webnovel

Lorex 19

Sebuah benda misterius berbentuk bola besi, menghantam halaman depan rumah. Roki Helberm datang mendekat lalu tiga serum hitam misterius keluar dari dalam bola tersebut. Tiga serum tersebut masuk ke dalam tubuhnya secara paksa. Tubuhnya mulai terbakar dan bermutasi menjadi mutan. Bola besi itu, pernahan menyatu pada tangan kanannya hingga menjadi tangan besi. Tanpa sengaja, dia terlempar ke tahun 2500 dan terdampar di sebuah kota tua penuh dengan zombie. Di sana dia bertemu dengan Profesor Xenom dalam wujud hologram. Beliau merupakan orang bertanggung jawab membuat serum dan memaksanya datang ke tahun 2500. Dalam perjalanannya, Roki bertemu dengan seorang gadis kecil bernama Angela. Dia merupakan turunan terakhir keluarga Van Helix setelah kematian kakaknya di kota itu. Kemudian mereka bertiga, bertemu dengan Ninja Cyborg di dalam sebuah gedung. Cyborg mengucap sumpah setiap kepada Roki lalu dia memberi nama Jhon Luwis. Perjalanan mereka dimulai menuju Laboratorium Bawah Tanah milik Profesor Xenom. Sesampainya di sana, Roki melakukan time travel ke tahun 2015 lalu kembali ke tahun 2500 dan memulai dari awal untuk menyusul kekuatan berperang melawan Kota Horizon.

Tampan_Berani · Romance
Pas assez d’évaluations
152 Chs

Jadian

Angin dingin berhembus secara perlahan, bintang-bintang menghiasi angkasa sembari memancarkan cahaya di dalam gelap. Dinda pun memeluk Roki, sembari bersandar pada punggungnya. Pelukan hangat mulai Roki rasakan, membuat raut wajahnya semakin memerah.

"Ternyata kesayanganku tidak berubah," ucap gadis itu.

"Kesayanganku? Apa maksudmu?" Tanya Roki sembari tersipu malu.

"Dasar tidak peka, aku ini sedang menembakmu bodoh," ujarnya sembari menyembunyikan wajahnya di balik punggung Roki.

"Menembak? Pistol saja kamu tidak punya," timbalnya dengan tersipu malu.

"Ya ampun, kali ini aku sepertinya salah dalam berucap. Seharusnya aku berkata, mengungkapkan cinta bukan menembak." Kata Dinda sembari tertawa.

Mereka berdua pun tertawa, sembari menikmati perjalanan di temani indahnya malam. Namun Roki masih tak percaya dengan apa yang ia dengar. Seorang gadis cantik seperti dirinya, mengungkapkan rasa cinta begitu saja pada dirinya. Rasanya dia seperti sedang bermimpi. Seketika raut wajahnya menjadi datar, ketika mengingat siapa dirinya yang sekarang. Juga dia belum tau, statusnya yang sekarang.

Dirinya tak ingin di tunduh sebagai tukang tikung dalam percintaan. Lalu dia pun bertanya mengenai status hubungannya saat ini, dan rupanya kini dirinya sedang menjomblo. Mendengar pengakuannya, ia yakin bahwa gadis itu pasti sedang bergurau.

"Sungguh aku ini masih menjomblo, tapi kalau kita jadian sekarang otomatis status jombloku hilang," ucapnya sembari memandang raut wajah Roki pada kaca spion.

"Bolehkah aku bertanya?" Ujarnya memandang raut wajahnya yang manis pada kaca spion. "Mengapa kamu menyukaiku? Apa jangan-jangan karena aku ini berandalan, makanya kamu menyukaiku?" Tanya Roki sembari melirik ke arah kaca spion dengan raut wajah datar.

"Itu tidak benar," bantah-nya. "Asal kamu tau, aku menyukaimu sejak kelas dua SD (Sekolah Dasar) tau."

"Hah!? Terus apa yang kamu suka dari orang sepertiku? Padahal banyak lelaki keren di luar sana," ucapnya sembari bercermin pada dirinya sendiri.

Dinda pun terdiam, sembari tersenyum menatap indahnya langit malam. Kemudian dia memeluknya semakin erat, mengingat kenangan semasa kecil. Waktu itu mereka berdua tinggal bersebelahan, setiap hari Roki kecil sering berkunjung ke rumah gadis itu. Mereka berdua melakukan beberapa permainan bersama, seperti petak umpet, jarlu hingga ular tangga. Setiap kali dia bertemu dengannya, Roki kecil sering menyapanya dengan sebutan,"Gadis cantik".

