Mimi merapatkan jaketnya. Dinginnya udara begitu menusuk. Dilangkahkannya kaki menuju ke arah tenda. Teman-temannya tampak sedang asyik mengobrol dengan secangkir kopi hangat ditangan masing-masing.
"Sini Mi!" panggil salah satu dari mereka.
Mimi menghampiri sambil tersenyum, lalu duduk disamping seorang gadis berambut pendek. Mimi duduk bersila, sambil sesekali membersihkan celananya dari rumput yang menempel. Tangannya menyentuh sesuatu yang terasa berbeda. Bukan rumput, teksturnya berbeda. Diarahkan senter ke tangannya, tampak setangkai edelweiss. Mimi memasukan bunga itu ke saku jaketnya.
Bip... Bip... Bip...
Suara alarm membangunkannya. Mimi duduk sejenak sebelum akhirnya turun dari tempat tidur.
---
"Mi, dosennya ngga masuk nih. Kemana dulu kita? Lumayan 4 sks kosong," kata Sisi.
"Gue mau ke perpus dulu Si. Ada buku yang mau gue balikin, habis itu mau ke kantin aja atau ngadem di masjid," jawab Mimi.
"Ngaji woy di masjid, bukannya ngadem," gerutu Sisi.
Mimi hanya nyengir kuda mendengar ucapan Sisi, "iyaaa, ntar ngaji juga biar badan sama hati adem. Jadi lo mau ikut ngga?" .
Sisi mengangguk sambil mengikuti langkah Mimi. Perpustakaan tampak lenggang. Mimi menuju ke meja petugas untuk mengembalikan buku yang dia pinjam. Setelah itu dia mengajak Sisi ke sudut perpustakaan, disana Mimi duduk sambil melihat katalog buku.
"Nyari apaan lagi Mi? Katanya cuma mau balikin buku?" tanya Sisi dengan suara berbisik.
"Cari buku MSDM. Kan kita ada tugas bikin makalah. Tapi harus pakai minimal empat buku sebagai daftar pustaka. Gue cuma ada dua, jadi lagi nyari dua lagi. Emang lo ngga nyari juga?" jawab Mimi dengan berbisik juga.
"Gue nulis judul bukunya aja buat ditulis di daftar pustaka. Kalau isinya sih ambil dari buku yang gue punya aja. Males baca buku banyak-banyak. Lagian makalahnya juga belum tentu dibaca sama dosen. Paling lihat berapa halamannya," kata Sisi santai.
Mimi mengabaikan jawaban Sisi. Sahabatnya itu memang kelewat cuek. Prinsipnya yang penting lulus aja untuk semua mata kuliah. Dia ngga peduli IPK, dia penganut kepercayaan, pekerjaan tidak diperoleh berdasarkan IPK, tapi karena pengalaman. Makanya tiap kali libur semester dia malah sibuk magang untuk menambah daftar pengalamannya di CV. Itu dia lakoni sejak dia SMA katanya. Saat Mimi membuka CV Sisi di laptop, daftar pengalaman magang dan sertifikat kursus kilatnya sudah sangat panjang.
---
"Mang, siomaynya satu ya! Jangan pakai pare," kata Mimi pada Mamang pedagang siomay di kantin.
Setelahnya dia mencari Sisi. Tampak seseorang melambaikan tangan padanya. Ternyata Edo yang sedang bersama teman-temannya. Mimi menghampiri mereka.
"Ada tempat ngga Do buat gue sama Sisi?" tanya Mimi.
"Ada nih!" katanya sambil menepuk kursi disampingnya, "kami cuma bertiga kok!" lanjutnya.
Mimi duduk disamping Edo, tak lama Sisi datang bergabung.
"Kalian ngga ada kuliah ya? Baru jam segini udah di kantin," tanya Edo.
"Iya. Lo juga jam segini kok ada disini?" tanya Sisi.
"Gue sih baru datang, masih sejam lagi masuknya. jadi nongkrong aja disini sama mereka." jelas Edo sambil menunjuk Irfan dan Tama temannya, "sore ini kami mau ke Atrium, kalian mau ikut ngga?" tanyanya lagi.
"Ngapain ke Atrium?" tanya Mimi.
" Mau anter Tama nyari senar gitar," jawab Edo.
"Gue sih ngga ah," kata Sisi. "Gue mau creambath sore ini di salon langganan," lanjutnya.
