webnovel

Legenda Sang Raja Dunia

Dalam Gugusan Qaf, terdapat puluhan benua besar yang terpencar-pencar, dipisahkan lautan dan tirai semesta. Ketika para raja agung dari berbagai negara di benua membuka batas wilayah masing-masing, perkembangan ilmu beladiri pun melesat menuju era kejayaannya. Tapi, seimbang dengan kemajuannya, sebuah pengorbanan besar pun kerap terjadi demi kemuliaan jalur beladiri. Banyak negara yang tumbuh semakin kuat, banyak juga yang hancur dan hilang dalam catatan sejarah. Pada masa damai, orang-orang perkasa kesulitan menerobos batas kultivasinya, pada zaman kekacauan, banyak naga perkasa yang lahir melukis kebesarannya di gugusan langit. Hindra memiliki konsep sendiri dalam beladiri. Ia membenci keserakahan perang para jenius demi keuntungan pribadi. Ia bangkit, menciptakan jalannya sendiri, berusaha menyatukan dunia besar di bawah keadilan yang manusiawi.

Roby_Satria · Fantaisie
Pas assez d’évaluations
53 Chs

Dunia Kuno Penempaan Ksatria

"Siapakah nama Tuan Puteri yang terhormat?" Tanya Hindra.

Sambil memainkan matanya yang indah, dara itu menjawab lantang, "Puteri Kaysa. Meski tidak setenar adikku, tapi kalau menjadi bagian dari Ruang Pertempuran nantinya, namaku tidak boleh kau lupakan."

"Baik Tuan Puteri."

"Kau tidak ingin menanyakan nama adikku?"

Hindra melengak. Hampir ia menggaruk kepala, karena bukan kebiasaannya mencari tahu nama orang yang tidak dikenalnya. Tapi terpaksa ia mengangguk. "Ya, siapa nama adik Tuan Puteri?"

"Kau pasti terkejut. Namanya adalah Puteri Rayli!"

Dan remaja itu benar-benar terkejut. Puteri Rayli merupakan buah bibir di kalangan jenius paviliun. Bahkan kecantikannya dianggap setara dengan Dewi Mulyani, membuat Hindra penasaran.

"Nah, mengapa matamu mulai berkunang-kunang?" Puteri Kaysa terkikik.

"Berbinar-binar tepatnya Tuan Puteri."

"Anak yang menarik!" Senyuman dara cantik itu semakin mengembang. Biasanya jenius manapun begitu tahu siapa Puteri Kaysa, mereka hanya akan mengangguk-angguk seperti burung pelatuk. Hanya Hindra yang terlihat begitu santai, meski tidak kehilangan sifat sopan-santunnya.

Tidak lama dari arah pintu, sosok-sosok perkasa melayang masuk dan turun di atas tanah lapangan. Semua orang menghela napas lega. Akhirnya Lintar bersama beberapa orang jenius yang mengiringinya datang juga. Acara pun dapat dimulai.

Belum lagi ia mengucapkan satu patah kata pun, mendadak terdengar suara Puteri Kaysa. "Adik Pangeran. Kemari!"

Lintar menoleh cepat. Begitu tahu siapa yang memanggil, wajah sombongnya melunak. Sambil tertawa ia melesat menuju kumpulan jenius generasi pertama.

"Maafkan aku yang telah membuat kakak Puteri harus menunggu!"

Ia melangkah beberapa tindakan, lalu menatap Puteri Kaysa dengan pandangan akrab.

"Ah, kau juga ternyata sudah berada di sini Adik Hindra!" Serunya.

"Mari kau ikut aku membuka acara ini." Lintar menarik tangan Hindra dengan akrab. Belum juga ia membalikkan badan, serangkum kekuatan lembut, tapi memiliki kekuatan dahsyat telah menyeret tubuhnya ke belakang.

"Aku belum bicara, tapi kau telah hendak pergi begitu saja. Beginikah caramu bersikap padaku, Adik Pangeran?"

