webnovel

Tinggal Menunggu Hari Besok

Seraut wajah Roy tampak terlihat marah. Ternyata, ia malah dijebak oleh Agam. Ia tak habis pikir sama sekali. Bukannya hutang menjadi lunas, malah akan semakin menggunung. Kalau Agatha tidak bisa mendapatkan anak kembar, maka nyawanya akan menjadi taruhan.

"Kurang ajar!"

"Tuh kan, Ayah dengar sendiri apa katanya? Kenapa Ayah tidak percaya padaku saja dari awal?" gerutu Agatha.

"Diam, Tha! Jangan semakin membuat Ayah pusing."

Agam tampak berdiri sambil membawa berkas di tangan kanannya. Ia berniat akan segera pulang saja dari sini. Ia tidak sebodoh yang dipikirkan oleh Roy.

"Salah kalian sendiri, tidak diteliti lebih dulu," ucap Agam sambil berlalu dari hadapan Roy dan Agatha.

Roy mengepalkan kedua tangan. Urat-urat kebiruannya tampak terlihat di kulit putihnya. Wajah yang terlihat keriput itu tampak memerah.

"Berani-beraninya kamu menjebakku dan Agatha seperti ini!" Roy bahkan siap memberikan bogem mentah ke wajah Agam.

"Ingat perjanjian ini!" Agam memperlihatkan selembar kontrak tadi ke hadapan Roy dan Agatha, lalu ia menuju ke luar halaman.

Agatha pun langsung terdiam. Ternyata, ia sudah menjerumuskan dirinya sendiri ke dalam lembah hitam ini. Sebentar lagi, pernikahannya dengan Agam akan berlangsung beberapa hari ke depan. Ia menoleh ke arah Roy yang wajahnya tampak masam.

"Aku yang jadi tumbal di sini!" ketus Agatha ke arah sang Ayah.

"Diam!" Roy meninggikan suaranya. Pikirannya jadi tidak karuan karena memikirkan hal ini.

"Bagaimana caranya aku bisa mendapatkan anak kembar? Kalau tidak, nasibku bagaimana?" tanya Agatha yang bingung sekaligus merasa takut bukan main. "Aku bisa mati konyol karena ini, Ayah paham?!"

"Kamu bisa diam, Tha? Atau mulutmu kurobek?!" Napas Roy begitu memburu. Tatapan matanya masih tajam seperti tadi. Ia sangat marah karena telah dikelabui seperti ini oleh Agam.

Alhasil, Agatha berdiri dan berlari-lari kecil menuju kamarnya. Lebih baik ia mengurung diri seharian di kamar daripada bersitegang dengan Roy. Ia merasa, hidup seperti ini sungguh tak adil. Sebentar lagi akan menikah dengan pria yang berhati dingin.

"Ini semua gara-gara, Ayah! Bagaimana bisa dia percaya dengan omongan Agam begitu saja?" Agatha mondar-mandir dalam kamarnya.

Sebentar lagi dirinya akan menjalani pernikahan tanpa rasa cinta. Entah akan seperti apa jadinya. Membayangkannya saja sudah membuat Agatha bergidik ngeri, apalagi nanti jika harus menjalani. Semua gara-gara sang Ayah yang bersikap egois padanya.

***

Tinggal menunggu hari esok, maka pernikahan antara Agatha dan Agam akan berlangsung. Hutang-hutang Roy pun sudah lunas dibayarkan oleh Agam. Namun, bukan berarti ia bisa bernapas lega. Pasalnya, dalam waktu dua bulan saja, apakah Agatha bisa hamil dan memiliki anak kembar masih menjadi misteri. Kalau tidak, maka hutang-hutangnya akan bertambah banyak pada Agam.

Ketakutan pun semakin menyusup ke dalam hati Agatha. Ia semakin takut untuk menjalani hari esok.

"Bersiaplah untuk hari besok, Tha!" ucap Agam.

Agatha mendengkus kasar. Memalingkan wajah cantiknya dari hadapan Agam. Pria itu berekspresi dingin dan tidak tersenyum dengan hangat. Roy pun terdiam di hadapannya.

"Semua hutangmu sudah aku lunasi. Cukup putrimu saja yang menjadi penentu, apakah dia bisa hamil dan mendapatkan anak kembar atau tidak."

Sesuai dengan ketentuan isi kontrak, bila Agatha gagal mendapatkan anak kembar maka wanita cantik itu harus siap dibunuh. Sementara itu, hutang Roy pun jadi bertambah dua kali lipat.

