"Gua kayak gini biar lu ngga di macem-macem in sama anak-anak yang lain. Gua hanya sedang berusaha melindungi lu dengan cara gua sendiri"
Aku hanya menundukkan kepala ku ketika mendengar jawaban Guntur.
Tring tring tring
Suara bell pulang sekolah berbunyi. Teman-teman ku membereskan buku buku dan alat tulis yang ada di meja, lalu pergi meninggalkan kelas dengan semangat untuk pulang ke rumah.
Begitupun aku dengan buru-buru membereskan alat tulis dan buku ku untuk dimasukkan ke dalam buku. Setelah selesai aku berjalan keluar dari kelas bersama Tika dan Nur. Seseorang menarik tas ku dengan cepat.
"Mau kemana, hm?" Tanya Guntur melihat ku dengan tersenyum jahil.
Aku melihat Guntur dengan tersenyum paksa "pulang donk" Jawabku dengan semangat.
"Lu ga lupa kan?"
Aku melihat ke arah lain sambil berpikir "lupa apa?" Tanya aku heran.
"Lu harus ngobrol sama gua lho, Nun" Jawab Guntur mengingatkan ku.
Aku terdiam menatap Guntur cemberut "nanti aja yah? Gua cape banget lho, Gun. Pengen rebahan"
"GA" Tolak Guntur tegas.
"Ga asyik" Ucap ku sambil cemberut.
"Gua ada perlu lho, makanya gua ngobrol sama lu. Ngasih penjelasan ke lu tentang semuanya"
"Yaudah, ngobrol sambil jalan aja" Aku memberikan solusi.
Jujur, sebenarnya aku menghindari ngobrol berdua dengan Guntur. Rasanya, debaran jantung ku tidak bisa di kontrol jika dekat dengan Guntur.
"Ga bisa, Ainun Solihat" Guntur menekankan ucapannya.
"Gua ingetin, gua ga suka di tolak" Guntur memperingati ku.
"Ish" Gumam ku dengan kesal sambil menghentakkan kakiku.
Tika dan Nur yang melihatku dengan mengobrol lama dengan Guntur memanggilku.
"Apa?" Tanya aku.
"Hayu, pulang" Ajak Tika kepadaku.
"Hmmm.... Itu, Tik... " Ucapku dengan ragu-ragu, aku tidak tahu harus mengatakan seperti apa kepada Tika.
"Lu pulang duluan aja, Tik. Si Ainun pulang sama gua, ada yang mau di obrolin dulu" Guntur mengambil alih apa yang mau aku katakan kepada Tika.
"Hah?" Tika dan Nur bengong mendengar ucapkan Guntur.
"Pulang bareng?" Tanya Tika.
"Sama Guntur?" Nur menimpali.
Aku hanya menganggukkan kepalaku, menundukkan kepala ku menutup wajahku yang sedang malu saat ini.
"Jadi kita pulang duluan gitu?" Tanya Tika memastikan.
"Iya" Jawab Guntur.
"Ngga" Jawab ku berbarengan.
"Ini maksudnya gimana?" Tika pusing dengan jawaban aku dan Guntur yang berbeda.
Aku menatap Guntur "pokoknya Tika harus temenin gua, Gun. Jangan disuruh pulang, nanti gua pulangnya gimana"
Guntur menghembuskan nafasnya dengan pelan "ga, Tika pulang aja duluan. Lagian kasian si Tika di jadiin kacang"
"Terus lu ga kasian sama gua gitu?" Tanya aku sambil menunjuk diri ku sendiri.
"Kan gua dah bilang, gua pulang sama lu, hm" Jawab Guntur berusaha membuat ku mengerti.
"Tapi....." Aku masih ragu dengan perkataan Guntur.
Ya, gimana yah? Aku tidak tahan jika harus berbincang hanya berdua dengan Guntur. Entah kata-katanya atau perbuatannya yang membuat hatiku menjadi hangat.
"Udah, gua ga suka penolakan. Tika lu pulang duluan aja sama Nur" Ucapan Guntur memberitahu Tika.
Tika menggarukkan kepalanya yang tidak gatal "hmm, oke deh" Tika menyetujui ucapan Guntur.
"Yaudah, nun. Gua sama Nur pulang duluan yah? Hati-hati dan semangat. Hahaha" Tika menggoda ku dengan tertawa terbahak-bahak.
"Ish, emang" Aku menatap Tika dengan kesal.
Setelah Tika dan Nur meninggalkan kelas. Saat ini, aku dan Guntur hanya berdua di dalam kelas. Aku terdiam bingung tidak tahu harus melakukan apa. Aku hanya berdiam sambil melihat kearah lain. Sedangkan, Guntur hanya menatap ku yang sedang salah tingkah.
"Guntur sialan" Umpat ku di dalam hati.
Aku mendengar suara Guntur yang sedang tertawa kecil. Lalu, aku menatapnya dengan tajam.
"Apa?" Tanya ku dengann kesal.
Guntur menutup mulutnya menahan tawanya agar tidak meledak "ngga, lu lucu kalo lagi salah tingkah" Ucapan Guntur sambil tersenyum.
Aku menggerakkan kakiku dengan kesal "ikhhh, jangan ngeledek gua" Aku merengek kepada Guntur.
"Yaudah iya. Daripada berdiri terus, mending duduk di belakang. Hayu sini" Ucap Guntur melewati ku lalu menarik tas ku dengan cepat.
