1 Mimi dan Mimpi

"Baju ini bagus Mi, cocok untuk kamu, " kata Bunda sambil menyodorkan sebuah gaun berwarna baby blue kepadanya. .

"Iya Bun, cantik banget. Warna kesukaan aku juga," sahut Mimi.

"Ya udah, Bunda beliin ini ya buat kamu," kata Bunda lagi.

Mimi menjawabnya dengan senyum. Tiba-tiba...

"Mi... Mimi... Bangun!!!"

Mimi mengejapkan matanya. Lalu melihat sekeliling. Dilihatnya Bunda sedang mengambil pakaian kotor di keranjang yang ada disudut kamarnya.

"Ouwh... Mimpi," batin Mimi. Tapi kemudian tersenyum senang. Dia beranjak dari tempat tidur dan langsung memeluk Bundanya seraya berkata, "makasih ya Bun,"

"Makasih untuk apa? Karena udah bangunin kamu?" tanya Bunda dengan nada bingung.

"Pokoknya makasih aja untuk yang nanti akan Bunda kasih ke aku," jawab Mimi, sambil menciun pipi Bunda kemudian berlari ke kamar mandi setelah mengambil handuknya.

Bunda menatap puteri bungsunya itu sambil menggelengkan kepala.

---

"Bang, hari ini aku nebeng Abang ya ke kampusnya?" kata Mimi pada Bang Rendra.

"Lho, tumben. Biasanya kalau Abang tawarin bareng ngga pernah mau," Bang Rendra balik bertanya.

"Lagi males desek-desekan di commuter line Bang," jawabnya pendek.

"Kan dari dulu juga dibilangin, kalau ke Kampus ikut Abangmu aja, sejalan ini. Tapi kamu ngga pernah mau," kali ini Ayah yang menyahut.

"Bukan ngga mau Yah, tapi aku tuh bosen kalau setiap hari ikut Abang. Ngga ada pemandangan kecuali jalan tol. Kalau naik commuter line kan banyak ketemu orang dan kadang ketemu teman juga. Ngga monoton," sahut Mimi.

"Ya udah cepet makannya, 15 menit lagi kita berangkat," kata Bang Rendra.

---

Aku tlah tahu kita memang tak mungkin

Tapi mengapa kita selalu bertemu

Aku tlah tahu hati ini harus menghindar

Namun kenyataan ku tak bisa

Maafkan aku terlanjur mencinta

Senyuman itu

Hanyalah menunda luka

Yang tak pernah ku duga

Dan bila akhirnya kau harus dengannya

Mengapa kau dekati aku

(Maafkan Aku #Terlanjur Mencinta)

Suara Tiara Andini menemani perjalanan mereka. Sesekali Mimi mengikuti lirik lagu tersebut.

"Bang, Abang gimana sama Mba Maya? Ada perkembangan ngga?" tanya Mimi memecah keheningan.

"Ya gitu-gitu aja Dek. Jalan di tempat," jawab Bang Rendra sambil menghembuskan nafasnya.

"Abang ngga nyoba nembak gitu Bang? Siapa tahu diterima."

"Ngga ah Dek. Pasti ditolak. Abang ngga mau sakit hati,"

"Ih kok gitu sih, jangan nyerah sebelum perang dong Bang,"

"Bukan nyerah, tapi Abang tahu diri. Abang kan tahu Maya sukanya sama siapa. Abang itu cuma dianggap sahabat sama dia."

"Yaaah, kasihan Abang aku ini, korban friendzone, " ledek Mimi sambil tertawa kecil.

Bang Rendra mendelik kesal, kemudian mengacak rambut adiknya itu.

Mimi hanya dua bersaudara, karenanya mereka cukup dekat. Mimi tahu kalau Abangnya menyukai sahabatnya sejak kuliah. Namun sayangnya, menurut Bang Rendra cintanya hanya bertepuk sebelah tangan, karena sahabatnya sudah mempunyai orang lain yang disukai. Kadang Mimi menyemangati Bang Rendra untuk terus memperjuangkan cintanya. Tapi sepertinya Bang Rendra khawatir persahabatannya akan rusak kalau dia nekat menyatakan perasaannya. Akhirnya lebih memilih untuk mencintai dalam diam. Tapi Mimi berniat untuk mempersatukan mereka, begitu waktunya tepat, dia akan menjalankan rencananya.

"Tunggu ya Bang, adek manismu ini akan bantuin Abang," batin Mimi sambil melirik Bang Rendra yang tengah fokus menyetir.

---

"Mi, tunggu!" sebuah suara terdengar memanggilnya.

Mimi hanya menolehkan kepalanya sambil terus berjalan, terlihat Sisi sahabatnya sedang berlari kecil kearahnya.

