Beberapa hari terakhir Izriel banyak merenungkan berbagai hal. Termasuk peperangan yang akan terjadi antara dua kekuatan besar. Di satu sisi adalah Jandugard. Di sisi lain adalah sebuah sistem.
Keteokrasian Olisnir adalah sebuah sistem yang mengendalikan kerajaan-kerajaan di benua Kriel. Sistem mereka lahir dari sejarah Vespina dan hanya orang-orang tertentu yang mengetahui sejarah tersebut.
Pemimpin mereka adalah seorang Paus dan dewan mereka adalah para kardinal.
Semua orang dianggap hamba tuhan yang setara, kecuali pemuka agama. Bahkan raja, bahkan kaisar, semua dianggap setara di mata gereja, kecuali utusan dewi Raffaella.
Lalu Izriel berpikir bahwa gereja ada hanya untuk kepentingan politik orang-orang tertentu. Dan di atas segalanya, kepentingan kelompok selalu menjadi alasan gereja bergerak.
Mereka memimpin umat dengan otoriter dan radikal. Menganggap semua yang menentang adalah sesat. Semua yang sesat harus musnah.
Olisnir kini memimpin benua dalam peperangan besar. Perang itu di anggap sebagai perang suci gereja dalam rangka memperbaiki dunia. Perang melawan kerajaan di benua seberang yang memiliki paham religius berbeda.
Peperangan itu terjadi dengan kerajaan Kwariskhan. Niat sesungguhnya dari peperangan adalah penguasaan terhadap jalur perdagangan antar benua. Perang tiada ujung itu pernah melibatkan Jandugard di dalamnya hingga Emalson harus mengirim salah satu komandan terpercaya. Islugan, saudara laki-laki Asnigan.
Izriel juga mengira bahwa perang akan terjadi di dua sisi. Karena Jandugard telah berada di posisi siap memerangi Olisnir dan sekutunya.
Pandangan masa depan Izriel sangat berpihak pada Jandugard, karena itulah Izriel menawarkan Jandugard kepastian memimpin benua.
"Apa maksudnya tuan muda akan menjamin kemenangan perang? Bahkan sebelum perang dimulai sekalipun?" Tanggap Emalson.
"Benar. Aku telah membaca masa depan dengan mempertimbangkan keberpihakan ku."
"Saya tidak meragukannya. Boleh saya mendengar rencana anda, tuan muda?"
Emalson sebenarnya sudah tidak lagi merasakan keraguan setelah melihat kekuatan yang mampu menciptakan sihir ruang. Tidak mungkin orang yang mampu menciptakan gerbang dimension-warp akan hanya membual. Tapi ia masih penasaran dengan rencana awal.
"Sekitar 6 bulan dari sekarang, pasukan gabungan dari paladin dan pasukan kekaisaran Vespina akan tiba di garis terluar pertahanan Jandugard. Aku sarankan di sisa waktu itu kita bersiap mengumpulkan pasukan. Pasukan sebanyak-banyaknya untuk di gunakan pada satu serangan penghabisan."
"Serangan penghabisan? Apa maksudnya serangan terakhir yang mematikan?" Tanya Emalson.
"Serahkan pasukan musuh pada ku. Mereka akan ku ratakan. Sisanya, serang kekuatan utama musuh secara mendadak tanpa peringatan."
Mata Emalson terbelalak. Ia sangat ingin menanyakan bagaimana caranya atau semacamnya kepada Izriel. Namun ia menahan pikirannya. Ia bisa mengira seperti apa jadinya Izriel jika Emalson menyinggung amarahnya. Sebuah sihir misterius yang mampu memotong segalanya. Atau mungkin....
Emalson mengingat kejadian beberapa waktu lalu di pagi hari. Pagi dimana seharusnya adalah hari penobatan Cicilia. Sebuah cahaya cemerlang dari arah selatan yang diikuti oleh gempa setelahnya. Ia tak ingin cahaya itu muncul di jantung kerajaannya. Keringat dingin menetes setelah ia meyakini sosok Izriel. Ia tak peduli bila itu hanya imajinasinya. Namun ia yakin akan kekuatan Izriel yang sebenarnya.
Pembicaraan itu cukup singkat namun memiliki banyak arti bagi Emalson sebagai pemimpin negara. Sedangkan Cicilia terlihat tenang dan tenang. Ia masih memangku si kecil Silvie yang terus menikmati camilan tanpa memperdulikan apapun seakan dewa keamanan selalu menyertainya.
Harus Emalson akui bahwa kalimat Izriel benar-benar membuatnya tertegun dalam hati. Tebakannya tentang Izriel tidaklah berujung. Walau begitu ia masih tidak ingin meragukan Izriel.
Namun pembicaraan berlanjut dengan pertanyaan Cicilia.
"Maaf jika saya memotong, tapi saya lebih memilih bertanya kepada tuan muda Izriel seperti apa pendapat anda tentang negeri ini." Cicilia berbicara.
Ia bertanya bukan untuk mengalihkan perhatian, tapi pembicaraan yang lebih penting dari perang adalah kesejahteraan sebuah negeri.
