webnovel

Jebakan!

"Lebih baik, aku jual saja ginjal ini!"

"Jangan bodoh, Tha. Lebih baik menikah saja dengan Tuan Agam! Dia laki-laki yang kaya raya."

Seorang pria paruh baya berusia empat puluh delapan tahun sedikit bersitegang dengan wanita berparas ayu yang mempunyai lesung pipi itu. Mereka berdua duduk berhadap-hadapan.

"Supaya aku bisa melepaskan Ayah dari jerat hutang-piutang ini. Aku gak mau, hampir setiap hari mereka selalu mendatangi rumah kita, Yah. Mungkin, kita akan segera diusir dari sini!" Agatha bersikeras akan menjual satu ginjalnya untuk memenuhi kebutuhan hidup.

Sang Ayah tetap menyarankannya untuk menikah dengan Agam dan tidak memberikan izin padanya untuk menjual ginjal. Pak Roy akan melakukan segala cara agar anak semata wayangnya bisa menikah dengan pria kaya raya itu.

"Sudahlah, jangan mendebat ayahmu sendiri, Tha. Lebih baik kau turuti saja ucapanku. Jangan jadi anak yang durhaka!"

Suasana kian terasa mencekam. Agatha tidak mau menikah dengan pria yang berselisih tujuh tahun dengannya. Saat ini, ia masih berusia dua puluh tiga tahun. Ia masih ingin menikmati usia mudanya.

"Ini semua salah Ayah! Kalau saja Ayah tidak mabuk dan tidak kalah dalam berjudi, mungkin semua ini gak akan terjadi! Ayah kalah taruhan dan rela hutang sana sini. Akibatnya, hutang jadi menggunung. Dua ratus juta itu tidak sedikit, Yah!" omel Agatha pada sang Ayah. Ia sudah terlalu lelah menghadapi semua ini.

Plak!

Tangan kekar Roy telah menampar wajah putri semata wayangnya. Wajah mulus Agatha tampak menimbulkan gurat-gurat kemerahan sekarang. Agatha geleng-geleng kepala melihat kelakuan ayahnya.

"Ayah keterlaluan!"

"Pokoknya, Ayah akan membereskan kekacauan ini!" Roy berjalan cepat meninggalkan Agatha sendirian di rumah.

Semenjak ibunya meninggal dunia akibat serangan jantung, Roy pun berubah drastis. Pria itu frustrasi dan memilih jalur yang salah. Roy melampiaskan rasa kehilangannya dengan berjudi dan mabuk-mabukkan. Padahal bukan hanya dirinya saja yang merasa kehilangan, tapi Agatha juga.

Agatha merenung sendirian di rumah. Ia tidak mau menikah dengan pria sedingin Agam. Tidak ada senyum sama sekali terukir di wajahnya, meskipun begitu pria itu terlihat tampan dan manis. Apa jadinya nanti kalau ia harus menikah secara paksa dengan Agam?

***

Agatha sempat terlelap di sofa ruang tamu. Namun, ia tiba-tiba tersentak kaget karena mendengar ketukan pintu dari arah luar. Kedua kakinya lekas melangkah dan membukakan pintu tersebut. Kemudian, kedua bola mata indahnya yang berwarna kecokelatan tampak melebar sempurna.

"Ayah ...." Arah pandangan Agatha berganti ke sosok di samping ayahnya.

"Silakan masuk, Tuan Agam," ucap Roy.

"Ayah, kenapa bawa dia ke sini?!" Agatha tidak menyukai kehadiran Agam.

"Gatha, yang sopan kamu!" Mata serta wajah Roy tampak kemerahan. Kemudian, ia persilakan Agam untuk duduk.

Benar-benar, Agatha tidak menyukai pria itu berada di sini. Sementara itu, sang Ayah tampak hormat padanya.

"Ayah sengaja bawa Tuan Agam ke sini." Roy mendaratkan bokongnya di sofa.

"Untuk apa sih, Yah?!" tanya Agatha yang tidak bisa berkata sopan sekarang. Ia sangat kesal.

"Supaya kamu menikah sama Tuan Agam." Kemudian, Roy menatap Agam dengan pandangan sopan dan lemah lembut.

"Aku tidak mau, Yah. Jangan paksa aku!"

"Aku akan membebaskan ayahmu dari utang-piutang dan membayarkan dua ratus juta rupiah. Cuma dua ratus juta saja, kan?" Agam mengangkat alisnya sebelah tanpa tersenyum sama sekali. "Bukan cuma itu saja. Aku akan memberikan satu buah rumah mewah beserta asetnya untuk ayahmu. Dan, kujamin hidup ayahmu dan dirimu penuh dengan gelimang harta."

