webnovel

Bab 3 Pelet Pengasih "Bunga Cleopatra"

membuang sial dan membuka

aura itu selesai. Jeng Murti lalu

menyuruhku duduk kembali di

tempat semula.

"Kamu harus selalu datang ke

sini sebelum bedak ini habis,"

katanya sambil menunjukkan

sebuah kotak kecil. Dia lalu

memberitahu cara memakainya,

cukup dipakai setiap pagi sebelum

aku bertemu dengan dokter Hilan.

"Kamu paham kan, dengan

semua yang aku bilang tadi?"

tanya Jeng Murti setelah selesai.

"Iya, Jeng. Saya sudah

paham. Jadi berapa mahar yang

harus saya bayar?" tanyaku.

"Bedak ini 350 ribu, konsultasi

dan pendaftaran 200 ribu, ramuan

ruwatan 300 ribu. Jadi šemua 850

ribu," kata Jeng Murti.Aku tak merasa kaget, karena

memang sudah memperkirakan

sebelumnya. Aku membawa uang

tiga juta rupiah dari rumah. Uang

gajiku selama beberapa bulan.

Aku lalu memberikan uang

sejumlah 850 ribu rupiah kepada

Jeng Murti. Setelah itu aku pamit

pulang. Di pintu luar, masih banyak

orang yang menunggu giliran.

Sepanjang perjalanan pulang,

aku merasa sangat bahagia.

Senyum terus tersungging di bibir.

Membayangkan besok dokter

Hilan akan semakin menyayangi

dan mencintaiku.

  Begitu sampai di rumah, pada

keesokan harinya, saat akan

berangkat kerja, aku segera

memoles wajahku terlebih dahulu

dengan pupur cleopatra

pemberian dari Jeng Murti.

Aku lalu berdiri dan mematut

diri di depan cermin, dan aku

merasa sangat puas melihat

wajahku di cermin. Aku merasa

wajahku terlihat menjadi semakin

cantik setelah memakai pupur

cleopatra pemberian dari Jeng

Murti itu. Senyuman tersungging

di bibirku. Dokter Hilan pasti akan semakin tergila-gila padaku, aku

membatin, seraya mengusap

kedua pipiku.

Tak berselang lama, terdengar

suara klakson mobil di depan

rumah. Itu pasti dokter Hilan yang

datang untuk menjemputku. Aku

tersenyum dalam hati, tak sabar

rasanya aku ingin melihat

reaksinya.

Namun, aku begitu terkejut

saat membuka pintu depan mobil

itu. Ada Misno, supir pribadi

dokter Hilan duduk di belakang

kemudi. Aku lalu melihat ke jok

belakang, ada dokter Hilan sedang

duduk di sana.Ayo naik, Yang. Kok malah

bengong, kata dokter Hilan sambil

membuka pintu belakang.

Aku lalu naik dan duduk di

samping dokter Hilan. Tak jadi di

depan karena ada Misno.

Dalam perjalanan menuju ke

puskesmas, aku tak banyak bicara.

Aku hanya mendengarkan obrolan

antara dokter Hilan dan Misno.

Begitu sampai di puskesmas,

aku langsung menuju ke ruang

KIA. Ada rasa sebal dalam hati.

Batal deh aku membuat dokter

Hilan terpesona padaku, aku

menggerutu dalam hati.

"Yang, kenapa mukanya judes

banget gitu?" tanya dokter Hilan

yang tiba-tiba sudah berdiri di

depan pintu ruangan KIA, saat

sudah tak ada lagi kunjungan pasien. Jam di dinding telah

menunjukkan pukul setengah dua

belas siang. Sebentar lagi waktu jam pulang kerja selesai.

Aku diam saja, sambil

memandang dokter Hilan sekilas.

Aku masih sibuk merapikan

beberapa buah buku kohort yang

ada di atas meja. Dokter Hilan

tersenyum, dia lalu duduk di

depanku, dengan berbatas meja

tulis.

"Aku memang sengaja ngajak

Misno hari ini. Nggak bawa mobil

ambulans. Biar ibunya Evan nggak

tahu, kalau hari ini kita pergi

berdua, katanya sambil mencolek

hidungku.

Aku memandangnya, tak

begitu paham dengan apa yang

dia katakan. Lagi-lagi dokter Hilan

tersenyum melihat aku tampak

bingung."Nanti pulang kerja, aku mau

ajak kamu cek in ke hotel.

Makanya hari ini aku bawa Misno.

Nanti aku akan suruh dia untuk

ngantar kita sampai ke hotel, terus

pulang," kata dokter Hilan

menjelaskan.

Terus Misno nanti di mana?"

tanyaku masih bingung.

"Ya terserah dia aja mau ke

mana. Nanti kalau kita sudah mau

pulang, baru aku suruh dia untuk

jemput kita lagi."

"Apa nanti dia nggak akan

laporan ke lbu?" tanyaku khawatir.

"Kalau itu sih beres. Dia kan

sudah lama jadi supirku. Dia

orangnya setia kok. Jadi kamu

nggak usah khawatir ya."

Aku manggut-manggut sembari tersenyum mendengar

penjelasan dokter Hilan. Rupanya

seperti itu cara dokter Hilan

membohongi istrinya, aku

membatin. Sesaat aku merasa

kasihan pada Bu Mira. Namun,

perasaan itu segera kutepiskan.