"Ekh ekh ekh" Ucapku terkejut mendapati tas ku di tarik oleh Guntur.
Guntur mendudukkan ku di kursi yang ada di hadapannya. Lalu, melepaskan tas nya dari punggung nya. Aku mencoba mencarinya posisi yang nyaman untuk duduk.
"Terus lu mau ngobrol apa?" Tanya aku langsung tanpa basa basi.
"Lah emang mau ngobrol apa?" Guntur pura-pura tidak ingat.
"Guntur ikhh" Aku merengek dengan gemas.
"Hahaha iyaiya, sabar. Hmm gimana yah?"
"Gimana?" Tanya aku bingung.
"Pokoknya, gua hanya ingin anak-anak tahu kalo gua sama lu deket itu aja" Ucap Guntur.
"Tapi, kan gua malu" Aku menutup wajahku yang memerah padam.
"Bisanya juga malu-maluin" Guntur memberikan fakta tentang ku.
"Tapi ini beda lagi, Gun"
Guntur menarikkan alisnya "lu malu deket sama gua?" Tanya Guntur.
"Bukan malu karena itu. Gua malu karena nanti di ledekin terus sama anak-anak lho ishh" Jawab ku sambil memukul meja dengan pelan.
"Yah, itu sih resiko"
"Yah, ngga gitu juga, Pak Boss"
"Yah, bukan lu aja kok yang di ledekin. Gua juga" Guntur mencoba untuk membuat ku tidak khawatir.
"Iya sih" Aku membalas ucapannya dengan bimbang.
"Yah, kalo ada yang nanya gua sama lu, gua tinggal jawab gua lagi deket sama lu"
"Ngga gitu juga, yang ada pada mikir gua sama lu pacaran. Tapi, faktanya kan ngga" Aku tidak menyetujui ucapannya Guntur. Enak aja.
Guntur menatapku dengan tajam "lu mau kita pacaran?" Tanya Guntur serius.
"Ekh?" Aku terkejut tidak tahu harus jawab apa.
"Gua ga mau dan ga setuju" Guntur menolak memastikan status hubungan aku dengan dia.
"Sialan. Kenapa juga tadi harus nanya sama aku" Umpat ku dalam hati.
"Gua ga mau kalau pas putus nanti kita jadi berjauhan kayak lu sama para mantan lu. Gua mengakui kalo gua suka dan deket sama lu. Tapi, untuk pacaran gua masih belum bisa. Gua takut lu sakit gara-gara gua nanti" Guntur memberikan penjelasan, mencoba untuk memberiku pengertian tentang dirinya.
"Iya sih" Aku menundukkan kepalaku.
"Jadi, jangan sedih hanya karena gua sama lu ga ada status pacaran. Gua akan berusaha sebisa gua biar gua ngga nyakitin lu dan ngga buat lu nangis, Nun"
"Iya"
"Dengan kesederhanaan gua ini, gua hanya bisa berusaha untuk selalu membuat lu tersenyum dan tertawa. Kalau ada yang mau ku curhatin sama gua, gua siap buat dengerin curhatan lu. Kalau lu ada yang ngga di sukai dari diri gua lu bilang"
"Iya"
"Kalau ada yang jahatin lu, bilang sama gua. Gua akan marahin tubuh orang nya"
"Iya" Aku sedikit tersenyum mendengar leluconnya.
"Dan... " Ucapan Guntur terhenti "kalau lu mau mengatakan lu kangen dan sayang sama gua. Gua pasti dengerin" Guntur menatapku tersenyum.
Aku tertawa malu mendengar ucapannya "apaan sih? Lebay deh. Tiap hari ketemu ini" Aku mengibaskan tanganku.
"Gua hanya mengingatkan, Nun. Gua tahu lu seperti apa"
"Iya deh iya" Aku hanya menganggukkan kepalaku tersenyum kepada Guntur.
"Tapi, intinya. Lu jangan nangis karena gua. Lu mau gua nanti dapet siksaan dari Allah karena gua buat lu nangis?"
"Biarin yee" Aku tertawa mendengar ucapannya.
"Ga boleh woy" Guntur tidak terima dengan persetujuan ku.
Aku hanya tertawa mendengar protes dari Guntur. Ya, begitulah Guntur selalu menyelipkan candaannya ketika sedang serius.
"Hmmm, jadi udah gitu aja?" Tanya aku heran.
"Iya gitu aja" Jawab Guntur.
"Tau gitu, ngobrol pas istirahat aja sih" Aku melihat Guntur kesal.
"Yah, biarin. Lagian gua juga pengen pulang bareng sama lu, emang ga boleh?" Tanya Guntur.
"Yah, boleh sih"
"Nah, yaudah. Lagian ini pertama kalinya kan pulang berdua bareng" Ucap Guntur.
"Hmm, iya sih"
Guntur melihat jam tangannya "yaudah yuk, pulang udah jam 2. Gua harus ke rumah Acink (Dayat) anak-anak cowok pada kumpul soalnya" Guntur mengajakku untuk pulang.
Aku hanya mengikuti Guntur dan berjalan di samping nya. Aku dan Guntur berjalan bersama sambil bercerita mengenai hal yang menyenangkan. Aku tertawa dan sesekali memukul Guntur ketika mendengar perkataannya. Ya, aku bahagia saat ini. Sederhana namun memberikan kenyamanan kepadaku.
Penciptaan itu sulit, dukung aku ~ Voting untuk aku!
Apakah kamu menyukainya? Tambahkan ke koleksi!