"Tidak masalah," Widodo mengiyakan, "Lalu bagaimana kamu ingin aku membantumu?"
Dina Baskoro berkata, "Sebenarnya, setelah aku selesai menulis tesisku hari itu, aku khawatir akan terjadi kecelakaan, jadi aku menyalinnya lagi sebagai cadangannya. Tapi tesis yang salah sudah dipasang di papan buletin kampus, dan salinan ini sebenarnya bisa digunakan sebagai bukti. Tapi ... ini jelas tidak cukup."
Dina Baskoro memandang wajah Widodo dengan putus asa, "Jadi apakah kamu dapat melakukan penyelidikan untukku?"
Widodo tertegun dan tidak begitu mengerti maksud Dina Baskoro, "Penyelidikan apa yang kamu maksud? "
"Aku sudah melihatnya sebelumnya. Di ruangan Bu Ajeng ada kamera CCTV di salah satu sudutnya. Dan jika memang kertas tesisku diganti oleh seseorang, pasti kamera CCTV itu menangkap gambar mereka, tetapi ... "
Dina Baskoro agak tidak yakin tapi kemudian melanjutkan, "Karena mereka berani mengganti kertas tesisku, mereka pasti sudah membuat persiapan yang matang. Sangat mungkin rekaman video CCTV itu telah dihapus."
"Aku hanya memintamu untuk mengecek rekaman CCTV disana. Bisakah kamu menemukan cara untuk membantuku menyalin video CCTV itu?"
Menyalin video itu tentu saja bukan masalah besar, tetapi Widodo sedikit bingung, "Tetapi kamu baru saja mengatakan kalau video CCTV mungkin telah dihapus, lalu bagaimana kita bisa menyelidikinya?" S
Setelah menarik napas dalam - dalam, Dina Baskoro berpikir sebentar dan berkata dengan tenang dan tegas, "Kak Widodo, jangan khawatir. Aku sudah punya solusi sendiri."
Widodo mengangguk sedikit setelah mendengar itu. Hanya saja Widodo tiba-tiba menyadari bahwa Dina Baskoro saat ini kelihatannya sedikit berbeda. Dina Baskoro yang sebelumnya terlihat ceria dan pikirannya tidak begitu peka sama sekali.
Bahkan jika dia sedang diganggu, dia hanya akan mengeluh sebentar dan berlalu. Tapi sekarang, dia akan menemukan cara untuk membuktikan dirinya.
Sambil tersenyum, Widodo tidak bisa menahan kebingungannya, "Dina Baskoro, pernahkah kamu memperhatikan bahwa kamu sekarang berbeda dari sebelumnya?"
Dina Baskoro tertegun dan tersenyum canggung, "Tidak, Kak Widodo, aku hanya tiba-tiba merasa bahwa diriku yang sebelumnya tidak terpelajar dan tidak terampil, benar-benar terlalu buruk dan aku tidak mau menjalani hidup yang seperti itu lagi. Setiap orang hanya memiliki satu masa hidup bukan?"
Terlebih lagi, dalam kehidupan kali ini, Tuhan masih memberikannya kesempatan untuk menjadi lebih baik lagi. Karena semuanya berulang, Dina Baskoro tentu saja tidak mau menjalani kehidupan yang sama dengan sebelumnya, Dina Baskoro ingin membetulkan semua keburukan yang terjadi di masa lalu!
Widodo tidak bisa menahan perasaan bahagia ketika melihat perubahan seperti itu pada Dina Baskoro.
Widodo lalu berkata, "Kalau begitu kamu kembali lagi kesini nanti untuk mengambil rekaman video CCTV itu, setelah kelas berakhir."
"Baik, terima kasih Kak Widodo!" Dina Baskoro mengangguk penuh terima kasih.
Widodo tersenyum.
Setelah itu, Dina Baskoro kembali ke ruang kelas.
Begitu memasuki pintu ruang kelas, ejekan Indah Permata terdengar, "Oh! Bukankah ini gadis yang berbakat itu? Benar-benar kejutan yang tidak terduga!"
Dina Baskoro menatap arah suara itu dengan tatapan mata yang dingin..
Indah Permata dikejutkan oleh tatapan mata Dina yang tajam, tetapi masih mencoba memprovokasi dan mengejek lagi, "Oh, kamu memiliki keberanian untuk menulis kertas tesis semacam itu, tetapi tidak memiliki keberanian untuk mendengarkan orang mengatakan tentang itu?"
"Aku benar-benar tidak tahu dari mana keberanian itu berasal. Tulisan semacam itu, apa tidak malu menulisnya? Lagi pula, pada level seperti dirimu, kami bisa memahami jika kamu menggunakan jasa orang lain untuk menulisnya."
"Tapi kamu harus menerima akibatnya sekarang. Apa yang kamu buat menjadi senjata makan tuan sekarang. Kamu memalukan, kamu membuat semua orang di fakultas ini menjadi malu karena kelakuanmu. Dina Baskoro, apakah kamu tidak memikirkan tentang hal itu?" Indah Permata terus menyerang Dina dengan kata-kata negatif. Lalu mengangguk.
