webnovel

Vanessa von Alecia

Kekaisaran Alecia dan kekaisaran Myriad. Dua wilayah ini sudah berperang sejak lama. Namun karena ramalan "Gelombang Kekacauan" muncul, mereka melakukan gencatan senjata. Beberapa tahun belakangan ini, kedamaian mulai diharapkan oleh kedua belah pihak. Meski hal itu tidak mungkin terjadi sejak kaisar Myriad wafat. Rumor pembunuhnya yang dikirim dari kekaisaran Alecia menyebar, tetapi tidak ada bukti nyata akan hal itu. Pada akhirnya mereka kembali ke perang dingin.

Saat ini aku tengah berada di perbatasan antara kedua wilayah itu. Sebenarnya ini juga masuk ke dalam perkiraanku, tetapi terlalu cepat. Ratu Terkuat, Leona, dia bukan hanya hebat sebagai seorang ksatria maupun pemimpin. Namun juga hebat dalam hal kelicikan. Kemampuan sekali pakai dari Dungeon of Silence yang kudapat, dia memintaku untuk memakai kemampuan itu.

Hanya dari mendengar niat pembunuhan oleh kekaisaran Alecia. Dia langsung ingin memanfaatkannya untuk melakukan serangan balik. Meski dia hanya ingin menyerang pasukan Alecia.

"Pergilah ke perbatasan. Berdasarkan informasi, beberapa regu pasukan Alecia ditemani oleh seorang pahlawan. Mereka akan menaklukkan dungeon Black Woods, lenyapkan sebelum mereka berhasil." Begitulah katanya.

Dengan kemampuan dari dungeon, aku bisa memusnahkan pasukan Alecia dalam sekejap. Namun aku punya rencana lain. Tenang saja, Ratuku. Kupastikan kau tetap puas meski aku tidak mengikuti apa yang kauinginkan.

Selain itu, aku juga mendapat informasi baru. Seperti Edward yang seorang ksatria terhormat. Saat ini usiaku, atau usia tubuh ini, adalah sembilan belas tahun. Usia itu sangat muda untuk bisa mendapat gelar ksatria terhormat. Edward memang bukan orang biasa. Meski latar belakang tidak begitu mencolok. Dia hanya anak kedua dari bangsawan Einzswerg, memang kakaknya adalah anggota regu pahlawan atau kaki tangannya pahlawan. Mungkin suatu hari nanti aku harus membunuhnya.

Para pahlawan yang tersisa, membuat kelompok Earth Division. Di sana pengetahuan dari bumi dikembangkan di dunia ini. Anggotanya pun cukup banyak, dan mulai mengkhawatirkan bagi kekaisaran dan wilayah lainnya. Walau mereka masih mengikuti perintah dari wilayah masing-masing. Dengan kata lain, para pahlawan itu hanya ingin lebih dekat sesekali.

"Untung saja aku datang sendiri ke sini. Sekarang, bagaimana kalau kita mulai pestanya?"

Pasukan yang malang, datanglah.

***

Dungeon Black Woods, sebenarnya hanyalah hutan belantara yang setiap pohonnya berdaun hitam. Bukan hijau. Letaknya pas sekali di perbatasan kekaisaran Alecia dan Myriad. Muncul setelah penutupan sementara "Gelombang Kekacauan" dan cukup misterius. Belum ada yang berhasil menutupnya.

Beberapa dungeon muncul begitu "Gelombang Kekacauan" ditutup sementara. Setelah mengalahkan monster peringkat bos di dalam dungeon, barulah dungeon akan hilang. Karena itu, tidak ada yang bagaimana monster yang ada di dalamnya. Untuk berjaga-jaga, para pahlawan selalu ikut bersama tim penjelajah dungeon. Begitu juga dengan dungeon Black Woods ini. Akan ada yang namanya Cooldown, setelah beberapa lama dungeon akan muncul kembali.