"Hmmm..." Izriel berpikir sejenak sebelum melanjutkan. "Aku kira Jandugard tidak memiliki masalah besar selain perang. Dari segi kebutuhan pangan memang Jandugard bukan tanah yang bisa di tumbuhi makanan pokok secara melimpah. Hanya bagian daerah selatan yang terlihat subur dan bisa digunakan sebagai lahan pertanian makanan pokok. Namun dari segi industri seharusnya Jandugard akan lebih berkembang setelah beberapa tahun lagi. Lalu membuka jalur perdagangan laut juga salah satu solusi menutupi kebutuhan pangan.
Negeri ini memiliki sistem pemerintahan yang baik dan terpusat. Dengan sedikitnya kepentingan feodal dalam urusan negara bisa membuat kestabilan politik dalam negeri. Keputusan untuk mengurangi otoritas bangsawan dan mengurangi jumlah bangsawan adalah pilihan yang sangat bagus. Namun kedepannya administrasi negara akan semakin membutuhkan tenaga ahli. Sedangkan sumberdaya manusianya masih belum memadahi. Karena itu mungkin membuat sebuah sistem pendidikan untuk masyarakat umum adalah pilihan terbaik. Dengan begitu Jandugard tidak akan kekurangan tenaga profesional di masa depan."
Mata Cicilia dan Emalson berbinar saat mendengar penjelasan Izriel. Mereka cukup antusias dan semakin antusias saat Izriel berbicara soal pendidikan.
"Apa maksud tuan muda kita perlu membangun sebuah institusi yang mirip dengan akademi militer?" Tanya Emalson.
"Benar. Namun institusi ini di gunakan bukan untuk mengajarkan seni bertarung atau berperang. Institusi ini akan digunakan untuk mendidik pemuda dan anak-anak hingga mereka memiliki keterampilan di bidangnya. Salah satunya seperti bidang arsitektur dan kerajinan, para dwarf bisa dijadikan sebagai pengajar yang bagus. Lalu beberapa punggawa istana bisa di jadikan pendidik untuk mereka yang berminat mempelajari administrasi negara.
Negeri yang kuat bukanlah negeri yang hanya memiliki pemimpin yang kompeten dan militer yang besar. Namun negeri yang kuat adalah negeri yang dibangun dengan pondasi rakyat yang berpendidikan dan berpengetahuan."
Emalson dan Cicilia sangat kagum dengan pemikiran Izriel yang sangat revolusioner. Mereka bisa membayangkan seperti apa Jandugard di masa depan jika semua penduduk negerinya adalah orang-orang yang pandai. Namun Cicilia dengan pemikiran kritisnya bertanya.
"Tapi bukankah membuat rakyat berpendidikan juga bisa menimbulkan potensi pemberontakan dari kalangan bawah?"
Izriel tersenyum dan mengangguk.
"Karena itu Institusi dibuat, tidak hanya untuk mencerdaskan rakyat, tapi juga untuk membentuk pemikiran mereka."
"Jadi maksudnya, anda sudah memiliki solusinya?"
"Tentu saja. Di setiap bidang yang di pelajari memiliki bahan ajar yang berbeda. Namun semua pelajar akan menerima satu ajaran yang sama, yaitu tentang bela negara."
Cicilia dan Emalson memandang satu sama lain karena tak mengerti ucapan Izriel. Izriel sudah menyadari itu dan mengambil sebuah buku dari tangan Yui.
"Ini adalah sebuah catatan kuno yang sudah diterjemahkan, semua yang harus kalian ketahui tentang pendidikan ada di dalamnya." Izriel meletakkan buku itu.
Saat berada di perpustakaan dunia, Izriel membaca buku yang cukup menarik dan mungkin berguna di masa depan. Jadi ia meminta Yuki untuk menerjemahkan buku-buku tersebut. Salah satunya adalah buku tentang sistem pendidikan.
Isi buku itu sangat padat dan berisi informasi yang sangat berguna. Beberapa metode pendidikan yang tertulis juga adalah metode yang di terapkan pada sistem pendidikan negara maju di bumi, tempat Izriel tinggal sebelumnya. Di dalamnya juga menceritakan tentang peristiwa sejarah yang mirip dengan revolusi industri di Eropa. Jadi tak hanya menulis pengetahuan tapi juga peristiwa yang mendasari terciptanya metodologi pendidikan maju.
Isi buku ini juga beberapa generasi lebih maju dari peradaban dunia saat ini. Memberikannya pada Jandugard bisa menjadi sebuah masa depan baru bagi dunia lewat kendali Jandugard.
"Ingatlah jika aku memberikan salinan manuskrip kuno ini bukan untuk disalah gunakan di masa depan. Jika itu terjadi, maka aku akan mengambil kembali, tak hanya bukunya namun semua pengetahuan dan peradaban yang diciptakan oleh buku ini."
Emalson masih tertegun dengan semua yang ada dalam pikirannya dan semua yang dikatakan Izriel. Sekali lagi Emalson tau jika segala yang diucapkan Izriel bukanlah bualan. Malah ia mengoreksi pikirannya jika apa yang dikatakan Izriel sudah seperti Wahyu Dewa.
