webnovel

Hunusan Mata Pisau

Sekitar pukul sembilan malam, Cherry keluar gerbang rumahnya. Bukan hal yang pertama kali Cherry lakukan sebenarnya. Dia pernah juga sebelum ini. Bedanya dulu bukan nongkrong di warung nasi goreng pinggir jalan seperti saat ini.

"Mana ya? Biasanya di depan situ ada."

Security tampak aneh melihat majikannya mencari sesuatu di malam hari seperti ini.

"Cari siapa, Non?"

"Tukang jualan nasi goreng, Mang."

"Mau saya carikan aja?"

"Ga usah, gue lagi pengin makan di luar aja. Ga apa-apa Mang, jangan dikunciin ya. Gue mau ke sana bentar, kayaknya ada." Cherry meninggalkan rumahnya.

"Saya temenin ya, Non!" desak mang security.

Cherry terus saja berjalan, tidak menghiraukan niat baik security-nya. Sebenarnya tidak cukup bagus keluar dengan pakaian yang saat ini dikenakan oleh Cherry. Bisa dibilang terlalu terbuka, terlebih lagi, saat malam hari seperti itu. Ditambah ia berjalan seorang diri. Seolah mengundang si hidung belang untuk memangsanya.

"Nah kan!" gumam Cherry.

"Bang, mi goreng pedes satu ya, makan sini, krupuk sama acar banyakin, sama es jeruk ga pake gula satu!"

Hanya ada Cherry yang memesan makanan di warung itu. Tidak ada perasaan curiga sedikitpun awalnya. Wajar jika penjual terkadang sepi pelanggan. Sepuluh menit, abang penjual mi goreng datang dengan dua pesanan Cherry, mi goreng yang masih mengeluarkan asap dan aroma bumbu yang baru matang segera memenuhi tenda itu. Cherry menghirup aroma itu pelan-pelan. Berusaha menikmati dengan sepenuh hati. Baru kali ini, ia makan mi goreng seorang diri malam-malam di tenda pinggir jalan. Belum sempat ia menyuapkan sesendok mi ke dalam mulutnya, dua orang laki-laki bertubuh kekar dan dipenuhi tato, tiba-tiba masuk tanpa permisi. Suaranya begitu garang.

"Haduuuh ... siapa lagi ini. Ngerusak mood gue aja sih!"

Braaaak!

Dua preman itu menggulingkan salah satu meja di sebelah Cherry. Tidak ada rasa takut sedikitpun dalam diri Cherry. Yang ada justru kesal bukan main.

"Yaelah ... kampungan banget sih! Ganggu kesenengan gue aja nih preman!"

Salah satu preman datang ke arah Cherry. Preman itu mulai menggoda Cherry.

"Salah sasaran nih orang!" batin Cherry.

"Hai cantik, malem-malem gini, sendirian aja! Boleh kali abang temenin," rayunya sambil mencolek lengan Cherry yang memang terbuka.

Cherry masih diam dengan perlakuan preman itu, namun sudah pasti geram. Satu yang lain ikut menggoda Cherry.

"Neng, abang temenin makan mi goreng ya!" desaknya sambil menggeser sebuah kursi plastik di samping Cherry.

"Ckckck ... cantik-cantik begini ga ada yang nemenin bro!"

"Iya nih, bisa kali kalo kita berdua yang nemenin!" timpal teman si preman.

"Beeeuh ... kulitnya putih, mulus, wangi, Men!"

Salah satu preman yang lebih tinggi, membelai rambut Cherry yang tergerai dan sedikit berantakan karena angin malam, " Rambutnya halus dan wangi. Cocok banget nih, kita bawa ke markas buat nemenin kita malam ini. Di jamin puas!"

Cherry mulai kehilangan selera makannya. Emosinya sudah di ubun-ubun. Dia tidak berniat menunjukan perubahan dirinya di depan umum. Cherry memejamkan matanya, berkonsentrasi menyingkirkan dua preman yang mengganggunya tanpa menyentuh mereka.

"Eih malah meren bro. Jadi makin gemes!"

"Minta diangkut kayaknya!"

Saat preman-preman itu mau menyentuh bagian tubuh Cherry, keduanya terhempas. Terpental membentur tiang-tiang penyangga warung mi goreng itu. Seketika warung itu hancur lebur. Si pedagang hanya berteriak histeris dan melihat tendanya bergulung bersama preman itu. Pasrah.

