webnovel

Last Boss

Kenapa Iblis itu harus dibunuh? Pertanyaan itu muncul di kepalanya ketika ia diminta untuk mengisi kuisioner setelah dirinya berhasil mengakhiri game yang baru saja keluar kemarin. Edward, dia adalah seorang pelajar SMA tahun terakhir yang memiliki hobi bermain game. Dia adalah seorang maniak, hampir semua game yang dikeluarkan 2 atau 3 tahun sudah ia selesaikan. Game baru keluar, Aester World, ia menamatkannya hanya dalam waktu kurang dari 48 jam. Game menunjukkan credit staff yang terlibat bergerak ke atas sebagai tanda akhir dari permainan, namun ketika kredit selesai muncul sebuah pertanyaan. Ia berpikir jika itu hanya ulasan untuk iklan game mereka, namun semakin lama muncul pertanyaan yang semakin aneh. Hingga terakhir muncul sebuah pertanyaan yang tidak bisa ia jawab. Kalau begitu, bagaimana jika Kamu menjadi Raja Iblis? Monitor seketika berubah menjadi warna putih, cahaya dari layar menjadi sangat terang daripada biasanya sampai membutakan matanya untuk sesaat, lampu kamar tiba-tiba menyala sangat terang lalu meledak. Ruangannya bergetar hebat seolah di terjang gempa, ia melompat dari kursi karena panik, berlari kearah pintu keluar. Ketika matanya terbuka, semuanya berubah. Tidak ada lagi ruangan sempit yang berantakan, tidak ada lagi cahaya monitor yang menjadi sumber cahaya ruangannya. Semuanya berubah, hanya ada ruangan luas dengan cat merah gelap, ranjang yang luas, dan seorang perempuan yang siap melayaninya kapan saja. Ia berubah menjadi Boss Terakhir dari game Aester World, mungkin itu terdengar sangat luar biasa namun tidak untuknya ketika tahu takdirnya akan berakhir di tangan sang pahlawan. "Jangan bercanda! Aku tidak mau hidup ku berakhir! Aku akan bertahan hidup dan mengubah takdir ku!"

Sonzai · Fantaisie
Pas assez d’évaluations
181 Chs

Chapter 26 - Pelatihan (bagian 2)

Pelatihan dilakukan secara bersamaan, terdapat beberapa kota yang menjadi pusat pelatihan setiap wilayah. Di utara terdapat 3 kota dengan jumlah maksimal perekrutan mencapai 200 orang di setiap kota, bagian selatan terdapat 2 kota dengan maksimal setiap kota 300 orang, bagian barat terdapat 3 kota dengan maksimal setiap kota 100 orang, bagian timur terdapat 4 kota dengan jumlah maksimal setiap kota 100 orang dan yang terakhir adalah Ibukota yang tepatnya dipusatkan di benteng Drachen–utara Ibukota–dengan jumlah maksimal mencapai 512 orang, seharusnya begitu. Tetapi, kehadiran Edward membuat benteng itu melebihi batas kapasitas penerimaan calon prajurit, tetapi itu tidak berimbas besar kepada calon prajurit yang lain tetapi hanya berpengaruh besar kepada Edward dan perlakuan calon prajurit lain kepada Edward.

Para calon prajurit yang disebut Kadet berdasar pada peraturan lama merasa iri kepada Edward yang berlatih bersama Belial. Bagi mereka, dilatih oleh Belial adalah keinginan terbesar mereka. Tapi tidak dengan Edward, ia hanya ingin berlatih berpedang tidak peduli dengan siapa ia berlatih.

Siang hari, mereka kembali berlatih bersama pasangan mereka masing-masing, Edward juga mengalami hal yang serupa seperti kemarin yaitu tidak memiliki pasangan untuk berlatih, sebab itu sekarang ia kembali berlatih bersama belial dengan sorot mata tajam penuh amarah dari orang-orang sekitarnya.

"Tu--tuan Belial, maaf jika ini menyinggung Anda tetapi sepertinya saya merasa tidak enak jika terus seperti ini," Ucap Edward, merujuk kepada semua hal yang terjadi kepadanya saat ini. Belial juga menyadarinya, perasaan tidak suka dari hampir semua kadet yang melihat kearah mereka.

"Kau benar, apa sebaiknya saya menyuruh prajurit disini untuk menemani mu," Belial melirik ke bagain atas tembok, tempat prajurit penjaga benteng mengamati pelatihan juga mengawasi bagian luar benteng "Kau! Kemari!" Teriak Belial seraya menunjuk salah satu prajurit.