Lintar meringis. Kalau berada di Istana Awan tidak ada yang ditakutinya. Pangeran Ruang Pertempuran Topan pun lebih banyak mengelus dada, dari pada menegur dirinya. Tapi, ini di luar istana dan ia terlupa, sang kakak sepupu yang menghabiskan sebagian besar waktunya dengan kultivasi, pasti juga akan muncul di acara seperti ini. Dan Lintar, pasti mati kutu di hadapan Puteri Kaysa, walaupun dara itu menyayanginya, tapi kepribadiannya yang nyentrik dan sikapnya yang tegas, tidak bisa dirayu-rayu dengan cara apapun.

"Mengapa kau datang terlambat?" Tanya sang dara yang membuat takjub semua orang. Pemandangan ini sangat langka. Kapan lagi mereka bisa melihat wajah angkuh itu berubah memelas.

"Anu, Kak, biasanya juga begitu ...."

Lintar merasa tergigit lidah. Ia telah keceplosan.

"Apakah dengan adanya diriku di sini, kebiasaan itu tetap lumrah untuk kau lakukan?"

"Eh, ini ...."

"Jawab! Kau mempermalukan aku di hadapan saudara generasi pertama. Kami harus menunggu seorang generasi keempat datang baru acara bisa di mulai! Hebat sekali."

Lintar menggerutu dalam hati. Memangnya kalau generasi pertama mengapa? Andai tidak ada Puteri Sakya di antara mereka, apakah para seniornya itu berani memprotes tindakannya.

Kudrat menengahi dengan hati-hati. Ia paham, karena rasa sayangnya pada Lintar lah maka sang puteri bersikap seperti itu. Tapi, puteri yang nyentrik itu tidak tahu, bahwa caranya bisa sangat mempermalukan Lintar yang angkuh.

"Maaf, Tuan Puteri ...."

"Ada apa Kudrat, kau hendak membela Lintar?"

Kudrat menggelengkan kepala. "Tidak ada keberanianku untuk mencampuri urusan keluarga istana. Hanya aku hendak menyampaikan bahwa semua saudara dan adik-adik jenius telah lama menunggu agar acara ini bisa segera dimulai."

Puteri Kaysa tersenyum. Ia selalu mengagumi pemuda itu. Caranya dalam menengahi sesuatu selalu menyenangkan hati.

"Baiklah." Tukasnya kemudian. Lalu katanya pada Lintar, "Nanti aku akan mengurus kelakuanmu, sekarang pimpin pembukaan acara."

"Pimpin lah oleh Kakak Puteri, biar aku mendampingi saja."

Puteri Kaysa terkikik. "Kapan saatnya aku melihat kau bertingkah semanis ini?"

Lintar menggerutu.

"Aku ingin melihat kau tumbuh menjadi pangeran yang berwibawa. Sengaja pada setiap acara aku tidak mengambil bagian, karena aku juga membutuhkan saudara laki-laki yang bisa diandalkan."

Setelah dibanting lalu diangkat lagi. Wajah kusut Lintar terpaksa pura-pura ceria.

Akhirnya mereka semua bergerak. Para jenius dari berbagai generasi pun segera membentuk barisan di lapangan luas.

"Bolehkah aku membawa Hindra di sisiku, Kak?" Tanya Lintar.

"Ha, anak ini begitu spesial di matamu ya? Baru sekarang aku melihat kau menyukai orang dengan tulus." Kata Puteri Kaysa setengah menggoda.

Lintar memasang wajah datar. Sekarang mereka di hadapan jenius semua generasi, apa pantas wibawanya diperolokkan begitu.

"Silakan saja Adik Pangeran."

Lintar menjura sambil berterima kasih. Lalu dengan tegas ia memberikan perintah, "Bawa kemari batu mulia tujuh warna!"

Dari barisan jenius generasi kedua, seorang lelaki berbadan besar, melangkah cepat sambil memangku peti sepanjang satu meter. Ia berhenti di hadapan Lintar, lalu bersila, sambil meletakkan peti di pangkuannya.

"Tiga orang Senior generasi pertama silakan tampil!"