Tim penjelajah dungeon dari Alecia, isinya tidak lebih dari 30 orang. Bersama seorang pahlawan dunia lain, Aulia. Pahlawan itu ... adalah orang yang kukenal dulu. Teman sekelasku, Aulia. Meski sudah berumur tiga puluhan, aku masih mengenalnya. Dia tidak banyak berubah. Apalagi senyum menjijikkan itu, senyum yang sama saat aku hampir mati. Ya, dia ikut bersama regu yang membunuhku dulu, saat masih menjadi Andra. Dan dia tersenyum saat aku mati. Apa masalahnya denganku? Siapa peduli, yang penting kali ini dia akan mati.

"Apa ini? Di mana temanmu? Kau ingin mati? Bagaimana bisa kekaisaran hanya—"

"Aku. Hanya aku yang dikirim dari Myriad. Tutup mulutmu, jalang," makiku saat dia belum siap bicara.

"Beraninya orang rendahan sepertimu!"

Seorang prajurit maju melayangkan serangan dengan pedang ke arahku. Apa ini? Memangnya aku keterlaluan? Aulia, jalang itu tetap banyak bicara bahkan ketika dia sudah tua. Baiklah, mari kita bantu dia untuk memahami siapa aku saat ini.

Prajurit yang menyerangku bergetar. Saat aku menggunakan mana untuk melindungi seluruh tubuhku. Dan aku memerintahkan mana itu untuk mengikis pedangnya. Saat ini pedangnya tak mampu mengenaiku dan malah menjadi abu besi. Semua orang hanya bisa menganga dengan mulut terbuka. Mereka terkejut. Begitu juga diriku, karena dalam sekejap mata ada seorang anak perempuan yang melindungi prajurit tadi. Sambil memasang sihir perisai. Dia tidak akan membiarkan prajurit itu mati, ya.

"Oi, jalang. Kenapa kaubawa anak kecil ke sini?"

Aulia meminta anak itu dan prajuritnya mundur. "Aku mengakui kau cukup kuat hanya dari mana itu. Namun jangan meremehkan anak ini. Dia lebih kuat dariku. Dan jaga ucapanmu! Dia cucu dari kaisar dan anak dari pahlawan terkuat. Jika—"

"Terserah. Aku tidak peduli. Asalkan tidak menghambat." Lagi-lagi dia banyak bicara, si jalang itu. Namun, anak itu ... cucu kaisar, ya. Aku yakin usianya tidak lebih dari sepuluh tahun. Dan dia memang jauh lebih kuat dari Aulia. Anak pahlawan terkuat. Berarti dia anak dari ketua kelasku dulu. Rasanya keberuntungan berpihak padaku.

Kami memasuki dungeon. Karena masih awalan, monsternya lemah. Namun hampir semua prajurit kesulitan. Bahkan Aulia yang seorang pahlawan. Antara dia yang melemah atau usianya yang mulai tua. Dan Vanessa, dia kuat. Meski masih anak-anak.

"Tipe ksatria yang memakai aura, tapi juga memiliki mana dan lebih sering menggunakan sihir. Ksatria sihir, ya." Vanessa, bocah itu, menilai caraku bertarung. Menarik.

"Begitulah," jawabku datar.

"Selain beberapa pahlawan, hampir tidak ada orang asli dunia ini yang seperti itu. Kecuali kaisar Myriad, dan bintang baru. Berarti senior adalah Edward yang itu, ya."

"Aku tidak tahu aku cukup terkenal."

"Tunggu," ucap Aulia, "kau ... kenapa masih hidup?"

"Apakah salah jika aku hidup, atau ... kau ingin aku mati?"

Aulia jadi waspada. Begitu, ya. Jadi semua pahlawan memang sepakat untuk melenyapkan seorang Edward. Untung saja kami tidak berkenalan dulu, dan hampir sampai di ruang monster bos. Sedikit lebih cepat dari perkiraan. Bukan masalah.

"SEMUA PRAJURIT, BUNUHLAH SEMUA ORANG DI SEKITARMU! SALING ADU SENJATA KALIAN DAN JANGAN BIARKAN SIAPA PUN HIDUP! KALIAN HARUS SALING MEMBUNUH ATAU SETIDAKNYA BUNUHLAH DIRIMU SENDIRI."

Ini dia. Ini dia yang kuinginkan. Leona memintaku untuk membunuh para prajurit menggunakan kemampuan sekali pakai dari Dungeon of Silence, tapi aku tidak mau. Itu lebih baik untuk yang lain. Sekarang masalah prajurit sudah selesai.

