webnovel

Pesan Mengejutkan

Merasa risih dengan kalimat yang di lontarkan oleh perempuan itu, membuat Tiara geram dan mengumpat hingga perempuan itu mendengar meskipun nada bicara Tiara yang terdengar pelan.

"Kamu ngomong apa tadi? Kamu ngatain saya ya?" serang perempuan itu dan terlihat matanya seakan ingin keluar dari tempatnya.

"Saya nggak bilang apa-apa kok, Mba," elak Tiara.

Revan menyetop angkutan umum secara tiba-tiba dan memberikan uang selembar berwarna coklat pada kondektur. "Sikap nggak sesuai sama tutur kata."

Dengan cepat Revan menarik tangan Tiara untuk turun dari bus. Meskipun Tiara bingung, dia tetap saja mengikuti kemanapun Revan menarik dirinya.

"Ternyata lo bisa sumpah serapah juga," kekeh Revan.

Tiara menghiraukan perkataan Revan, dia diam sambil menendang-nendang kecil kakinya karena merasa malu dan bersalah telah mengumpat perempuan tadi. Sebenarnya Tiara tidak ingin seperti itu, tapi perasaan tersebut muncul dengan sendirinya.

"Sekarang kita tunggu angkutan selanjutnya," ucap Revan, "atau kita naik mobil online aja?"

Mendengar nama mobil online Tiara langsung melihat ke arah Revan. "Nggak, mahal naik itu. Lagi pula masih jauh, bisa tiga kali lipat ongkosnya sama angkutan biasa."

Revan langsung tertawa mendengar penolakan dan alasannya, seketika Revan melihat sosok yang berbeda dalam diri Tiara.

"Kamu itu unik ya, perhitungan," ujar Revan.

"Kalau gue perhitungan memangnya kenapa? Jelas lah, gue masih minta uang sama orang tua jadi nggak boleh foya-foya yang nggak penting," tukas Tiara.

"Kayaknya kalau gue nikah sama lo nanti, gue banyak tabungan nih," ejek Revan.

"Gue rasa otak lo ketinggalan di angkutan tadi," cibir Tiara.

Mendengar perkataan Revan membuat jantung Tiara berdetak cepat, bagaimana bisa di umur sekarang sudah mengatakan hal seperti itu. Tiara menunjukan wajah ketidak senangannya, tapi jantungnya tetap berdetak cepat kala mengingat kalimat yang di lontarkan oleh Revan tadi. Mata Tiara membulat sempurna kala melihat sepeda motor berhenti di hadapannya.

"Kamu ngapain di sini?"

Tiara terkejut dan menyebut orang tersebut dengan terbata-bata, "Fa-Faza?"

"Aku kira kamu sudah pulang atau jangan-jangan kamu ...." Mata Faza beralih pada Revan di samping Tiara yang sedang tersenyum.

"Kamu sama Revan ... kalian ...."

"Nggak, Za," sela Tiara.

"Lalu?" tanya Faza dengan cepat.

"Ki-kita ...."

"Kita ketemu di toko buku," jawab Revan.

Tiara menatap Revan dengan tatapan tidak percaya dan terkejut, namun sedikit lega akan jawaban tersebut.

"Terus kalian ngapain di sini?"

"Nunggu angkutan umum lah, ngapain lagi," cibir Revan.

"Ayo naik, kita pulang bareng," kata Faza mengajak Tiara.

Tiara melihat ke Revan dan dia mengangguk tanda mengiyakan, akhirnya Tiara naik dan pulang bareng bersama Faza. Meninggalkan Revan yang menatapnya dengan raut wajah sedih karena Tiara tidak menoleh ke arah belakang.

Seperti biasanya Faza dan Tiara di sepanjang jalan tidak saling bicara, bahkan tangan Tiara memegang bagian belakang motor. Sesekali Faza melihat Tiara lewat kaca spion dan memikirkan sesuatu apa yang di lakukan pacarnya tersebut bersama Revan, apakah yang dikatakannya itu benar?

"Loh kok belok ke sini?" tanya Tiara bingung.

Faza tidak menjawab, dia terus memacu sepeda motornya masuk ke dalam kawasan taman, di mana tempat saksi bisu hubungan keduanya. Setelah memakirkan sepeda motornya Faza langsung berjalan mendahului Tiara.

"Aneh," gumam Tiara.