Masa bodo-lah, yang penting aku

bisa selalu bersama dengan

dokter Hilan.

Begitu jam kantor selesai,

kami, aku, dokter Hilan dan Misno,

segera menuju ke arah luar kota.

Lalu kami berdua cek in di sebuah

hotel. Sementara Misno langsung

pergi begitu selesai mengantarkan

aku dan dokter Hilan.

Kami lalu mengulangi apa

yang pernah kami lakukan

sebelumnya, melakukan hubungan

suami istri. Berulang kali. Hingga

malam hari."Aku sedih kalau harus pisah

sama kamu, Yang," kata dokter

Hilan sambil memeluk tubuhku

dengan erat, begitu kami akan

pulang.

"Kita kan bisa selalu ketemu

kapan saja," kataku sambil

menatap wajahnya. Dalam hati

aku tersenyum, dan merasa

sangat puas dengan hasil kerja

Jeng Murti. Semua itu pasti

karena pengaruh pupur cleopatra,

batinku.

Untuk beberapa saat aku dan

dokter Hilan larut dalam diam.

Sambil masih saling berpelukan.

Sampai akhirnya pintu kamar

diketuk oleh seseorang. Perlahan

Dokter Hilan melepaskan

pelukannya dan berjalan menuju ke arah pintu. Ada Misno sedang

Vberdiri di sana, begitu pintu

terbuka.

Kami lalu menuju mobil yang

diparkir Misno di depan pintu

kamar hotel yang kami tempati.

"Kita cari makan dulu, Mis,"

titah dokter Hilan pada Misno,

sesaat setelah mobil berjalan

meninggalkan halaman hotel.

"Di mana, Pak?" tanya Misno.

"Kamu mau makan apa,

Yang?" tanya dokter Hilan padaku.

Sejenak aku berpikir. Ada

beberapa jenis makanan yang tak

boleh aku makan, pesan Jeng

Murti kemarin. Jika aku melanggar

pantangan tersebut, maka pelet

pengasihan yang melekat pada

tubuhku akan luntur, bahkan mungkin akan hilang sama sekali.

Agar aman makan di restoran siap

saji saja, pikirku. Daripada ribet

pilih-pilih menu.

"Aku ingin makan di KFC saja,

Yang," jawabku seraya tersenyum.

Maka, Misno pun

mengendarai mobil menuju ke

sebuah gerai KFC dan kami makan

di sana.

Tiba-tiba telepon genggam

dokter Hilan berdering, ketika kami

sedang asik makan. Dia lalu

mengangkatnya, setelah

memberitahu agar aku diam

dengan menaruh jari telunjuknya

di mulut.. Dari 'POLDA' katanya.Aku tersenyum sembari

mengangguk. Dia selalu memakai

istilah itu untuk memanggil Bu

Mira, istrinya. Awalnya aku

bingung, kenapa sering sekali

dokter Hilan bilang ada telepon

dari POLDA tapi setelah aku

dengarkan percakapannya

ternyata dia sedang berbicara

dengan istrinya. Karena merasa

penasaran, aku lalu bertanya,

siapa POLDA. Rupanya itu istilah

yang dokter Hilan pakai untuk

memanggil istrinya, singkatan dari

polisi dapur.Dalam percakapan dengan Bu

Mira, aku mendengar dokter Hilan

bilang kalau dia masih ada di

jalan, jika Bu Mira mau tidur, tidur

duluan saja, tak perlu menunggu.

Karena entah pukul berapa dia

akan sampai di rumah. Aku melirik

ke arah Misno. Lelaki itu diambiasa saja. Mungkin dia sudah

sering melihat hal seperti itu,

ketika Dokter Hilan sedang

berbohong pada Bu Mira.

Entahlah.

"Memangnya kamu mau ke

mana setelah ini, kok nggak

langsung pulang, Yang?" tanyaku,

setelah dokter Hilan selesai

menelepon.

"Aku mau jalan-jalan dulu.

Suntuk di rumah. Toh masih jam

sembilan, belum malam banget,"

jawab dokter Hilan santai.

saja, wajahnya datar dan tampak  biasa saja. Mungkin dia sudah

sering melihat hal seperti itu,

ketika Dokter Hilan sedang

berbohong pada Bu Mira.

Entahlah.

"Memangnya kamu mau ke

mana setelah ini, kok nggak

langsung pulang, Yang?" tanyaku,

setelah dokter Hilan selesai

menelepon.

"Aku mau jalan-jalan dulu.

Suntuk di rumah. Toh masih jam

sembilan, belum malam banget,"

jawab dokter Hilan santai.Benar saja, selesai kami

makan, dokter Hilan tak langsung

mengantar aku pulang. Kami

jalan-jalan tak tentu arah tujuan.

Ketika melewati sebuah pasar

malam, dokter Hilan menyuruh

Misno untuk menghentikan

mobilnya. Seperti anak kecil, aku

dan dokter Hilan lalu naik

bermacam mainan yang ada di

pasar malam tersebut. Orang yang

tak mengenal kami, pasti mengira

kalau kami adalah sepasang

kekasih yang sedang dimabuk

cinta. Mereka pasti tak akan

mengira, kalau dokter Hilan adalah

pimpinan puskesmas dan aku

perempuan selingkuhannya.

Bersambung...