Mendengar Roki memanggilnya seperti itu, tentu saja membuat Dinda sangat malu. Lalu dia pun memintanya agar Roki berhenti memanggilnya dengan sebutan tersebut. Kemudian dia teringat, ketika menyelamatkannya dari gigitan anjing buldoks. Sembari menahan rasa sakit, saat anjing buldog itu menggigit tangan kirinya, Roki pun berkata.

"Tidak akan kubiarkan, Dindaku yang cantik terluka!" Ucapnya sembari berlinang air mata.

Dan akhirnya gadis itu jatuh cinta, dan ia terus menyukainya hingga sekarang. Namun entah apa Roki, masih mengingatnya atau tidak yang jelas kejadian itu sudah lama terjadi. Jika dia mengingat sedikit saja, seharusnya lelaki itu sudah tau.

"Memang benar, di bandingkan dengan para mantanku sebelumnya. Mereka jauh lebih baik darimu, mungkin ini konyol namun tak ada satupun dari mereka mengatakanku bahwa aku itu adalah gadis cantik," ucapnya sembari bersandar serta tertawa kecil.

"Hanya itu?" Tanya Roki sembari tersipu malu.

"Kamu akan menemukan jawabannya, jika kamu ingat sedikit saja kenangan masa kecil kita berdua. Lagi pula mencintai seseorang tidak perlu alasan khusus bukan?"

"Iyah kamu benar, tapi kamu curang Dinda seharusnya aku yang pertama mengucapkannya terlebih dahulu. Dasar gadis pencuri start," ucapnya dengan tersipu malu.

Tak terasa, mereka berdua telah sampai di tujuan lalu Dinda pun turun dari motor secara perlahan. Kemudian mereka berdua saling memandang satu sama lain dengan gejolak asmara. Sepatah katapun tak terucap dari mulut mereka berdua, mereka saling melempar senyuman sembari menunggu salah satu dari mereka berbincang terlebih dahulu. Tanpa sadar kedua orang tua Dinda berdiri di belakang, melihat putrinya yang sedang beranjak dewasa.

Namun Sang Ayah menatap cemburu putrinya, yang sedang menatap lelaki selain dirinya walau lelaki itu adalah anak dari temannya. Sang Ibu yang mengerti memeluk pundak Sang Ayah, sembari memberi isyarat agar jangan mengganggu masa muda putrinya. Seorang gadis kecil berusia 10 tahun keluar dari rumah, dengan sirgap ibunya langsung menangkapnya lalu membawanya masuk ke dalam.

Kemudian Dinda pun menggerakkan jarinya maju ke belakang, memberikan sebuah isyarat agar Roki mendekat, tak disangka Dinda pun menciumnya Roki pun terkejut seketika raut wajahnya memerah. Kedua matanya tak berkedip, ketika memandang gadis itu lalu Dinda menempelkan ujung jari pada bibirnya sendiri.

"Kutunggu pengakuan cinta darimu sayang," ucapnya sembari berjalan mundur dengan tersipu malu masuk ke dalam rumahnya.

Roki pun hanya tersenyum bahagia, menerima sebuah kecupan manis darinya. Dia pun terus tersenyum hingga tiba di kosannya, lalu ia pun masuk ke dalam dan dia pun tidur dengan nyenyaknya. Keesokan harinya pada pukul tujuh pagi, dia terbangun dari tidurnya lalu dengan tergesa-gesa dirinya langsung bersiap untuk pergi ke sekolah. Biasanya dia pergi ke sekolah pukul setengah delapan pagi, setelah selesai upacara bendera. Dia beserta komplotanya memanjat pagar sekolah, untuk bisa masuk ke dalam kelas. Kini baru pertama kali dia pergi ke sekolah, sepagi ini tentu saja ia lakukan hanya untuk bertemu dengan Dinda Sang Pujaan hati.

Selesai menikmati sepotong roti, dia pun langsung melaju kendaraannya pergi menjemput pujaan hati. Berbagai hala rintang ia lewati, berbagai jalan telah dia telusuri dan akhirnya dia pun sampai di depan rumahnya. Tampak Dinda dengan raut wajahnya yang sangat manis, menunggunya sejak tadi di depan gerbang. Sebelum berangkat Dinda mencium kedua tangan orang tuanya, disusul oleh Roki. Lelaki itu melihat ayahnya, sedang melototi dirinya sembari memperlihatkan wajah yang dingin. Sontak Roki pun merinding melihatnya, lalu dalam hati dia pun berkata, "Ampun om," sembari melelan ludah. Sedangkan Dinda yang mengetahui hal itu, hanya tersenyum sembari menahan tawa. Setelah mereka berdua berpamitan, Roki mulai melaju kendaraannya.