Kudrat melangkah bersama dua orang rekannya. Segera mereka mengambil posisi, bersila di depan jenius generasi kedua.

Suara Lintar kembali terdengar, "Satu lingkaran jenius generasi ketiga!"

"Siap Yang Mulia!"

Saat generasi ketiga maju, satu lingkaran besar terbentuk.

"Generasi keempat, maju, bentuk lingkaran."

"Generasi kelima, maju! Masuk ketengah lingkaran."

Hindra memandang dengan terkagum-kagum.

"Formasi Bintang Samudera!"

Wajah jenius generasi kedua yang memangku peti terlihat teguh. Energi mulianya meletus. Gumpalan cahaya putih samar mengelilingi peti, lalu disusul tiga jenius generasi kedua ber sama-sama menghentakkan gelombang kultivasi mereka.

Suara desisan keras menggema. Peti terbuka perlahan. Lonjakan energi keempat jenius itu bergabung dengan cahaya dari dalam peti, dan itu segera membumbung tinggi menjadi batangan cahaya, menembak langit.

"Satukan energi!"

Lintar menggamit Hindra. Tubuh kedua orang itu melesat ke angkasa mengikuti cahaya.

Semua jenius dalam berbagai formasi menembakkan energi gabungan mereka pada batangan cahaya. Ruangan bergelombang. Bayangan dimensi lain muncul timbul-tenggelam di dalam arus cahaya.

Semakin lama gabungan energi semakin menguat, cahaya peti pun berputar kencang menggiriskan. Gumpalan padatnya semakin memadat. Lonjakan energi yang bagai menyapu langit, semakin memendek, semakin mengeras,

"Buka!" Suara Lintar bergemuruh. Semua jenius terangkat ke udara, lalu tubuh mereka mulai berputar kencang.

Semakin lama putaran para jenius dan gabungan energi cahaya semakin kencang. Dengan berteriak mengguntur, semua jenius membalik, menghantam energi ke tanah.

Wus!!! Blegar!!!

Gempa mengguncang kawasan. Angin menyapu kencang. Semua benda naik dan bergulung dalam badai.

Tanah membentuk celahnya. Energi mulia dan para jenius laksana bor raksasa. Akhirnya tanah radius empat kilometer ikut berputar. Biasan energi dahsyat campur-aduk merekahkan tanah semakin lebar. Sebuah pintu raksasa dari balik lapisan tanah terbuka.

"Lempar peti!"

Kekuatan raksasa menderu. Peti segera menghantam sebuah lekukan pada pintu batu raksasa. Kembali suara ledakan terdengar.

"Ruangan apa itu?!" Hindra sampai melotot matanya.

Pintu batu berderam-deram. Beratnya yang mencapai ratusan ton mulai bergeser. Dan ....

Blegar!!!

Akhirnya terbuka pintu yang berada di balik tanah. Satu ruangan tersembunyi berselimut kabut gelap pun terpampang di depan mata. Ruangan itu begitu misterius. Aura kuno merembes keluar, membuat menggigil tubuh semua orang.

"Tempat apa itu?" Hindra tercekat.

Lintar terkekeh ringan dalam lonjakan badai menggila. "Dunia Kuno Penempaan Ksatria!" Katanya nyaris berdesis.

kemudian Lintar membuat sandi jari yang diikuti oleh semua jenius. Guratan-guratan api kecil dalam pola tertentu, menggeletar di udara. Semua jenius melambai, guratan sandi tangan terbang ke dalam ruangan gelap di bawah sana, berubah bentuk menjadi barisan kunang-kunang yang melayang jauh lalu hilang.

"Masuk!" Seru Lintar.

Jenius generasi pertama meluncur ke dalam ruangan disusul generasi berikutnya, kemudian saat Lintar dan Hindra bergegas menyusul, pintu batu raksasa di belakang mereka pun bergerak menutup, disusul lapisan tanah yang kembali bergerak menuju ke bentuk asal. Energi dahsyat tadi serta merta lenyap. Kesunyian menggantung dalam kawasan lapangan yang dikelilingi benteng, menyembunyikan semua jenius dalam perut bumi!