webnovel

Zona Aman

Seketika perubahan Tiara menjadi menyeramkan seperti aura penyihir yang menemukan mangsanya.

"Memangnya dia siapa? Pesannya seperti pidato kampanye," ketus Tiara.

[Tiara: Baiklah.]

Pesan dari Faza yang berisi tentang perpisahan sementara, bahasa gaulnya adalah break. Tiara menjadi kesal setelah membaca pesan tersebut karena terdapat selipan kalimat yang membuat Tiara mengeratkan giginya. Faza menuduh Tiara telah bermain belakang dan bahasa kasarnya selingkuh dari Faza, jelas saja Tiara marah karena tuduhannya tidak mendasar. Meskipun Tiara ingin menyerang dengan kata-katanya, tapi diurungkan karena pada akhirnya dia akan lelah dengan semua perasaan serta perkataan untuk berdebat dengan Faza. Lebih baik dia berdiam diri dan menjadikan ini sebuah pengalaman agar tidak menjadi salah paham bagi siapa saja yang berhubungan dengannya nanti. Tidak mau ambil pusing, Tiara langsung menyalakan musik di handphonenya dan telinganya di tutup dengan headset warna favoritnya yaitu ungu. Tiara mengikuti lirik lagu yang di dengarnya hingga dia terhanyut dan memasuki gerbang dunia indah yaitu mimpi.

Sinar mentari di pagi hari menghangatkan setiap makhluk hidup yang ada di muka bumi, dengan cahayanya yang terang menjadikan orang-orang bersemangat untuk selalu bersyukur karena bisa merasakan sinarnya mentari. Sinar bulan yang di dipantulkan oleh mentari menjadikan suasana malam tidaklah gelap gulita, cahaya yang keluar dari bulan membuat sebagian orang merasa bersyukur dengan keindahan malam yang dialaminya. Cahaya kelip bintang-bintang menemani tugas bulan menambah keindahan dan sempurnanya ciptaan Sang Maha Pencipta. Tidak ada yang bisa menandingi keagungan-Nya dan berkat kasih sayang-Nya setiap makhluk dapat merasakan apa arti dari kata menyayanginya. Beberapa orang sangat bersyukur akan kehidupan yang dijalaninya saat ini, namun beberapa orang ada saja yang merasa hidupnya penuh iba. Sang Maha Kuasa sudah menetapkan garis kehidupan setiap makhluk-Nya, hanya harus bersyukur dan bertaqwa semua nikmat akan di berikan tanpa batas.

Begitupun dengan Tiara, dia masih bersyukur dengan kehidupannya sekarang, dia merasa kehidupannya tercukupi, namun kasih sayang serta rasa pedulinya perlahan memudar karena dia merasakan sakit yang dalam akibat suatu masalah yang memaksanya untuk menerima keadaannya sekarang ini. Dia tidak ingin sedih, dia tidak ingin larut dalam kebencian, namun rasa sakitnya terus merelung jiwanya hingga dia tidak bisa merasakan apa arti kasih sayang dan apa artinya kebahagiaan. Semua kehidupannya di jalankan hanya sesuai tuntutan nurani dan hari-harinya menuntut harus di selesaikan. Tiara berusaha tersenyum, tertawa di saat bersama sahabatnya bahkan dia tidak ingin waktu cepat berlalu saat bersama sahabatnya yaitu Zia. Hanya Zia yang membuatnya tertawa bebas, tersenyum dan menumpahkan segala isi ceritanya. Bahkan Zia pun mengetahui masalah yang di hadapi oleh Tiara, sebagai seorang sahabat Zia hanya bisa mengatakan sabar untuk menghadapi semuanya dan

meyakinkan Tiara masih ada orang yang menyayanginya.

Tok..

Tok..

Tok..

Tiara menggeliatkan tubuhnya karena mendengar suara ketukan pintu, dia pun bangun dan membuka pintu kamarnya.

"Sudah makan?" tanya Bagas.

"Belum, Yah. Habis pulang sekolah aku langsung tidur," jawab Tiara.

Bagas memberikan beberapa uang lembar untuk kebutuhan Tiara yaitu uang saku selama seminggu. "Beli makan, Ayah sudah makan tadi di jalan."

