webnovel

Dingin Yang Tetap Mengganggu

"Gue sih, tetep bakal rekomen lu ke anak-anak kelas, Yash." Cindy meminum minuman yang telah dibelikan oleh Zivan yang baru saja sampai.

Kirana mengangguk. "Gue juga yakin kalo lu bisa nyabet juara," timpalnya.

Jasmine tersenyum tipis. "Gimana kalo gue dapetnya juara 1?" tanyanya, dengan nada yang cukup percaya diri.

Kirana dan Cindy kontan mengangguk serempak dan setuju dengan hal tersebut. Mereka beranggapan jika Jasmine pasti bisa mengalahkan Safira dan mendapat juara dalam perlombaan nantinya. Namun, tak lama setelahnya Jasmine terkekeh dan berkata jika ia hanya bercanda. Gadis itu merasa tak yakin jika dapat meraih juara di lomba pertama yang akan ia ikuti, terlebih jika lawannya adalah Safira. Jasmine bahkan mungkin akan merasa sangat tak enak hati jika ia bisa mendapat juara 1, yang mana sudah ditempati oleh Safira di tahun lalu.

"Lah? Ngapa gitu?" Zivan menekuk kening dan menatap heran kakaknya yang sangat bodoh.

"Ya, lu mikir kek. Die udah biasa dapet juara 1, terus tiba-tiba gue rebut. Apa nggak kasian dianya?" jawab Jasmine dengan kesal.

Kirana terkekeh pelan dan Cindy tampak berdecih. "Ini antara sifat pleasure lu yang kambuh sama lu yang kepedean nggak sih, Yash?" celetuk Cindy, terheran-heran.

***

Jasmine menuruni motor dari parkiran dan bersama dengan Cindy berjalan menuju kelasnya. Sedangkan Zivan bersama dengan Kirana masih saja belum terlihat batang hidungnya. Zivan memang sering berangkat siang jika tak sedang bersama dengan Jasmine, begitupun Kirana yang memang tak mau diburu-buru untuk berangkat ke sekolah. mereka berdua partner yang sangat cocok untuk berangkat bersama.

"Oh iya, lo udah cek grup kelas, belum?" tanya Cindy pada Jasmine di tengah jalannya.

Jasmine menggeleng. "Emang ada apaan?"

"Anak-anak setuju lo ikut lomba Lukis sama Shafira."

Jasmine terkejut dan menoleh cepat ke arah Cindy. Gadis itu langsung menanyakan apakah Shafira tak merasa terbebani dengan dirinya, dan Cindy mengatakan jika gadis bernama Shafira tersebut justru sangat setuju dengan hal itu. Awalnya anak-anak kelas terkejut dengan keikutsertaan Jasmine pada lomba, mengingat gadis tinggi berambut panjang lurus itu jarang berbaur dengan anak-anak kelasnya selain tugas kelompok dan piket saja. Namun, mereka juga merasa cukup antusias jika justru ada anak yang dengan suka rela mengajukan diri dalam lomba.

Jasmine tersenyum tipis dan mengangguk. Saat ia menatap kembali ke depan seseorang menabraknya dari depan hingga mereka berdua tersungkur karena hal itu. Cindy yang sadar siapa yang telah menabrak Jasmine pun kontan memelototkan mata. Ia tak bisa begitu saja mengatakannya pada Jasmine, mengingat sahabatnya tersebut sendiri yang mengatakan jika anak tersebut kemungkinan tak akan lagi mengganggunya.

Keduanya saling merintih, anak laki-laki itu langsung meledak dan menolah ke arah Jasmine. "Kalo jalan liat-liat, dong!" teriaknya kesal.

"Kan elo yang-" Jasmine menghentikan kalimatnya saat mendapati siapa yang telah menabraknya.

Romeo menatap gadis di hadapannya dengan tatapan yang sangat tajam. Ia bahkan tak tampak seperti Romeo yang selama ini Jasmine kenal. Tatapan tajam itu membuat gadis berambut panjang nan lurus itu sedikit merasa takut, namun tak mau berlama-lama dalam ketakutan itu. Ia lantas balas menatapnya dengan tajam karena merasa jika dirinya tak bersalah.