"Kau, apa yang kau lakukan? Kau tahu—"

Banyak bicara. Aku benci jalang yang seperti ini. Saat aku ingin memberi Aulia perintah, pedang Vanessa hampir mengenaiku. Bocah pirang yang cantik ini cukup merepotkan. Matanya yang tampak ingin membunuh itu, sangat mirip dengan ayahnya, si ketua kelas dulu.

"Bibi, ke belakangku. Para prajurit hanya akan saling membunuh, lupakan mereka. Sekarang kita harus membereskan Edward lebih dahulu," katanya pada Aulia.

Sikapnya yang langsung mengorbankan para prajurit itu. Sangat kubenci. Padahal kupikir dia sedikit menghargai para prajuritnya, karena kejadian sebelum masuk dungeon tadi.

Sama saja seperti ayahnya. Yang mengorbankan untuk membunuhku agar aku tidak menyalahgunakan kemampuan sihirku dulu. Dia yang memasang naskahnya bersama kaisar Alecia, ayah mertuanya. Memang bajingan, ayah macam anjing, anak pun juga anjing.

Lebih baik kita lihat sejauh mana kau bertahan, Vanessa. Apakah kau juga akan menjadi ancaman bagiku. Atau kau hanya kerikil yang sedikit berkilau. Aku membuka ruangan monster bos. Sebatang pohon hitam. Monster yang merepotkan. Kemampuan bertarungnya dengan sihir pertumbuhan di akar dan daun hitam yang lebih tajam dari pisau sihir. Mari kita adu mereka berdua. Vanessa dan monster pohon ini.

"HEI, POHON. KAU ADALAH BUDAKKU. DAN AKU MEMBERIMU TUGAS UNTUK HANYA MELAWAN VANESSA, BOCAH PEREMPUAN ITU. TUNJUKKAN PADAKU APA YANG KAUBISA."

Vanessa ... dia terlahir dengan bakat yang tiada tara. Anak dari pahlawan terkuat dan putri kekaisaran Alecia yang terkenal akan kemampuan sihir dan kecantikannya. Melahirkan seorang Vanessa yang sangat kuat dan dewasa meski usianya masih sepuluh tahun. Aku terkesan melihatnya bertarung seimbang dengan monster pohon itu. Belum lagi kemampuan penyembuhannya. Lukanya sembuh cukup cepat. Mau dilihat dari mana pun, dia mungkin akan melewati kemampuan ayahnya. Menakjubkan.

Sedangkan si jalang bermulut besar mencoba untuk membantu. Namun hanya menjadi beban. Dan malah mencoba menyerangku. Percuma saja. Lihatlah wajahnya. Wajah orang yang kebingungan dan panik. Aku suka wajah bodoh itu. Saat ini dia pasti sedang putus asa.

"Bagaimana? Kenapa kemampuanmu sama dengannya?"

Aku menjawabnya, "Dengan siapa? Andra si Lidah Emas? Aku lebih kuat darinya, jalang."

Aku mengikat tubuhnya dengan benang mana yang panas. Karena mana itu kuolah menjadi elemen api. Terima kasih pada kemampuan tubuh yang dibanjiri mana ini.

"Vanessa, aku akan mengorek semua hal tentang Earth Division padamu. Jawablah jika kau tidak ingin mati. Oh, kau memang tidak akan mati. Karena kau punya tugas yang besar."

***

Dia menang. Si Vanessa berhasil mengalahkan monster pohon itu. Dengan serangan sihir yang sangat kuat di akhir. Meski keadaan tubuhnya sekarat. Dia memaksakan tubuhnya untuk menggunakan banyak mana.

"Edward! Di mana bibi Aulia? Aku bersumpah akan membunuhmu!"

"Aulia? Oh, jalang itu tengah ke kota kecil di dekat perbatasan Alecia. Aku memintanya untuk membunuh semua penduduk kota, dan dia menerimanya dengan senang hati. Sementara kau, TIDURLAH DULU."

Tubuh Vanessa terkapar. Aku mempercepat kemampuan penyembuhan miliknya dengan sihirku. Sekarang, mari kita berpura-pura jadi pahlawan untuk menghentikan si jalang Aulia.