Adapun Renata Sanjaya, yang sedang memperhatikan ejekan itu lalu berlari keluar untuk berpura-pura menjadi orang lain.
"Indah Permata, jangan bicara tentang Dina Baskoro seperti itu. Aku yakin Dina Baskoro tidak melakukan kecurangan. Dia sudah melakukan pekerjaan dengan baik dan sudah berusaha semampunya. Aku percaya bahwa Dina Baskoro jelas bukan tipe orang yang curang seperti itu. Ini semua pasti kesalahpahaman." Kata Renata Sanjaya dengan munafik.
Indah Permata lalu mencibir, "Renata, kenapa kamu benar-benar peduli dengannya. Bagaimana kamu bisa merasa bahwa dia layak untukmu?"
"Dina Baskoro dan aku sudah seperti saudara. Aku tidak akan membiarkanmu berbicara seperti itu padanya. "Renata Sanjaya terus memainkan citra sebagai saudara perempuan yang baik.
Keduanya terus melemparkan kata-kata dan berdebat, Renata Sanjaya yang berpura-pura menjadi seorang malaikat penolong dan teman sekelas di kelas itu mengira bahwa Renata Sanjaya adalah orang yang penyayang dan gadis yang baik.
Dina Baskoro yang menyaksikan mereka berakting tidak peduli sama sekali, hanya tersenyum kecut di mulutnya.
Renata Sanjaya kemudian merasa bahwa tujuannya telah tercapai dan semua orang di kelas memujinya, lalu berpura-pura menghibur Dina Baskoro.
"Dina Baskoro, jangan pedulikan Indah Permata. Dia memang suka berbicara seenaknya, jangan khawatir, aku percaya padamu."
Penampilan munafik itu benar-benar menjijikkan.
Dina Baskoro juga tersenyum munafik, dan berkata dengan cuek, "Terima kasih telah mempercayaiku, aku tahu kamu memang yang terbaik bagiku."
"Itu pasti, kita adalah saudara perempuan." Renata Sanjaya tersenyum.
...
Setelah kelas berakhir.
Dina Baskoro ingin segera pergi ke kantor Widodo untuk memeriksa tentang rekaman video CCTV itu, jadi dia buru-buru mengemasi barang-barangnya dan pergi dengan cepat.
Ketika Dina Baskoro berjalan ke koridor, dia tiba-tiba ditarik seseorang. Lalu saat melihat ke belakang, ternyata ada Dewi Indriyani disitu.
Melihat Dewi Indriyani tampak sedikit kaku dan ragu-ragu untuk berbicara, membuat Dina Baskoro sedikit bingung.
"Dewi, ada apa denganmu?"
"Aku..." Dewi Indriyani terlihat ragu-ragu.
Namun, akhirnya mengumpulkan keberanian dan berkata, "Dina Baskoro, jangan khawatir, tidak peduli apa yang orang lain katakan tentangmu, aku yakin kamu tidak melakukan hal-hal itu!"
Mendengar itu, Dina Baskoro merasa senang. Dewi Indriyani adalah orang kedua yang percaya pada dirinya setelah Widodo.
Melihat Dewi Indriyani yang terlihat peduli dan penuh kasih sayang, Dina Baskoro tersenyum terharu, "Terima kasih, Dewi."
Setelah berbicara dengan Dewi Indriyani, Dina Baskoro bergegas ke kantor Widodo.
"Kakak Widodo, apakah kamu sudah menyalin rekaman video CCTV itu?" Widodo mendongak dan melihatnya datang, menunjukkan senyum yang tenang.
"Dari sore itu, saat kamu memasuki ruangan hingga hari ini, semua rekaman videonya ada di sini." Lalu Widodo mengambil kaset video dari meja dan menyerahkannya pada Dina Baskoro.
"Tapi isi rekaman di dalamnya memang sudah dibersihkan. Dina Baskoro, apa yang akan kamu lakukan?" Widodo memandang Dina Baskoro dengan sedikit tidak yakin.
Setelah menerima rekaman video tersebut, Dina Baskoro malah tertawa, "Dengan rekaman video pengawasan ini, aku akan memiliki setengah peluang untuk menang. Bahkan jika isinya dibersihkan pun tidak masalah, aku masih bisa mengembalikannya!"
Dina Baskoro lalu berulang kali mengucapkan terima kasih pada Widodo, "Terima kasih kakak Widodo, jika kamu tidak membantu, aku benar-benar tidak tahu harus berbuat apa."
Widodo mengulurkan tangan dan mengusap kepalanya dengan gerakan lembut, "Apa yang kamu katakan? Tentu saja aku membantu, jika kamu membutuhkan bantuanku lagi nanti, katakan saja."
"Iya kak , kalau begitu aku pergi dulu!" Dina Baskoro lalu mengangguk dan pamit.
Kemudian dia meninggalkan kampus dan naik taksi menuju ke kantor Teddy Permana.