"Ada kuis statistik ya Mi?" tanya Sisi setelah berhasil menjejeri langkahnya.

"Iya!" jawab Mimi pendek.

"Gimana, lo udah dapat bocoran belum?" tanya Sisi lagi.

"Bocoran dari mana? Pak Kumis ngajar dimana aja gue ngga tahu," jawab Mimi.

"Siapa tahu semalam lo mimpi lagi ujian, jadi tahu soal apa yang keluar hari ini," kata Sisi sambil tertawa pelan.

"Lo kira gue cenayang," kata Mimi sambil menjitak kepala Sisi.

Sisi meringis kecil, lalu mengusap kepalanya.

---

Dua jam kemudian di kantin,

"Statistik itu bikin mumet euy.. ." keluh Sisi.

"Iya, gue milih manajemen tuh biar ngga ketemu pelajaran matematika, ternyata ketemu juga," timpal Mimi.

"Harusnya kita ngambil sastra ya Mi? Aman dari matematika. Kita jadi pujangga aja,"

"Lo pikir Sastra ngga susah, masing-masing punya kadar kesulitan yang beda. Gue ngga bakat di sastra, masuk jurusan itu bisa-bisa gue remed melulu," tukas Mimi sambil menyeruput ice lemon tea-nya.

"Kalau gitu kalian kawin aja, ngga ketemu matematika yang jelimet. Paling ngitung gaji suami aja," sebuah suara bariton menimpali obrolan mereka.

Tampak Edo sedang berdiri disamping meja mereka, dan langsung menarik kursi untuk duduk bersama mereka.

Sisi dan Mimi hanya melirik Edo sebal.

"Kalian mau kemana habis ini? Kalau ngga ada acara, ikut gue yuk?" ajak Edo.

"Kemana?" tanya Mimi dan Sisi serempak.

"Ke bengkel, ganti oli mobil," jawab Edo.

"Ogah!!" jawab Mimi dan Sisi lagi-lagi dengan serempak.

"Ya ampun, biasa aja kali. Kalau ngga mau ya udah. Padahal habis dari bengkel tadinya gue mau traktir makan pizza," kata Edo langsung beranjak pergi.

"Ikuuuut!!!" teriak Mimi dan Sisi sambil berlari mengejar Edo.

---

Untung di bengkel tidak ada pelanggan, jadi, mobil Edo langsung dikerjakan. Dan sekarang mereka sedang asyik menikmati pizza.

"Lo tidur jam berapa semalam Mi? Gue telepon kok ngga dijawab?" tanya Edo tiba-tiba.

"Hehehe sorry Do, handphone silent , jadi ngga denger. Tadi pagi ngeliat sih, cuma gue pikir nanti juga ketemu, jadi ngga telepon balik. Emang ada apaan?"

"Ngga ada apa-apa sih, cuma telepon random aja karena lagi bosan. Kebetulan nomor elo yang ketekan," jawab Edo.

"Kayak mau milih doorprize aja," cetus Sisi, "Mi, semalam mimpi apa? Nyambung ngga sama hari ini?" lanjut Sisi.

"Ngga tuh, ngga ada yang nyambung sama kejadian sekarang," jawab Mimi.

"Hmmm, sekali-kali mimpi elo tuh tentang soal kuis kek, jadi kan ngebantu," kata Sisi.

Edo dan Mimi hanya tertawa mendengar ucapan Sisi.

Mimi, Sisi dan Edo adalah tiga sahabat. Sebenarnya mereka baru bekenalan saat ospek di kampus mereka. Saat itu ketiganya sama-sama dihukum, karena atribut yang tidak lengkap. Namun karena itulah akhirnya mereka jadi dekat, walau Edo berbeda jurusan dengan Mimi dan Sisi. Edo mengambil jurusan akuntansi.

Meski terhitung belum terlalu lama bersahabat, tapi mereka sudah saling tahu kebiasaan unik masing-masing. Termasuk tentang keunikan Mimi yang kerap bermimpi dan kemudian akan menjadi terwujud di dunia nyata. Mengingat keunikan itu, Sisi sering berkhayal Mimi bisa bermimpi tentang soal-soal kuis, namun itu tak pernah terjadi.

---

"Assalamu'alaikum.. " sapa Mimi sambil memasuki rumah.

"Wa"alaikumussalam," jawab Bunda.

Mimi mencium tangan Bunda, lalu langsung menuju kamarnya. Begitu masuk kamar, matanya tertumbuk pada kotak hitam berhias pita berwana emas di ranjangnya. Diambilnya kotak itu kemudian dibukanya. Mimi tersenyum, nampak gaun berwarna baby blue, persis seperti mimpinya tadi malam.

avataravatar
Next chapter