"Kalau Sisi ngga, gue juga ngga lah Do. Gue mau langsung pulang aja. Tugas juga numpuk nih," Kata Mimi sambil menepuk tasnya.
"Okey lah kalau gitu," kata Edo.
---
Sore itu, Mimi tidak bersama Sisi. Sisi langsung menghilang begitu kuliah selesai. sementara Mimi memilih ke Masjid dulu untuk shalat Ashar.
"Mi!" seseorang memanggilnya ketika sedang membuka sepatu di halaman Masjid.
Mimi mencari arah suara itu, ternyata Irfan teman Edo. Irfan menghampirinya, "belum pulang?" tanyanya.
"Mau, tapi shalat dulu biar tenang," jawab Mimi. "katanya mau ke Atrium? Kok ada disini?" lanjutnya.
"Gue ngga jadi ikut," jawab Irfan.
"Oooo, ya udah, gue shalat dulu ya Fan," pamit Mimi, kemudian menuju kearah loker untuk menaruh tasnya disana.
---
Perjalanan pulang dengan commuter line kali ini cukup nyaman, karena penumpang belum terlalu penuh. Mimi mendapat duduk dekat dengan pintu. Diambilnya headset dari kantong tasnya. lalu memasang ke telinga dan mulai menikmati lagu dari handphone nya.
Mimi mulai asyik mendengarkan dan tak memperhatikan sekitarnya. Karenanya dia terkejut ketika seseorang menarik headset dari telinganya. Nyaris saja dia marah, karena merasa orang itu tidak sopan. Tapi begitu melihat siapa yang menarik headsetnya, dia malah tersenyum. Ternyata Rio teman SMA nya dulu.
"Asyik banget ya? Sampai ngga lihat sekeliling," kata Rio tanpa basa basi.
"Daripada bosan," jawab Mimi.
"Baru pulang?" tanya Rio. Yang dibalas hanya dengan anggukan oleh Mimi. Tak lama orang yang duduk disebelah Mimi turun, Rio langsung menghempaskan tubuhnya ke kursi. "Ngga nyangka ketemu lo disini Mi," katanya lagi.
"Lo tiap hari naik commuter ngga? Gue tiap pagi sering ketemu teman-teman. kalau sore jarang, karena jadwal pulangnya kan beda-beda,"
"Jarang Mi, gue lebih sering naik Bus. karena rumah gue kan lebih dekat sama terminal daripada stasiun. Tapi sekarang kayalnya mau naik commuter aja deh, biar gue bisa bareng sama lo terus," kata Rio dengan nada menggoda.
Mimi tersenyum geli mendengar godaan Rio, "lebay ah..." sahutnya.
Rio tertawa sambil menggaruk kepalanya. Setelah itu mereka mengobrol tentang masa-masa SMA, sesekali menertawakan hal-hal konyol yang pernah mereka alami dulu.
"Mi, minta nomor handphone elo dong!" kata Rio sambil menyodorkan handphone nya.
Mimi mengambil handphone Rio, lalu mengetik nomornya disana. Setelah itu diserahkannya kembali handphone itu pada Rio.
"Nanti gue Misscall ya Mi, lo langsung simpan aja nomor gue. Ngga apa-apa kan gue telepon elo?"
"Lho, kenaoa harus ngga boleh? Ya silahkan aja kalau mau telepon," jawab Mimi.
Tak lama mereka sudah sampai di stasiun tujuan. setelah saling berpamitan, mereka pun berpisah.
Malamnya ketika mengambil buku dari dalam tas, Mimi melihat sesuatu menyembul dari kantong samping tasnya. Ternyata sebuah kartu ucapan dengan hiasan bunga edelweiss dibagian depannya. . Diambilnya kartu itu, lalu dibacanya tulisan yang ada disana,
"Senang bertemu denganmu, semoga kamu juga senang bertemu denganku"
-PR-
Mimi menatap kartu itu dengan sejuta tanya, tapi setelah melihat bagian depan kartu itu dia tersenyum, edelweiss di kantong jaketnya dalam mimpi tadi malam, kini nyata ada digenggamannya. Sayangnya dia tak tahu, siapa yang menyelipkan di kantong tasnya.
"Mungkin dalam mimpi malam ini aku akan menemukan jawabannya, " kata Mimi dalam hati.