Tiara mengangguk dan melihat punggung sang ayah yang terlihat lesu setelah seharian bekerja, tatapannya terasa iba, tapi saat mengingat bayangan mengerikan seketika sorot matanya menunjukan kebencian yang tidak mendasar akibat masalah keluarganya. Rasa kecewa itu hadir kembali dalam benaknya, terlebih jejak lima jari ayahnya pernah di rasakan oleh Tiara hingga membuat tubuhnya gemetar marah berselimut ketakutan. Tiara langsung menutup pintu kamarnya, dia menjadi tidak berselera untuk makan. Bokongnya dihempaskan kasar di atas kursi meja belajarnya, dia menyiapkan buku-buku untuk jadwal pelajaran besok. Setelah memasukan buku-bukunya, dia membuka buku tebal yang di sebut buku paket. Tiara selalu belajar atau mengulang materi pelajaran yang di ajarkan, meskipun hari ini dia bolos tetap saja dia membaca dan mencoba soal yang di dalam buku tersebut.

Dua jam sudah berlalu, tidak terasa Tiara berhasil menjawab soal-soal dari beberapa mata pelajaran buku paket yang dipelajarinya malam ini, lalu dia meregangkan ototnya dengan merentangkan kedua tangannya ke samping dak ke atas, Tiara melihat jam di dinding menunjuk pada angka sepuluh.

"Kok belum ngantuk juga ya," gumam Tiara.

Sepasang mata Tiara belum merasakan kantuk sama sekali mungkin karena efek dia tidur sore tadi, akhirnya dia memutuskan untuk menonton drama negeri ginseng favoritnya dengan beralih duduk di atas ranjang sambil bersandar pada headboard. Satu notifikasi pesan yang di baca membuat dirinya malas untuk membuka pesan tersebut, baginya kini siapapun tidak penting karena baginya jika ada yang membuat rusak mood dia tidak ingin mengenal dan sebisa mungkin tidak bertemu, dia pun langsung menggeser notif tersebut dan melanjutkan tontonan drama aktor kesayangannya.

"Ya ampun, kesayangan tambah tampan aja deh," puji Tiara di akhir menonton dramanya.

Tiara pun merubah posisi tidurnya, masih dengan headset yan terpasang di telinganya dia mendengarkan lagu easy listening penyanyi kesukaannya untuk mengiringi tidur malamnya. Sebelum mulai memejamkan matanya, Tiara sudah mengatur musik berhenti otomatis pada handphonenya dalam waktu dua jam untuk berjaga-jaga jika dia benar tertidur.

____

Mentari sudah muncul ke permukaan, semua makhluk yang ada di muka bumi mulai beraktivitas masing-masing pun dengan Tiara, dia sudah rapi untuk berangkat ke sekolah.

"Alu berangkat, assalamualaikum," ucap Tiara sambil keluar rumah.

Dia juga tidak peduli ayahnya mendengar atau tidak akan salamnya itu karena memang itu sudah kebiasaannya sebelum berangkat sekolah. Tiara menyipitkan matanya karena dari kejauhan melihat sosok yang di kenal sedang duduk di atas motor dan melambaikan tangan padanya. Tidak ingin terlalu percaya diri, dia berpura-pura tidak mengetahuinya dengan mengalihkan pandangannya pada yang lain sambil berjalan.

"Tiara."

Tiara menghentikan langkahnya saat dia lewat di depan sosok tersebut, dia melihat tanpa menyahut namanya di panggil.

"Kita berangkat bareng," ajak Revan.

'Kenapa dia bisa tau rumah gue,' batin Tiara.

"Gue nggak tau rumah lo, jadi gue nunggu di sini aja. Ternyata masih ketemu," kekeh Revan.

"Terus?"

"Ya ... kita berangkat bareng dong, gue udah nungguin lo dari tadi," jawab Revan sambil menggaruk kepalanya yang tidak gatal.

"Nggak. Gue mau naik angkutan umum aja." Tiara pun melanjutkan jalannya.

Revan mengejar Tiara dan menarik tangannya. "Berangkat bareng."

Tiara melepaskan tangan Revan yang memegang lengannya dan melihat dengan tatapan tajam.

"Gue nggak mau, mendingan lo berangkat sendiri," ketus Tiara.

"Lo marah sama gue?" tanya Revan bingung dengan perubahan sikap Tiara.

Tiara tidak menjawab, dia lebih memilih melanjutkan jalannya. Semenjak dia membaca pesan semalam, dia berkata tidak ingin keluar dari zona nyamannya.