webnovel

Mata Alam: True Story

Sebuah nama yang memiliki banyak kenangan, namun menyakitkan untuk diingat kembali. Karena nama ini, aku terlalu berharap untuk selalu bersama dengannya. Karena nama ini, yang dulunya indah menjadi mimpi buruk ku selama ini. Terima kasih, Tuhan.... Kau telah mengabulkan do'aku yang telah mendatangkan seseorang untuk ku. Seseorang yang dapat memperbaiki sifatku, perasaan ku, bahkan iman ku untuk lebih taat kepada mu. Tapi, Tuhan... Seseorang ini menghancurkan hidupku dengan perlahan atas perasaannya itu. Ini kisah nyata antara kau dan aku, Mata Alam...

Secret_Ainun · Teen
Not enough ratings
27 Chs

Heboh

"Ciyeeee, sekarang jadi deket. Dulu ogah-ogahan buat deket sama orangnya sampai nyebut kiamat pula"

Aku hanya geleng-geleng kepala mendengar ledekan teman-teman ku

Pagi hari

Aku sedang duduk sambil membaca buku di temani oleh Guntur yang berada di samping ku yang sedang tidur di atas mejanya.

Aku hanya ingin memberitahu. Setiap murid memiliki satu meja dan satu kursi secara terpisah. Sekolah lain biasanya memiliki meja yang panjang dan kursi yang panjang. Berbeda dengan sekolah ku memilih meja dan kursi yang hanya cukup untuk satu orang.

Apa yang Guntur lakukan saat ini yaitu mejanya di satukan dengan meja ku seperti duduk berdampingan dalam satu meja.

"WOY" Teriak Dayat yang sedang berdiri di depan papan tulis.

"Apa sih, Cink? Berisik" Irma memarahi Dayat.

"Tahu, ni" Tika ikut memarahi Dayat.

"Dih, dengerin Acink dulu kenapa? Ada gosip baru kan" Dayat memberikan kode kepada teman-teman kelas.

"Apa?" Tanya aku penasaran.

Dayat menatapku dengan tersenyum jahil "Ainun sama Guntur pacaran, yuhuuuuuuu" Teriak Dayat dengan kencang.

Seketika ruangan kelasku menjadi gaduh dan berisik mendengar informasi dari Dayat.

"Ya Allah, ga nyangka sama umi" Riani melihat ke arah ku.

"What? Si Guntur?" Danar terkejut dengar infromasi dari Dayat.

"Perasaan kemarin ada yang bilang kiamat kalo aku deket sama Guntur" Komentar Septi tersenyum jahil kepadaku.

"Si Guntur kalo sama Ainun harus jadi ustad dulu" Komentar Haris.

"Si bad boy dan si alim? Gila sih" Echa juga ikut mengomentari.

"Makan tuh karma" Ucap Nunuy dengan tajam.

Begitulah reaksi dari teman-teman sekelas ku yang heboh mendengar ucapan Dayat. Padahal informasi itu kurang tepat dan tidak benar. Dasar biang gosip.

Guntur yang sedang tertidur pun terbangun karena mendengar suara yang begitu berisik.

"Kenapa sih?" Tanya Guntur kepada ku.

"Itu tuh, si Dayat buat pemberitahuan di depan kalo gua sama lu pacaran" Aku menjawab pertanyaan Guntur sambil menunjukkan Dayat yang ada di depan.

Guntur mengikuti arah tangan ku melihat ke Dayat "si Acink emang"

"Woy, Cink. Jangan buat gosip yang aneh-aneh lu. Ngaco. Gua sama Ainun aja ngga pacaran" Guntur memberitahu Dayat yang sebenarnya.

"Masa?" Tanya Dayat tidak percaya.

"Bener, Cink. Gua sama Ainun ga ada hubungan apa-apa. Kalo cuma deket, iya gua lagi deket sama Ainun"

"Itu lu ngaku, Gun" Tunjuk Dayat kepada Guntur.

"Yeeee, tapi ngga pacaran"

"Tapi, lu suka kan sama Ainun?" Tanya Dayat.

"Kalo suka mah iya" Jawab Guntur reflek.

Aku yang mendengar jawaban Guntur hanya tertunduk malu, mencoba menutupi wajahku yang merah padam.

"Ciiiiyyyeeeeeeeeee" Ledek teman-teman sekelas ku.

Aku mencubit tangan Guntur sambil menatap Guntur dengan kesal.

"Berisik woy" Teriak Guntur kepada teman-teman di kelas.

"Hahay, Guntur mengakui suka sama si Ainun" Komar menggoda Guntur yang ada di belakang ku.

"Tapi, lu ga masalah sama mantan Ainun yang ada di kelas? Si Tajul? Si Bana?" Tanya Dayat penasaran.

"Dih, ngapain gua harus permasalahin? Toh mereka cuma mantannya kan? Gua teman mereka. Yaudah, bukan halangan"

"Yah, gua juga ngga mempermasalahkan lu deket sama Ainun, Gun. Cuma gua ga nyangka aja" Ucap Tajul menyuarakan pendapatnya.

"Tuh, lu denger sendiri, Cink"

"Iyya deh, maaf yah, Nun" Dayat merasa bersalah karena mengungkit masa lalu ku di hadapan teman-teman ku.