"Dia punya ilmu sakti nih, Men!"

"Halah, ga mungkin!"

Preman masih belum merasa puas mengganggu Cherry. Mereka mulai mendekat lagi. Salah satu mengeluarkan pisau lipat dari balik rompinya. Cherry masih bersikap santai dan dingin. Melihat Cherry yang tak gentar sedikitpun, si preman makin geram. Ia berusaha menikam Cherry, mencari kesempatan. Dihunusnya pisau itu ke arah perut Cherry.

Buk!

Sebuah hantaman keras mendarat di pipi preman berpisau itu.

"Bia."

"Cher ... sembunyi di belakang gue!" perintahnya.

Cherry manut saja, dia melihat Bia yang berkelahi dengan dua orang preman yan menganggunya.

"Ngapain sih Bia. Udah tau gue ga akan kenapa-napa. Ngapain dia repot-repot berantem. Dia lupa kalo gue punya ...."

Belum sempat Cherry melanjutkan ucapannya, Bia jatuh tersungkur. Darahnya mengucur. Sedangkan si preman sudah kabur.

"Bia!" teriak Cherry.

Cherry berteriak minta tolong. Berbondong-bondong orang komplek datang membantu Cherry. Ambulan segera datang, membawa Bia ke puskesmas terdekat. Beruntung luka Bia tidak terlalu dalam. Pisau hanya menggores kulit luar saja, namun cukup panjang. Setelah dijahit, Bia diperbolehkan pulang. Karena tidak membawa mobil, Cherry memesan taxi online. Sambil menunggu, ia memarahi Bia habis-habisan.

"Bia ... ngapain sih lo pake segala bantuin gue. Jadinya lo yang ketusuk kan. Bentar lagi pasti papi ngomelin gue. Gue kan pu-punya ...."

"Apaaa? Lo punya kekuatan magis? Terus lo mau nunjukin ke semua orang kalo lo bisa ngelakuin hal di luar nalar. Lo mau nunjukin kalo lo bisa berubah wujud menjadi seperti ...."

"Ssstt! Mulut lo bisa diem ga!"

"Lo dulu yang mulai Cher. Gue berniat baik salah, apa lagi engga. Lo bisa bunuh gue ditempat kali!"

"Bia!"

"Apa Cherry. Lo itu sebenernya kenapa sih? Gue harus gimana sama lo?"

"Ah! Gue juga ga tau. Mau lo pergi sekarang, kayaknya udah mustahil. Papi udah cinta mati sama lo! Mau lo kemana juga bakalan dicari sampainke ujung dunia. Lo sebenernya mau apa sih Bi? Harta Papi? Rumah Papi? Perusahaan Papi?"

"Gue ga butuh semua itu Cher. Gue bisa cari itu dimana pun. Gue cuma mau lo! Gue mau lo jadi milik gue!"

"Sampai kapan pun gue ga akan bisa, Bia. Mau sebesar apa pun usaha lo ngedapetin gue, percuma!"

"Lo yakin? Inget hati manusia gampang berubah-ubah!"

"Tapi ga hati gue!"

"Lo kenapa sih? Kenapa benci banget sama gue? Kenapa lo dendam sama gue?"

"Lo tau jawabannya, ga usah nanya lagi!"

"Kalo gue bisa buktiin kalo gue bukan anak biologis papi, apa lo bisa nerima gue?"

Cherry diam sejenak, dia ragu apakah dia bisa melakukannya atau tidak. Masalahnya bukan hanya itu, menurut sejauh yang dia tau, kekuatan supranaturalnya tidak bisa hilang begitu saja. Alih-alih menghilangkan kekuatan supranaturalnya, malah nyawa melayang.

"Udah lah Bi, ini ga akan mengubah apapun tentang kita. Biarkan aja, semua berjalan begini aja. Gue juga capek sebenernya. Tapi nasi udah jadi bubur. Kita cuma bisa ngaaih bumbu biar terasa lebih enak. Kalau mengubahnya menjadi nasi kembali, itu hal yang mustahil!"

Tiiit ... tiiit ....

"Ayo, taxinya dateng! Sini gue bantu."

"Ga perlu, yang luka cuma perut gue, bukan kaki gue. Gue bisa jalan sendiri."