'Anying, malah ikut melotot!' batin Romeo merasa kesal. "Minggir, lo! Gue lagi cari bolpen gue!" Ia langsung berdiri dan tampak kebingungan sembari

Jasmine yang terkejut mendapati perlakuan kasar dari Romeo pun hanya bisa bungkam dan melayangkan tatapan yang sama tajamnya. Ia bahkan tak langsung berdiri setelah Romeo mulai melangkahkan kaki dan pergi dengan masih saja bergumam kesal. Padahal ia yang menabrak Jasmine hingga mereka berdua sama-sama terjatuh, namun justru Romeo juga yang marah-marah.

Cindy sendiri mengerutkan kening dan bertanya pada Jasmine apakah ia baik-baik saja. Jasmine mengangguk dan masih menatap ke belakang, ke arah Romeo berjalan pergi.

"Tuh anak kenapa, dah?" gumam Jasmine keheranan.

"Lo bilang lo yakin dia nggak bakal ganggu lo lagi? Tuh, malah nggak ada hati nabrak-nabrak lo." Cindy merasa heran dan bertanya pada Jasmine.

Gadis berambut panjang lurus itu hanya menggeleng tak tahu. Ia sama bingungnya dengan Cindy, namun satu kata yang Romeo katakan mendadak membuatnya terdiam sejenak. Bolpoin? Romeo mengatakan dirinya tengah mencari bolpoin yang menggelinding entah ke mana.

Jasmine diam dan merasakan sesuatu yang aneh dalam dirinya. Ia merasa de javu dengan kata tersebut, ditambah suasana juga sikap Romeo yang justru sangat kasar.

"Mana sik, bolpennya? Duh! Bolpen kesayangan aing pula." Romeo bergumam kesal, sembari menelisik jalanan yang sempat ia lewati pagi tadi.

Cindy menggeleng pelan dan menggandeng lengan Jasmine. Gadis berambut pendek itu langsung mengajak Jasmine untuk lekas menuju kelasnya.

"Nggak jadi kantin?" Jasmine bertanya.

Cindy menggeleng. "Adek lo aja suruh bawain makanan."

"Lah?" Jasmine pun melongo sejenak dan langsung berjalan karena tarikan tangan Cindy.

Mereka pun akhirnya berjalan bersama menuju kelas dan tak ingin memikirkan Romeo yang tengah bertingkah aneh.

Di saat kedua gadis itu berjalan menuju kelasnya, Romeo kembali melanjutkan perjalan mencari bolpoinnya yang hilang entah ke mana. Ia menelisik kembali perjalannya sebelum menuju kelas. Dengan perasaan yang campur aduk ia berjalan tergesa-gesa dan terus-menerus melihat ke arah bawah, berharap akan berjumpa dengan bolpoin yang tengah ia cari.

"Padahal baru gue ganti isinya, kenapa ilang, sik?" gumam Romeo merasa kesal sendiri.

Anak laki-laki itu terus saja mencari keberadaan bolpoin merah mudanya yang hilang. Sebenarnya bolpoin itu bukanlah miliknya, namun milik Jasmine yang kala dulu hilang dan ia cari hingga tak sengaja menabrak Romeo sampai terjatuh. Saat Romeo ingin mengembalikannya, Jasmine tak lagi menginginkan bolpoin tersebut dan meminta Romeo untuk menyimpannya. Tak disangka anak laki-laki tersebut benar-benar menyimpan bolpoin itu hingga saat ini. Ia bahkan sering mengganti isi bolpoin karena habis, sangat disayangkan jika ia membuangnya. Romeo beranggapan bahwa bolpoin itu adalah satu benda yang menjadi bukti ia jatuh cinta di pandangan pertama pada seorang Jasmine.

Kendati demikian secuil kisah dari bolpoin merah muda, kini Romeo justru kehilangan benda tersebut. Ia menelisik perjalanannya pagi ini hingga berputar-putar mengelilingi sekolah hanya untuk mencari bolpoin tersebut. Sampai bel jam pertama berbunyi, anak itu masih tak menemukan bolpoin merah muda yang tengah dicari.

"Di mana sih, ya Tuhan?! Itu pan bolpen kesayangan aing!" Romeo meremas rambut mulai frustasi.

Dengan terpaksa ia berbalik badan dan berjalan kembali menuju kelasnya. Di tengah jalannya ia masih saja bergumam kesal dengan kelalaiannya sendiri yang sampai menghilangkan si bolpoin. Namun, tak mau membuat dirinya menderita dengan telat di jam pertama, ia pun dengan pasrah berjalan kembali ke kelasnya.

*****

Kamar Tukang Halu, 23 Juli 2022