"Jadi sudah di tentukan tempatnya?"

"Tempat apa?"

"Kamu sedang mengujiku yah? Tentu saja pengakuan cinta," ucapnya lalu mendekat dan ia pun berbisik pada telinga kiri di balik helm.

Seketika telinga kirinya terasa geli, raut wajahnya semakin tersipu malu karena ulahnya. Kecantikan serta keimutannya membuat pemuda itu tak sanggup menatapnya di balik kaca spion. Sementara itu mereka bertiga tersenyum sendiri, melihat tingkah laku mereka berdua sedangkan Jhon melihat dengan raut wajahnya yang datar.

"Mungkin tempatnya, di danau yang kemarin bagaimana?"

"Boleh hanya saja tempat itu sedikit ramai, apa tidak masalah?" Gadis itu bertanya kembali.

"Sebenarnya aku ingin mengungkapkannya di Mall dan sebagainya. Tapi hari ini sedang tanggal tua, jadi mau bagaimana mana lagi."

"Ha.ha.ha begitu rupanya, menjadi anak kost itu memang sulit rupanya," ucapnya sembari melirik wajahnya pada kaca spion.

"Begitulah Dinda, jadi harap di maklumi. Oh iya, sepulang sekolah aku jemput kamu di depan kelas."

"Kutunggu," ujarnya.

Sesampainya di sekolah Dinda pun turun terlebih dahulu, sedangkan Roki memarkirkan motor miliknya pada sebuah tempat parkir langganannya yang tak jauh dari sekolah. Lalu dia bersama temannya yang baru datang, berjalan beriringan masuk ke dalam sekolah untuk mengikuti upacara bendera Senin pagi. Tujuh jam telah berlalu, akhirnya kegiatan belajar mengajar pun telah usai. Roki pun dengan wajah berseri-seri, berjalan mengunjungi kelas pujaan hatinya. Sebelum sampai di kelasnya, Dinda dengan raut wajah bahagia berlari sembari melambaikan tangan kepadanya lalu ia langsung memeluk tangan kanannya dengan cukup erat. Para siswa yang melintas menatap iri kemesraan mereka berdua, namun mereka berdua mengabaikannya dan lebih memilih untuk melanjutkan perjalanan menuju parkiran. Sesampainya di parkiran Roki mengeluarkan motornya, lalu mereka berdua pun menaiki motor tersebut dan melaju kendaraannya hingga tiba di danau. Setelah sampai di danau, mereka pun turun satu persatu dari motor yang mereka tunggangi. Suasana di sekitar danau tidak ramai seperti biasa, ini adalah momen yang sangat bagus untuk pengakuan cinta. Mereka berdua duduk menghadap ke depan, lalu mereka pun melirik dan saling berpandangan satu sama lain. Kemudian pemuda itu memegang kedua bahunya, sembari menatap raut wajahnya yang manis dengan raut wajah merah merona.

"Dinda semenjak aku pertama kali bertemu denganmu aku sangat menyukaimu. Semasa SD (Sekolah Dasar), aku sering memanggilmu gadis cantik. Kupikir, dengan begitu kamu tau akan perasaanku yang sebenarnya," ucapnya dengan tersipu malu.

"Lalu kenapa kamu tidak mengungkapkannya seperti yang kamu lakukan sekarang?"

"Tentu saja itu sangat memalukan, apalagi posisiku waktu itu sebagai seorang babu dan badut kelas," kata Roki sembari menundukkan pandangan mengingat semasa sekolah dasar. "Jadi maukah kamu jadi pacarku? Ah tidak!Maukah kamu jadi kekasihku?"

Tanpa sepatah kata pun yang terucap, gadis itu langsung memeluknya dengan sangat erat lalu ia pun menganggukkan kepalanya membuat Roki sangat senang. Kemudian mereka berdua kembali saling berpandangan, lalu secara perlahan Roki menutup kedua matanya dan ia pun mendekat sembari memajukan kedua bibirnya.

"Sayang, jangan disini banyak orang. Kita cari tempat yang agak sepi," ucapnya sembari menempelkan jarinya pada bibir Roki.