Mau tidak mau Tiara pun mengikuti kemana jalannya Faza dan benar saja, dia duduk di tempat biasa.

"Sudah sore, aku ..."

"Duduk dulu," sela Faza.

Tiara pun duduk sambil memutar bola matanya dengan malas.

"Kamu ada apa sama Revan?"

'Sudah gue duga,' batin Tiara.

"Aku nggak ada apa-apa sama Revan, kita ketemu di toko buku kok," jawab Tiara beralasan.

"Hanya itu?"

"Terserah deh ya, mau percaya atau nggak. Aku tuh capek mau pulang. Kenapa kamu muncul terus ngajak aku ke sini yang kamu sendiri bilangnya kalau kamu tuh lagi sibuk," ucap Tiara dalam satu tarikan napas.

"Kenapa kamu marah?"

Sebelum menjawab Tiara menarik napasnya dalam-dalam dan menghembuskan dengan perlahan. "Aku nggak marah, dari tadi sikap kamu tuh seakan-akan aku ini bohong."

"Kalau kamu lebih suka Revan, aku nggak apa-apa kok. Aku tau banyak kurangnya, nggak seperti dia yang pintar dan lebih dari aku."

"Oh Lord!" ucap Tiara dalam hati.

"Terserah."

Tiara pun beranjak dari duduknya dan berjalan meninggalkan Faza yang masih duduk. Detik berikutnya, Faza mengejar Tiara dan berhasil menarik tangannya.

"Aku anterin pulang."

"Lepasin. Aku nggak mau!" tolak Tiara.

"Izinin aku untuk mengantarmu sebelum kamu di antar oleh orang lain."

Faza pun menggenggam tangan Tiara hingga parkiran dan mengantarnya sampai rumah. Sepanjang jalan Tiara memikirkan apa maksud perkataan Faza tadi.

"Apa dia minta putus?" tanya Tiara dalam hati.

Tiara hanya bisa memperhatikan wajah Faza dari kaca spion, dalam pikirannya ingin menanyakan perihal yang diucapkan oleh Faza tadi. Sesampainya di belokan pertama, Faza terus menjalankan motornya hingga Tiara memekik untuk berhenti.

"STOP!" pekik Tiara.

Faza pun mendadak mengerem dan hampir saja motornya goyah karena terkejut mendengar Tiara berteriak.

"Kenapa jalan terus?" serang Tiara sambil turun dari motor.

Raut wajah Tiara sangat jengkel dan marah akan perbuatan Faza yang di sengaja ingin menurunkannya di depan rumahnya, sementara saat ini jarak rumahnya hanya berbeda tiga blok. Dengan cepat Faza meminta maaf dengan alasan ingin bertemu dengan orang tua Tiara.

"Di rumah nggak ada orang," ketus Tiara, "makasih udah nganterin pulang!"

"Tiara tunggu," panggil Faza menghentikan langkah Tiara.

"Kalau mau ngomongin sesuatu lewat chat, hari ini aku lelah," jawab Tiara, datar.

Tiara langsung melangkahkan kakinya dengan cepat karena perasaannya sangat jengkel akibat ulah Faza beserta ucapannya yang tidak mendasar. Dengan kasar Tiara membuka pintu dan menutupnya hingga terdengar suara gebrakan keras, dia langsung masuk ke dalam kamar dan melempar tasnya dengan sembarang. Tanpa menunda waktu, dia langsung ke kamar mandi untuk berganti pakaian. Setelah selesai dia pun merebahkan diri di atas ranjangnya dan memejamkan matanya.

Detik berikutnya matanya tiba-tiba terbuka karena bayangan first kiss ya muncul dalam pikirannya.

"Rese banget sih tuh orang!" umpatnya kesal.

Dia beralih ke dapur untuk mengambil air minum dingin dengan maksud mendinginkan pikirannya dari hal-hal yang tidak perlu di pikirkan. Setelah selesai menghabiskan dua gelas air dingin, Tiara kembali ke dalam kamar dan mendengar suara handphonenya bergetar. Dia pun mencarinya di dalam tas dan memeriksa pendengarannya tersebut, benar saja ada satu pesan masuk yang sukses membuatnya membulatkan matanya. Perlahan dia membaca isi pesan tersebut yang di lihat seperti rangkaian pidato, ada rasa jengkel, kasihan dan marah saat membaca pesan itu. Bahkan saat selesai membacanya tiba-tiba Tiara tertawa terbahak-bahak.