"Kamu bukan Tuhan, Gam! Yang bisa menginginkan segalanya sesuai ucapanmu!" Agatha berani angkat bicara karena merasa tertekan.

"Aku tidak peduli." Raut wajah Agam tampak dingin, sama seperti perasaannya. "Yang penting, aku ingin anak kembar."

Agatha meneguk salivanya dengan kasar. Ia semakin takut dengan Agam. Pria itu bahkan terkesan sangat dingin dan tidak memiliki perasaan terhadap orang lain.

Semua telah Agam persiapkan untuk acara pernikahannya besok. Mulai dari pakaian, dekorasi, serta sajian makanan. Ia tidak ingin melewatkan hari bahagianya.

"Pak Roy, aku pulang dulu." Agam tampak membungkuk sedikit, memberi penghormatan pada calon mertuanya itu.

Roy mendelik tajam ke arah Agam. Ia menyesal karena telah membawa Agatha ke dalam masalah ini. Kalau tahu akan seperti ini, ia tidak akan pernah melakukannya.

Pria berbadan kekar yang memiliki kulit putih serta berhidung bangir itu melangkahkan kedua kakinya menuju ke halaman. Agam akan segera pulang ke rumahnya.

Dari dalam rumah, Agatha terus memperhatikan pria itu. Sosok pria yang besok akan menjadi suaminya. Namun, apalah daya, ia tidak mencintainya sama sekali. Karena bujukan sang Ayah, ia harus melakukan semua ini.

"Ayah puas kan?! Sekarang hutang-hutang Ayah sudah lunas. Tapi, aku sebentar lagi akan hidup menderita bersama Agam! Apa itu yang Ayah inginkan?" tanya Agatha sambil melotot tajam ke arah Roy.

"Aku tidak ingin membahas apa pun sekarang!" Roy bangkit berdiri dan melangkah menuju ke dalam kamarnya.

"Kenapa?! Ini semua gara-gara Ayah! Aku yang jadi korban di sini. Aku sama sekali tidak pernah mencintai Agam!" Agatha berpikir panjang tentang masa depannya. Akan jadi apa nanti kehidupan rumah tangganya bersama dengan Agam. Apakah ia bisa hidup damai tanpa adanya cinta di dalamnya?

"Sudah kubilang, aku tidak ingin membahas apa pun! Lebih baik kamu diam dan persiapkan diri untuk besok!" jawab Roy dengan tegas ke arah wanita berparas cantik itu.

Agatha sangat kesal setelah mendengar ucapan sang Ayah. Bisa-bisanya Roy berkata demikian padanya, terlalu enteng dalam menanggapi segala hal. Ia melihat pria paruh baya itu tampak melenggang masuk ke kamarnya. Perasaannya selalu was-was akan hari esok. Ia dipersunting oleh Agam dan memintanya untuk memiliki anak kembar sekaligus.

***

"Bagaimana rencana pernikahan Anda besok Tuan?"

Dua pria berbadan tegap saling bicara di ruang tamu. Pelayan setia Agam bernama Tobias sedang bertanya padanya tentang pernikahannya besok. Sedari dulu ia sangat setia pada Agam.

"Semuanya sudah beres. Besok pasti akan terlaksana dan Agatha pasti jadi milikku," ucap Agam dengan tegas.

Tobias tahu kalau Agam mempunyai perasaan pada wanita itu. "Apa Anda mencintainya?"

"Cinta? Tidak. Aku hanya ingin mendapatkan anak saja darinya. Selebihnya, aku tidak cinta dengannya."

"Benarkah, Tuan?" Tobias mengangkat alisnya sebelah. Tidak merasa yakin setelah mendengar ucapan Agam.

"Kamu tidak percaya dengan ucapanku kah?"

Tobias yang berusia empat puluh lima tahun itu sudah Agam anggap seperti ayahnya sendiri. Pria itu selalu mendampinginya dalam kondisi apa pun.

"Aku percaya, hanya saja ada yang berbeda nantinya."

"Apanya yang berbeda?" tanya Agam lagi.

"Kelihatannya ... Anda mulai menyukai wanita itu."

"Jangan konyol! Mana mungkin aku menyukai wanita tidak punya harta benda seperti Agatha itu. Yang benar saja," oceh Agam pada Tobias. Dan, Tobias pun hanya bisa tertawa.