Roki pun tersenyum, lalu mengajaknya untuk segera mencari tempat sepi mencari tempat yang aman untuk berciuman. Sayangnya seluruh tempat sudah di boking oleh sepasang kekasih yang sedang berpacaran. Dengan rasa kecewa, terpaksa Roki mengantar kekasihnya kembali pulang. Sesampainya di rumah, Dinda pun turun secara perlahan dari motornya lalu mereka saling berpandangan dengan penuh asmara.

"Sudah lama aku menunggu momen ini, akhirnya kita berdua jadian," kata Dinda.

"Iya, senang rasanya bisa jadian. Akhirnya aku memiliki seorang kekasih secantik dirimu," ucapnya dengan malu-malu.

Seketika gadis itu teringat, oleh kehidupan berandal yang di jalani oleh kekasihnya. Dulu semasa SMP (Sekolah Menengah Pertama), dia selalu menjadi budak dari para pesuruh preman di sekolahnya. Seringkali dia di palak, oleh berandalan tersebut hingga tak ada sepeser uang pun di saku celananya. Dia pun sering menangis ketika kalah dalam berkelahi. Mengingat hal itu Dinda pun merasa khawatir padanya, lalu gadis itu bertanya tentang apa yang terjadi sebenarnya.

"Tenang saja, tidak ada satu pun berandalan di sekolah yang mempengaruhiku. Yang aku lakukan semua atas kehendakku sendiri. Yah, sekali aku ingin berganti peran, bosanlah jadi babu sesekali jadi pesuruh." Jawabnya.

"Ha.ha.ha kamu bisa saja, tapi segarang apapun dirimu kamu tetap lelaki cengeng kesayanganku," ucapnya membuat dirinya tersipu malu serta rasa senang yang ia rasakan seumur hidupnya.

Puas mereka berbincang, seputar asmara mereka berdua pun berpamitan. Tiba-tiba gadis itu menarik kerahnya, lalu mendaratkan sebuah ciuman panas pada kedua bibirnya. Lidah mereka saling bersentuhan, lalu tarik menarik dalam gejolak masa muda sembari menutup kedua mata mereka berdua. Ciuman tak berhenti sampai di situ saja, gadis itu mencium seluruh pangkal wajahnya dari kening hingga ujung dagu, membuat Roki tersipu malu.

Lalu dia pun kembali ke kosannya sembari tersenyum seperti halnya orang gila. Sebelumnya ketika ciuman berlangsung, Jhon menutup kedua mata gadis kecil itu sedangkan Profesor melihatnya tanpa berkedip. Gadis kecil itu sangat kesal, dengan perilaku Jhon dan Profesor pada dirinya.

"Lepaskan aku ini sudah besar!" Ucap gadis kecil itu dengan nada kesal.

"Tidak boleh kamu masih kecil, setidaknya tunggu sampai satu atau dua tahun depan baru kamu boleh melihatnya," ujarnya memberi nasehat.

"Itu benar Angela, bersabarlah sendikit lagi maka kamu boleh melihatnya." katanya ikut menasehati."Ok, hari sudah semakin gelap sudah saatnya bagi kita untuk tidur."

"Yah, padahal Angela ingin lihat kelanjutannya."

"Lain kali saja, sekarang kita harus tidur begitu denganmu Jhon." Kata Roki pada mereka berdua.

"Tidurku 24 jam sekali dalam seminggu tuanku, apa aku harus tidur sekarang?" Tanya John.

"Ya sudah malam ini kamu berjaga, soal tidur kamu akan mendapatkannya besok," perintah Roki pada Jhon.

Mendengar perintah dari tuannya, Jhon pun berjalan keluar sembari membawa katana pada punggungnya lalu ia berjaga di depan halaman. Sedangkan Roki dan Angela berjalan, menuju kamar milik penghuni rumah sebelumnya. Sesampainya di kamar, mereka berdua melihat sebuah kasur empuk yang cukup luar. Sebuah mesin pendingin ruangan terpasang pada dinding kamar, lalu gadis kecil itu langsung berbaring di atas kasur. Sedangkan Roki membuka sebuah lemari pakaian terbuat dari lempengan besi cukup tebal.

Di dalam lemari, tampak berbagai style baju tersusun rapih. Lalu dia membuka sepasang sepatu, mantel, beserta celana panjang miliknya dan ia meletakkannya begitu saja di atas lantai. Setela itu dia mengenakan celana boxer, berwarna abu-abu. Dan akhirnya mereka pun tertidur dengan pulasnya.