webnovel

Javanese Freislor

"Sadarlah, Breckson! Kau tidak akan bisa hidup bersamaku! Sekalipun aku mencintaimu, tapi aku tahu kedudukan kita berbeda!" pekik Freislor. "Aku tidak peduli itu, Freis!" Breckson menjawabnya dengan nada tinggi. Freislor, sosok perempuan yang memiliki tugas tersendiri untuk menemukan sosok Grendolfin, seorang dewi yang diutus ke bumi untuk mengadili suatu perkara. Ia bertemu dengan sosok Breckson, salah satu pemimpin Negara Zavrainz yang digadang-gadang menjadi pusat peradaban dunia. Pertemuan mereka diawali dengan kejadian tragis. Di mana Freislor merupakan salah satu kaum buangan dari beberapa negeri. Ia memperjuangkan para penduduknya untuk diberikan tempat tinggal di Negara Zavrainz sekalipun dia mendapat hinaan dan pembulian dari para warga. Beberapa tahun setelahnya, dia melanjutkan misi untuk mengalahkan Tuan Reos. Pada akhirnya, Breckson, Freislor dan Tuan Krapolis berkelana ke masa lalu, masa depan dan kematian untuk menemukan Grendolfin. Di sana, mereka mendapatkan beberapa pengetahuan baru mengenai Hasta Brata yang berasal dari kaum Jawa. Tak hanya itu, dia mendapatkan teka-teki baru yakni dengan permainan angka dan waktu yang terdiri dari satu, tiga dan juga lima. Hal itu diperjelas dengan sebuah puisi yang dibuat oleh ayahnya. Satu kali satu, aku berlari Dua kali satu, aku berputar Tiga kali dua, aku berhenti Tunggu dulu, sepertinya aku salah langkah Ku putar langkahku sebesar tiga puluh derajat ke kiri Ku dapati sebuah garis panjang yang mengarah ke suatu tempat Dihiasi cahaya bermandikan gemerlap bintang Aku dan kamu menjadi kita Selama perjalan, mereka juga mendapatkan kunci untuk mengalahkan Tuan Reos dari adanya petunjuk Serat Joyoboyo. Tak hanya itu, dia juga menemukan jati dirinya sebagai pemimpin di sebuah negeri. Breckson akhirnya sempat menyatakan cinta kepada Freislor. Namun, kisah cinta itu berubah setelah bertemu dengan Poresa. Ditambah lagi, beberapa kitab kuno menyebutkan bahwa hidup Freislor hanya sebatas hitungan angka dan waktu. Lantas, bagaimanakah dengan misi mereka? Akankah mereka berhasil membunuh Tuan Reos? Bagaimana dengan kisah cinta Freislor? Siapa yang akan dia pilih?

Rainzanov_words · Fantaisie
Pas assez d’évaluations
351 Chs

Perihal Kalung Dilas

"Ah, aku tidak mengerti bahwa mereka bisa setertarik itu dengan permasalah di duniaku, Nek. Tapi, di mana aku bisa menemukannya? Dan, bisakah aku mengetahui namanya?" tanya Freislor. Dilas seketika berdiri, ia tak segan-segan berjalan ke arah Freislor. Kreysa yang melihatnya berjalan menundukkan kepala.

"Freis, nama orang itu Levois, kamu bisa menemukannya hanya di malam Gweoli. Jadi, aku rasa kamu harus bisa menemukannya dengan jalan yang baik," ucapnya dengan sungguh-sungguh. Manik kedua matanya menatap Freislor dengan tajam. Di malam itu, sosok tengkorak yang bertahta di langit membuat beberapa kawanan burung gagak berterbangan di angkasa. Menyalurkan suara-suara yang tak bisa diterima oleh kedua telinga Kreysa. Gadis itu ketakutan, ada beberapa hal yang tak bisa ia lakukan.

"Heum, malam Gweoli? Aku tidak yakin bahwa aku bisa melakukannya, kau tahu sendiri bahwa malam itu benar-benar sakral, bukan?" tanya Freislor. Kedua mata Dilas hanya bisa menatapnya dengan tatapan sendu.

"Dengar, aku tahu malam Gweoli adalah malam yang sakral. Semua orang tahu bahwa di malam itu, semua orang dilarang bertengkar dan tak ada satu pun kejahatan yang boleh dilakukan. Tapi, aku harap kamu mengerti satu hal ini, Freislor. Terkadang, kita harus mengambil resiko yang benar untuk tujuan yang baik. Jadi, tak ada salahnya bila kamu mencobanya. Aku yakin, kamu bisa melakukannya," ucap Dilas. Gadis itu tersenyum, berjalan memutari Freislor dan membuat percikan berwarna ungu keluar dari seluruh tubuh.