Prajurit itu langsung berlari, turun dari tembok melalui menara terdekat. Tidak lama ia mendekati mereka dan langsung berlutut di depan mereka berdua, mata prajurit itu bertemu dengan Edward begitu juga dengan Edward, ia hanya tersenyum tipis saat melihat wajah prajurit yang tidak asing di matanya.

"Tuan Al?"

Belial langsung menoleh kearah Edward ketika menyebutkan nama prajurit muda itu.

"Kau mengenalnya?" Tanya Belial.

"Eh? Benar Tuan, kemarin  Saya sempat bertemu dengannya," Jawab Edward

"Begitu, kalau begitu lebih mudah. Al, Kau akan menjadi pasangan Edward, ambil ini," Ucap Belial memberikan pedang kayu miliknya kepada Al.

Al mengambilnya dengan perasaan ragu, jika ia mengambil pedang itu sama saja ia akan melawan sang Kaisar. Ia tahu jika Edward itu adalah Kaisar yang sedang menyamar sejak awal, pelatihan dimulai. Seorang Belial saja yang memiliki kedudukan sebagai Jenderal memiliki keraguan saat mengangkat pedangnya, bagaimana bisa seseorang sepertinya yang hanya penjaga benteng mengangkat pedangnya kepada seorang Kaisar? Saat wajahnya sangat terlihat begitu gelisah, pundak Al di pegang oleh Belial lalu berbisik di telinganya.

"Ini keinginan paduka, paduka akan memaafkan mu kalau dirimu melukainya, jangan sampai ragu. Anggap saja paduka seperti kadet lainnya, mengerti?"

Setelah membisikkan itu, Belial pergi dan berteriak kepada mereka semua untuk melanjutkan latihan mereka. Al mengerti maksudnya tetapi itu tidak menghilangkan keraguan dalam dirinya.

Dia pasti ragu, pikir Edward saat senyuman kaku muncul di wajahnya. Ia mengangkat pedangnya, memberi pesan tersirat jika dirinya bersedia melawannya dan Al diizinkan untuk melawan dirinya.

"Tolong, bimbingannya Tuan Al."

Al tidak bisa menolak, karena itu adalah keinginan sang Kaisar. Ia memberanikan diri untuk mengangkat pedangnya kepada Edward, memulai latihan mereka.

"Ba--baiklah," Ucap Al gugup.

Edward berlari dan mulai menyerangnya, namun tidak lagi sembarangan. Ia menyerang secara beruntun, namun lebih tepat sasaran dibandingkan saat melawan Belial di hari pertama. Akan tetapi, semua serangan itu berhasil ditepis dengan mudah. Dalam segi status, Edward lebih unggul dibandingkan Al, jauh lebih kuat juga jauh lebih gesit jika dibandingkan dengan Al. Akan tetapi, pengalaman Al lebih unggul dibandingkan dengan Edward, meskipun Al masih muda tetapi Al berkali-kali melalui latihan berat sebagai prajurit Kekaisaran karena itu serangan remeh yang Edward lakukan dapat terbaca dengan mudah.

Tapi kenapa serangan paduka mudah sekali terbaca? Pikir Al bingung dirinya dengan serangan sang Kaisar. Menurut penilaiannya, serangan Kaisar benar-benar seperti serangan seseorang yang tidak memiliki pengalaman berpedang.

'Ah begitu! Karena paduka sedang menyamar jadi beliau terlihat seperti seseorang yang tidak berpengalaman!' Kekagumannya kepada sang Kaisar menghapus semua perasaan curiga kepada kemampuan sang Kaisar.

"Kalau begitu … Aku juga harus bersikap sebagai pengganti Tuan Belial," Setelah ucapannya itu, Al menyerang Edward dengan sangat keras.

Begitu keras dan kuat, meski begitu serangan Al tidak mampu menerbangkan pedang Edward, berkat bantuan status yang lebih tinggi membuat Edward memiliki genggaman yang kuat.

"Haaa!"