Kedua mata Roy tampak berkaca-kaca. Ia membayangkan akan hidup enak dan bergelimang harta benda. Pasti hidupnya akan lebih terjamin ke depan.

"Nah, kamu dengar sendiri kan, Tha? Rugi sekali jika kamu menolak tawaran ini."

Namun, berbeda usia tujuh tahun dengan Agam yang menjadi masalah untuk Agatha. Ia tidak terlalu suka dengan pria yang lebih tua darinya.

"Tapi, aku minta sebuah syarat," ucap Agam.

"Syarat apa?" Alis Agatha naik sebelah dan menanyakan apa syarat tersebut.

"Dalam jangka waktu dua bulan, kamu harus hamil. Kalau gagal, kamu kubunuh!!" Agam mengucapkan hal itu tanpa basa-basi. Pria itu bahkan sama sekali tidak tersenyum.

Agatha dan sang Ayah begitu terkejut dengan ucapannya. Agam ingin seorang anak darinya. Kalau ia tidak bisa memenuhi semua itu, ia akan mati terbunuh. Benar-benar sesuatu yang konyol.

Agatha menatap Roy dengan tatapan tajam. "Ayah dengar sendiri kan yang dia bilang?" Ia menunjuk ke arah Agam. "Kalau aku tidak bisa hamil dalam waktu dua bulan, aku akan dibunuh! Apa Ayah mau melihatku seperti itu?"

Menikah dengan Agam sama saja menceburkan diri ke laut iblis. Sementara itu, Agatha ingin menikmati masa mudanya terlebih dulu.

"Yakin saja, kalau kamu bisa hamil nanti," jawab Roy.

Sang Ayah sudah terbujuk oleh tawaran yang diberikan oleh Agam. Agatha tak habis pikir mendengar jawaban ayahnya sendiri. Ternyata, Roy ingin dirinya menikah secepatnya.

"Bagaimana? Setuju atau tidak?" tanya Agam.

"Ya, Tuan. Kami setuju." Roy begitu bersemangat sekali. Namun, hal itu berbeda dengan Agatha yang hanya diam saja.

Wanita berparas ayu itu tampak mengembuskan napas panjang. Mencoba menolak tapi sang Ayah tetap bersikeras padanya.

"Bagaimana mungkin Ayah bisa semudah itu setuju? Hanya karena ingin dapat uang banyak darinya?"

"Tha, Ayah tidak peduli kalau kamu setuju atau tidak. Terpenting, kalian berdua harus menikah!"

"Aku akan mengurus ini." Agam memberikan selembar kertas berisi tentang kontrak pernikahan dirinya dan Agatha. Ia meminta pada wanita itu dan Roy untuk menandatangani.

Roy tanpa pikir panjang menandatangani kontrak tersebut, tapi Agatha masih berpikir keras. Tatapannya tajam mengarah pada Agam. Pria itu penuh dengan tatapan dingin.

Sang Ayah menyenggol lengannya cukup keras. Roy juga melebarkan kedua bola matanya seakan mengintimidasi Agatha. Agatha dipaksa untuk setuju menikah dengan Agam.

"Ayo, cepat tanda tangani perjanjian itu!" suruh Roy dengan kasar.

"Ayah ...!"

"Jangan jadi anak durhaka! Cepat, tanda tangani!"

Agam merasa bosan berada di sini. Ia melihat perdebatan yang terjadi antara ayah dan anak. Ia lalu mengetuk-ngetukkan jari jemarinya ke atas meja.

"Cepat, Tha! Daripada kamu harus jual ginjal, lebih baik menikah dengan Tuan Agam."

Karena terus mendapatkan tekanan dari sang Ayah, akhirnya Agatha pun tanda tangan. Ia sudah pasrah akan seperti apa hidupnya nanti kalau sudah berumah tangga dengan Agam. Terpenting, semua hutang-hutang Roy bisa lunas dan tidak dikejar-kejar orang lain lagi.

"Akhirnya ...." Roy bernapas lega karena sang anak menandatangani kontrak tersebut.

"Bagus." Agam mengambil kembali berkas yang berisi lembaran perjanjian kontrak tersebut. "Di dalam kontrak itu tertulis, kalau Agatha tidak bisa mempunyai anak kembar, maka dia akan kubunuh. Sekaligus, ayahmu otomatis akan berhutang padaku lebih besar."

"Kurang ajar!"