakah mereka mencoba mencari masalah lagi dengan kita?!''

''Entah... kemungkinan itu ada... tapi, tetap saja... tidak ada untungnya bagi mereka dengan menjodohkan Atthy... Terlebih seseorang dengan pengaruh besar seperti Griffith. Putriku mungkin tidak secantik para putri bangsawan yang lain... tapi, kemungkinan Atthy menjadi kesayangan suaminya bukan tidak ada. Kalau seperti itu... bukankah justru akan merugikan mereka?!''

''Pemikiranmu, ada benarnya... Tapi sekarang, masalah di depan mata kita pikirkan dulu... Jadi Ash apa yang akan kita lakukan sekarang?!'' seru Rowtag bertanya, dia segera kembali pada pokok masalah.

''Ayah, kita tidak mungkin menghentikan utusan di tengah jalan... Suka atau tidak kita terpaksa menghadapi mereka saat mereka datang nanti, kurang lebih sepuluh hari lagi. Karena kemungkinan mereka sudah separuh perjalanan sekarang...'' jawab Ashton pasrah, ''Tidak ada jalan lain, kita hanya bisa pasrah melakukan yang terbaik yang bisa kita lakukan.''

*****

Ash dan Rowtag akhirnya mau tidak mau harus menceritakan seluruh perkara yang sedang terjadi pada Atthy dan Ay, karena mau tidak mau kedua anaknya itu pasti tidak akan diam saja jika kelak terjadi masalah. Hanya Gafy dan Dimi yang tidak di ikut sertakan karena mereka masih terlalu kecil.

Malam itu Atthy datang menghampiri Ay yang asyik termenung memandangi luasnya langit biru di kegelapan malam sambil merebahkan tubuhnya di atas atap rumah.

Atthy menghampirinya dan ikut duduk di samping Ay yang sedang merenung di atas atap.

Atthy menyadari kecemasan Ay saat dia mendengar semua masalah yang sedang merundung keluarganya sekarang, dan tokoh utama dari masalah itu adalah dirinya.

''Ay, apa yang sedang kau pikirkan?'' tanya Atthy lembut sambil ikut memandangi luasnya langit di atas kepalanya.

''Tidak ada,'' jawab Ay acuh tanpa melirik kakaknya, ''Aku hanya sedang mengagumi betapa luasnya angkasa...''

''Ay, aku mengasuhmu sejak kau masih kecil, aku bisa tahu hanya dengan menatap wajahmu...'' ujar Atthy sambil menyentil dahi Aydan.

''Kak, alasan terbesar kenapa kau akhirnya menyetujui lamaran itu adalah karena bujukan Gaff... apa kakak yakin akan menikahi bandot tua itu?!'' seru Ay tegas sambil melirik pada Atthy, menjawab pernyataan Atthy barusan.

''Ay, perhatikan kata-katamu!'' seru Atthy menegur tata bahasa yang digunakan adik laki-lakinya, ''Ayah akan marah jika kau bersikap tidak sopan seperti itu...''