webnovel

KEI

deLluvia · Sports, voyage et activités
Pas assez d’évaluations
19 Chs

KAMU

Aku terduduk di tengah tempat tidur ku dengan ponsel di telapak tangan, menunggu sebuah panggilan masuk darinya. Hati ku sungguh berdebar-debar! Nanti bakal ngomongin apa ya? Aku sudah tidak sabar.

2 jam berlalu ...

Aku di kejutkan dengan ponsel yang bergetar di tangan ku, sambil berusaha mengumpulkan kesadaran ku aku melihat layarnya. Tertera sebuah nama yang sontak membuat ku seutuhnya sadar.

"Hallo," suaranya terdengar.

"Hey."

"Maaf baru nelfon, tadi ada urusan." dia menjelaskan.

"Iya, gapapa"

"Udah tidur, ya?" tanyanya.

"Enggak kok, belom."

Setelah itu aku tidak mendengar suaranya lagi, ku lihat layar ponsel untuk memastikan sambungannya tidak terputus. Memang tidak.

"Halo." ucap ku, memastikan yang disana masih hidup, tapi tidak ada jawaban. "Tyo," ucap ku lagi dengan suara yang lebih keras.

"Iya, kenapa?" jelas sekali dia tertidur, suaranya terdengar begitu lelah.

"Kalo ngantuk, tidur aja gapapa."

"Enggak kok, enggak."

"Gapapa, tidur aja. Kayanya capek banget."

Dia menghela nafas begitu keras. "Goodnight, Tyo. Sleep tight."

"Selamat tidur, Cassandra." ucapnya, kemudian sambungannya terputus.

Malam ini aku pasti mimpi indah.

Besok paginya aku sudah sibuk mondar-mandir meletakan bahan presentasi ku ke bagasi mobil. Ini pertama kalinya aku gugup untuk presentasi nanti, bukan karena tugasnya sulit, tapi karena partnernya Tyo. Siapapun kalian yang punya kendali dalam hal keberuntungan, tolong bantu aku!!

Aku membawa semua bahan ke kelas, Theo sudah terlambat untuk kelas paginya jadi tidak bisa membantu.

"Sini," seseorang mengambil bahan presentasi dari tangan ku. Dia tersenyum sebelum berjalan menuju kelas, bodohnya aku malah tidak bisa mengendalikan otak ku untuk bergerak.

"Woy, masih pagi, jangan bengong." kali ini seseorang merangkul ku dan menyeret ku ke kelas. Dimas.

"Dim, kayanya gue jatuh cinta deh." ucap ku pada Dimas berterus terang.

"Masih doyan cowok lo?" tanyanya, dia malah ngeledek. Ku pukul saja kepalanya.

Aku dan Tyo kebagian presentasi paling pertama, untung saja semuanya berjalan lancar, gak ada cerita lupa lirik atau demam panggung.

"Kei, kantin gak?" tanya Disa saat pelajaran berakhir. "Laper banget, sumpah."

"Yaudah, ayo. Gue juga lagi pengen mi ayam." jawab ku seraya merapihkan buku.

"Balik bareng Theo?" tanya Tyo, yang jelas-jelas menarik perhatian seisi kelas.

"Enggak, Theo ada kelas tambahan." jawab ku pelan, mungkin hampir tidak terdengar. "Kenapa?"

"Mau bareng?" to the point banget.

"Tapi mau makan dulu sama Disa."

"Gue di perpus, kalo udah telfon." ucapnya sambil berjalan keluar kelas membawa bahan presentasi tadi.

"Gila!" ucap Dimas setelah Tyo pergi, "Itu tembok bisa ngomong?" wajahnya sungguh tak percaya.

Aku memelototi si biang ribut, memberinya tanda untuk diam. Anak-anak tidak terlalu memperdulikan, sepenglihatan ku sih gitu. Mereka keluar kelas tanpa berkata apapun pada ku.

"Coba cerita gimana bisa itu balok es ngajak balik bareng!" Disa menginterogasi saat kami berdua sudah di kantin.

"Gatau, tapi masa ya dia kira gue sama Theo pacaran! Gila." jelas ku.

Disa tertawa sangat geli, "Ya ampun tuh anak, dia tuh pernah nanyain gitu ke gue. Gini nih." Disa mencoba membuat ekspresi Tyo saat bicara. "Mereka pacaran?" aku tersenyum membayangkan. "Gue suruh dia tebak sendiri aja." Disa geleng-geleng sambil memegangi kepalanya. "Ternyata..."

"Udah-udah, buruan makannya. Kasian tuh anak nungguin kelamaan."

"Bilang aja pengen cepet-cepet beduaan."

"Apaan siiii..."

"Eh tapi dia naik apaan kesekolah?"

"Motor merah di depan pos satpam waktu itu kan dia." aku mengingatkan.

"Demi apa?"

"Demikian." jawab ku asal.

Disa segera pulang setelah makan, sedangkan aku langsung ke kamar mandi, mengosongkan kantung kemih sekalian pake parfum. Biar ga bau matahari.

Saat sampai di perpustakaan, aku melihatnya sedang bersandar di salah satu rak buku sambil membaca sebuah novel. Aku memutar ke belakang agar tidak terlihat olehnya, ceritanya sih mau ngagetin gitu.

Ku sandarkan kepala ku pada rak buku saat sudah berdiri tepat di belakangnya lalu mengetuk pelan punggung itu dengan jari telunjuk.

Kau tau gerakan slow motion yang biasa terjadi di drama korea? Itulah yang sedang terjadi saat ini ketika dia menoleh pada ku. "Eh udah selesai makannya?" tanyanya cukup kaget.

Ku respon dengan anggukan pelan.

"Kenapa gak nelfon, biar gue kesana." tanyanya lagi, kali ini dia juga menyandarkan kepalanya pada rak.

Tak langsung ku jawab pertanyaannya, sengaja, aku ingin melihat wajahnya lebih lama. "Ayo pulang." kata ku akhirnya.

Dia hanya tersenyum, mengembalikan novel yang dia baca ke rak buku lalu kami melangkah keluar.

"Bahan presentasinya mana?" tanya ku, baru sadar tidak melihatnya sejak di perpustakaan.

"Di bagasi mobil Theo," jawabnya, sambil memakai helmnya.

"Kok bisa?" aku sedikit ragu.

"Buru, naik." perintahnya saat sudah di atas motor. Dia tidak menghiraukan pertanyaan ku.

"Mundurin aja dulu motornya."

"Naik aja." dia menyalakan mesin motornya.

Aku mendekat ke motornya, sedikit bingung gimana cara naiknya. Motornya tinggi sekali. "Pegangan, disini." dia menepuk bahunya.

Aku menuruti perkataannya, jerit ku tak terelakan saat sudah di atas motornya. "Kenapa?" tanyanya, dia berusaha melihat ku yang di belakangnya.

"Tinggi banget," jawab ku jujur.

Dia tidak merespon apapun dan mulai memundurkan motornya, "Boleh pegangan gak?" tanya ku, takutnya dia illfeel kalo tiba-tiba aku meluk.

"Harusnya lo gak usah nanya," motornya langsung melaju sangat kencang, jangan tanya, tangan ku sudah melingkar sempurna di tasnya.