Emalson turun dan berlutut dalam khusuk.
"Tuan muda, saya akan menerima kitab ini sebagai pusaka negara yang terlarang. Saya berjanji akan membacanya dan mengingatnya hingga tak perlu ada lagi keturunan saya di masa depan membacanya kecuali sesuatu yang genting terjadi. Dengan begitu saya bisa memastikan bahwa tak akan ada yang bisa menyalahgunakan pengetahuan yang anda berikan."
"Ayah!" Cicilia berteriak.
Cicilia juga penasaran dengan isi buku itu. Dan ia berisyarat dengan menunjuk dirinya sendiri.
"Lakukan sesuka kalian. Aku hanya tak ingin pengetahuan ini menyebabkan kerusakan bagi dunia." Izriel berbicara.
Cakupan kalimat Izriel adalah dunia yang ia tinggali saat ini.
"Sikap yang pantas." Yuki berbicara dengan datar.
"Seperti inilah seharusnya sikap makhluk rendahan." Sahut Yui.
Izriel tak bisa begitu saja menegur kedua pelayannya. Hanya saja ia merasa tak nyaman karena orang yang mereka hina adalah seorang raja. Walau raja sebuah negeri sedang berlutut di depan Izriel.
***
Seminggu berlalu begitu saja. Izriel masih bisa merasakan waktu yang bergulir. Walau tanpa ia sadari, tubuhnya tidak mengalami metabolisme layaknya manusia normal. Ia tak mengalami penuaan.
Seminggu ini ia menghabiskan waktu dengan menjelajahi ibu kota Jandugard. Ia juga menikmati waktu dengan berinteraksi dengan beberapa penghuni istana seperti butler Olav dan para pelayan lainnya.
Ia hanya tak melihat Emalson dan Cicilia selama seminggu. Ia tahu jika mereka berdua sedang mempelajari buku yang ia berikan kepada mereka. Namun waktu seminggu adalah hal yang berlebihan. Beda ceritanya jika mereka benar-benar ingin mempelajari seluruh isi bukunya.
Izriel baru saja memikirkan mereka, dan yang ia pikirkan muncul di depan matanya.
"Maaf atas ketidaksopanan kami, tuan muda. Saya telah membaca seluruh isi bukunya. Namun untuk memahami hal tersebut saya menyerahkan hal tersebut pada yang mulia selaku raja saat ini." Kata Cecilia sambil memberi hormat ke arah Izriel.
Izriel sedang duduk di sebuah taman bersama tiga pelayannya. Violina baru saja kembali dari Supreme Palace untuk mengambil beberapa keping platinum untuk kebutuhan belanja tuannya. Walau pihak Emalson telah memberikan wewenang kepada Olav untuk memberikan segala kebutuhan Izriel, namun Izriel tetap tidak bisa menerima semua begitu saja.
Cicilia dikejutkan dengan kepingan koin platinum yang ada di dalam tiga kantong kulit berukuran besar. Kantong itu penuh dengan koin platinum. Tiga kantung artinya ada sekitar 3000 keping platinum. Bagi Jandugard, itu adalah harta yang cukup untuk membangun tiga istana kerajaan.
Tiga kantung penuh itu lenyap kedalam sebuah ruang penyimpanan. Cicilia tak terkejut lagi dengan berbagai sihir legendaris yang mereka gunakan.
"Tak perlu khawatir. Bisa melihat kau sehat sudah merupakan anugrah bagi ku. Sebenarnya tuan putri, kau lebih cocok mengenakan gaun daripada perlengkapan armor untuk bertarung."
Sanjungan Izriel membuat Cicilia tersipu malu. Namun ia mengesampingkan rasa malunya karena penasaran dengan banyaknya uang yang mereka bawa.
"Tuan muda, apa rencana anda selanjutnya?" Tanya Cicilia.
"Masih aku pikirkan tujuan ku selanjutnya. Namun yang pasti aku ingin mengunjungi berbagai tempat di negeri ini."
"Jadi anda akan segera pergi?"
"Tidak ada alasan bagiku untuk menunggu 6 bulan di sini. Aku tak ingin menyia-nyiakan waktu 6 bulan sebelum berperang untuk menjelajahi negeri ini."
"Kalau begitu silahkan tunggu beberapa saat. Saya akan mencatat beberapa tempat rekomendasi yang mungkin bagus untuk anda kunjungi."
"Tuan putri sangat membantu. Saya akan menunggu kabar."
Cicilia berjalan secepat mungkin setelah meninggalkan Izriel. Ia bergegas menuju ruangan ayahnya.
Dengan langkahnya yang panjang ia mengangkat rok dati gaun indahnya untuk bisa berjalan lebih cepat lagi. Beberapa pelayang yang menjadi pendampingnya tak sanggup mengikuti langkah kakinya kecuali Frey.
Pintu ruan kerja di buka dan terlihat wajah Raja yang sedang duduk di depan meja kerja sambil membaca buku tebal.
"Ayah, aku ingin meminta sebuah surat tugas resmi." Cicilia membuka pintu tanpa mengetuk.
Emalson yang terkejut terperanjat dari duduknya.
***