Al melompat tinggi, mengayunkan pedangnya yang ia angkat setinggi langit ke bawah dengan sangat kuat tepat ke arah Edward berdiri, namun Edward berhasil menarik dirinya kebelakang dan melompat sedikit kebelakang. Serangan Al menyentuh tanah, ia terlalu kuat saat mengayunkan pedangnya sampai lengannya menarik tubuhnya membuat posisi tubuhnya sekarang hampir terjatuh, beruntung kedua kakinya dapat menyeimbangi tubuhnya, meski begitu itu membuatnya sedikit lebih lambat berdiri dan saat melihat kearah Edward, Edward mengambil kuda-kuda yang terasa tidak asing lagi bagi dirinya, juga bagi Belial yang mengawasinya dari jauh

Edward menekuk kaki kanan dan menariknya kebelakang, sedangkan kaki kirinya lurus berada di depan dan tubuhnya ia condongkan ke depan. Pedang yang ia genggam dengan sangat kuat itu berada diatas pundaknya, kuda-kuda yang ia lakukan sangat mirip dengan milik Belial di hari pertama.

Salah satu inti teknik milik Belial adalah kekuatan otot kaki yang digunakan untuk mendorong tubuhnya dengan kuat sampai menciptakan kecepatan yang tidak wajar. Meski tubuh Edward tidak sebesar milik Belial, tetapi daya tahan yang terhitung pada status sang Kaisar lebih tinggi jika dibandingkan dengan Belial.

Fokus Edward bagaikan magnet yang membuat orang-orang disekitarnya menoleh kepadanya, mereka dapat merasakan aura mengerikan keluar dari Edward, aura itu bagaikan hewan buas yang akan menerkam mangsanya.

'Eh? Apa … Kenapa? Apa aku berlebihan, apa aku membuat paduka marah? Ti--tidak … Aku pasti akan mati!' Al tidak dapat menegakkan tubuhnya, gemetaran dirinya ketakutan saat tahu dirinya sudah membangunkan monster paling mengerikan.

Edward melesat, menghempas apapun yang berada dibelakangnya. Al tidak dapat lari, meski ia melakukan itu pun habya berakhir sia-sia. Pasir berterbangan, menciptakan kepulan debu yang menutup pandangan para kadet yang menyaksikan mereka. Beberapa prajurit berdatangan bersama dengan Belial mendekati Edward dan Al, ketika debu tertiup angin barulah jelas pandangan mereka. Edward tepat berhenti di depan Al, mata pedang kayu milik Edward berada kurang dari 1 sentimeter dari leher Al. Edward menang, meski mereka berdua tidak dalam keadaan bertanding.

"Edward! Apa yang Kau lakukan?" Belial berteriak. Mendekati mereka berdua dengan raut wajah yang amat teramat mengerikan, Belial marah.

"Eh? Ah …," Seakan kesadarannya kembali, Edward kebingungan juga salah tingkah ketika Belial berteriak kepadanya.

"Tujuan pelatihan ini adalah agar kalian terbiasa memegang pedang, bukan untuk menunjukkan seberapa hebat kemampuan Kalian, mengerti?!" Ucap Belial dengan keras kemudian semua kadet menyaut ucapannya serempak dengan mengulangi kata terakhir yang Belial ucapkan "Apa Kau juga mengerti, Edward? Lihatlah apa yang Kau perbuat kepada prajurit ku. Lalu beberapa rekan mu juga terbang sampai keluar benteng, bahkan pintu benteng pun sampai terbuka lebar, astaga …"

Ketika melihat kebelakangnya, tidak sedikit orang yang terbang sampai ke dekat pintu benteng bahkan ada juga yang sampai terbang keluar dari benteng karena pintu besar yang mampu menahan peledak ikut terhempas, terbuka lebar berkat dorongan angin yang diciptakan Edward.

Meskipun serangan itu tidak melukai fisiknya, tetapi mental Al terluka parah. Ia mematung dengan mulut terbuka, pandangannya kosong dan tubuhnya sangat gemetar setelah membangunkan sosok monster yang sangat mengerikan. Ia tidak bisa bergerak, di panggil beberapa kali pun ia tidak merespon sampai prajurit lain harus menyeretnya untuk diperiksa keadaanya.

'Maaf, Al!' Bersamaan mengucapkannya dalam hati dan merapatkan kedua tangannya mengarah kepada Al yang diseret ke bangunan utama.

"Edward! Datang keruangan ku, Kau harus ku hukum!"

"Ba--baik!"

Ia mengikuti Belial setelah diberi perintah olehnya, berjalan menunduk seakan menyesal namun sebenarnya ia bahagia karena berhasil menirukan gerakan milik Belial.

To be continue