"Apa yang harus aku lakukan sekarang?" batin Freislor. Salah satu tangannya memegang dada. Gadis itu mencoba untuk membuat detak jantungnya kembali normal. Ada beberapa hal yang mengganggu pikirannya. Di satu sisi, percikan berwarna ungu yang Dilas ciptakan menyambut Freislor dengan ceria. Cahaya itu menjelma menjadi sosok rusa yang cantik. Freislor pun tersipu malu. Beberapa kali ia mengerjapkan kedua mata dan tersenyum ke arah sang rusa.

"Akh, cantik sekali," ucapnya pelan. Beberapa saat kemudian, cahaya berwarna ungu yang lain seketika melayang di udara, menjadi jutaan bintang, dan membelai lembut tubuh Freislor.

"Apa kau menyukainya, Freis?" tanya Dilas, gadis itu berhenti, dan kembali memperhatikan saudaranya. Kreysa yang berdiri di belakang Freislor masih saja ketakutan. Terlebih, ketika ia menyaksikan sebuah palu yang menancap di bagian tubuh Dilas. Sesekali, gadis itu melirik ke bagian wajahnya. Ada goresan luka dan bekas jahitan di sana.

"Ya, aku menyukainya. Terima kasih untuk pertunjukannya," ucap Freislor.

"Tidak masalah, Freis. Dengar, rusa yang ada bersamamu sekarang. Dia yang akan menemani perjalananmu untuk sampai ke tempat Levois. Ada satu hal yang harus kamu tahu. Aku akan memberikan satu hal penting untukmu."

"Apa itu, Dilas?" tanya Freislor. Gadis itu melirik ke atas langit, ada beberapa hal yang tak bisa dilakukan olehnya. Tengkorak yang bertahta masih menampakkan kengeriannya. Untuk beberapa saat, gadis itu berdiam diri.

"Ini," ucap Dilas. Saudara Freislor memberinya sebuah kalung berwarna kuning keemasan. Ada sebuah liontin berbentuk rusa dan lambang "D."

"Apa ini?" tanya Freislor, gadis itu mengambil kalung yang ada di tangan Dilas dan memakainya.

"Ini adalah kalung kesayanganku, aku akan menyerahkannya padamu, Freis. Aku memberimu kepercayaan untuk menggunakannya. Jika aku menyimpannya, aku rasa, kalung itu tidak memberiku manfaat apapun. Jadi, aku rasa, kalung itu akan cocok bila ada di tangan orang yang tepat," ucap Dilas sembari menitikkan air mata.

"Tidak, Dilas. Kau tahu ini berasal dari dia, bukan? Orang yang sangat kamu sayangi?" tanya Freislor sembari mengerutkan dahi. Kedua tangannya mencoba untuk menyerahkannya kepada Dilas. Namun, kedua tangan gadis itu menepisnya.

"Aku tahu, tapi, aku sudah mengikhlaskan dia, Freis. Lihatlah, dia sekarang bahagia bersama dengan yang lain. Aku tidak ingin menyimpannya lagi, Freis," ucap Dilas sembari menitikkan air mata. Gadis itu menunjuk ke salah satu sudut yang ada di pojok kanan halaman rumah Freislor.

"Apa?" tanya Freislor. Gadis itu melirik ke arah sudut kiri dari halaman. Ia menyaksikan seorang lelaki dewasa yang berdiri dengan menggendong seorang gadis kecil. Di sampingnya, berdiri seorang wanita dewasa yang tersenyum ke arah sang lelaki dengan anak kecil itu.

"Apa? Apa dia sudah meninggal dunia?"

"Ya, dia sekarang sudah berada di duniaku bersama dengan orang yang dicintainya, Frei. Dan lihat, mereka berdua sudah memiliki putri. Betapa cantiknya dia, aku harus melepaskan dia mulai hari ini," ucap Dilas sembari menatap ke arah sang lelaki. Sesekali, gadis itu menitikkan air mata. Kreysa yang melihat hal itu memberanikan diri berjalan ke depan. Ia memeluk Dilas, mencoba untuk menenangkannya.

"Tenanglah, Kak," ucap gadis itu pelan. Ia mengelus kepala Dilas. Berusaha menenangkannya, sekalipun Kreysa tahu, bahwa hal itu hanya bersifat sementara.

"Ah, Kreysa. Terima kasih, gadis kecil," ucap Dilas sembari menitikkan air mata.