"Tapi, awas aja kalo ada yang buat Ainun nangis atau kesal. Lu harus berhadapan sama gua. Gua tahu kok siapa aja yang pernah buat Ainun nangis karena ucapannya yang tidak tahu diri" Guntur memberikan sindiran kepada Nunuy dan menatap teman sekelasnya satu persatu.

Hening. Teman-teman ku hanya terdiam mendengar ancaman dan sindiran Guntur. Aku menarik baju Guntur untuk menyudahi ucapannya dan duduk kembali seperti semula.

"Guntur, udah" Aku memohon kepada Guntur untuk berhenti.

"Tenang gengs tenang. Gua hanya memberitahu aja kok, jangan serius gitu donk" Guntur menenangkan teman-teman ku atas ucapannya itu

"Si kamvret, gua udah kaget sama ucapan lu" Keluh Dayat kesal.

"Si bucin emang" Danar melihat Guntur dengan kesal.

Suasana kelas yang tadinya hening kembali ramai dengan candaan Guntur yang begitu mengelikan. Aku menghelas nafas lega dengan suasana kelas yang sudah seperti biasanya.

Jam pertama sudah selesai tanpa mengerjakan soal apapun karena guru mata pelajaran tidak masuk hari ini, kami hanya sibuk dengan kegiatan masing-masing seperti tidur, main hp, berfoto ria dan lain-lain. Lalu, dilanjutkan dengan mata pelajaran ke dua yaitu mengerjakan soal IPA (Ilmu Pengetahuan Alam) dengan berkelompok minimal empat orang.

Aku membagi anggota kelompok dan mencatat di buku tulis. Aku sedang berpikir siapa yang akan masuk ke kelompok ku, bingung memilih salah satu teman laki-laki. Sedangkan, Guntur sudah ada kelompok nya di masukkan oleh Riani.

"Cink" Aku memanggil Dayat yang sedang mengobrol dengan Garis dan Komar.

"Kenapa, Nun?"

"Acink masuk kelompok Ainun yah?" Tanya ku.

"Terserah, Ainun"

"Jangan jawab terserah, kalo Acink mau masuk grup lain kan bisa" Ucap ku kesal Dayat memberikan jawaban yang bimbang.

"Iya, Dayat terserah Ainun aja" Jawab Dayat tidak memberikan kepastian dengan jawabannya.

"Cink, jangan gitu. Harus pasti"

"Harus pasti yah, Nun?" Tanya Dayat melihat ke arahku dengan tatapan misterius.

"Iya harus pasti, cewek kan butuh kepastian" Jawab ku dengan kencang.

Krik krik krik

Seketika kelasku menjadi hening mendengar ucapan ku. Lalu tidak lama kemudian, mereka tertawa terbahak-bahak. Aku yang tidak mengerti situasinya hanya menatap Tika dengan bingung.

"Kenapa sih?" Tanya aku heran.

"Kamu ga sadar, Nun?" Tanya Tika sesekali tertawa kecil.

"Itu ucapan mu kayak meminta kepastian hubungan kamu sama Guntur lho, Nun" Nur memberitahuku.

"Ekh?" Aku masih tidak paham dengan ucapan Nur.

"Guntur, tuh. Si Ainun butuh kepastian. Makanya Gun, jadi cowok itu harus tegas. Cewek kan butuh kepastian" Ucap Dayat melihat ke arah Guntur yang sedang menatap ku dalam diam.

"Ekh?" Aku terkejut mendengar ucapan Dayat sambil memikirkan ucapan aku yang sebelumnya. Setelah aku mengerti maksudnya, aku menemukan jidatku dengan pelan.

Aku menatap Dayat dengan kesal "ekh, ngga gitu yah maksudnya memberikan kepastian Acink mau masuk kelompok yang mana, jangan bimbang kayk gitu. Suka di sambung-sambungin emang"

"Iya deh iya. Kepastian yaah, Gun. Kepastian jangan lupa" Dayat menggoda ku dengan jahil.

Aku menatap Guntur salah tingkah "ngg ngga, gitu kok Gun. Dayat ikhh jangan ngada-ngada jadi orang" Aku menunjuk Dayat kesal.

"Udah, Cink. Kasian anak orang jadi malu" Guntur meminta Dayat untuk tidak menggoda ku lagi.

"Guntur ihhhh"

"Tenang aja. Walau ga ada status, lu masih orang spesial bagi gua" Ucap Guntur sambil menatapku dengan menampilkan smirk kecilnya.

"Cc ciiiiyyyeeeeeeeeee" Teriak teman-teman sekelas ku.

Aku yang mendengar ucapan Guntur langsung berbalik arah dan duduk dengan menelengkupkan wajahku di atas lenganku. Malu. Itu yang sedang aku rasakan saat ini.

"BODO AMAT, Gun" Teriak ku yakin masih menelengkupkan wajahku.

Ya, begitulah teman-teman sekelas menggoda ku seharian ini. Mengetahui bahwa aku sedang dekat dengan Guntur. Fakta yang membuat satu sekolah gempar dan tidak menyangka dengan kedekatan aku dan Guntur. Seseorang yang tidak terpikir bahwa dia akan dekat dengan orang itu yang menurutnya sangat berbeda jauh dengan kepribadian dan penampilannya.

Penciptaan itu sulit, dukung aku ~ Voting untuk aku!

Apakah kamu menyukainya? Tambahkan ke koleksi!

Adakah pemikiran tentang kisah aku? Tinggalkan komentar

Secret_Ainuncreators' thoughts