webnovel

How Can I Forget You?

Bella Ellista, seorang wanita cantik dan cacat, berusia 26 tahun. Di waktu remajanya, Bella merupakan salah satu atlet figure skating Klub Jerman yang cemerlang. Beberapa kompetisi pun berhasil dia raih. Kehancuran hidup gadis itu baru saja di mulai, begitu kesuciannya direnggut paksa dan ditukar dengan dollar yang masuk ke dalam kantung Phillip. Bagi Bella yang masih berusia 16 tahun dan mengalami musibah yang meruntuhkan dunianya. Kematian adalah pilihan yang Bella putuskan. Meski kematian yang Bella inginkan, kedatangan seorang remaja, menggagalkan usaha bunuh diri yang coba dia lakukan. Kenneth Wayne, merupakan seorang developer real estate terkenal di kota Zurich, Switzerland. Pertemuan tak sengaja pria itu dengan seorang wanita cacat bernama Bella, menghidupkan jantungnya yang kosong bergairah kembali. Antara penyesalan dan cinta, manakah yang akan menang pada akhir keduanya nanti? Jika semua kebenaran yang lama tertutupi mulai terkuak. Menyebabkan luka & derita.

Angela_Ann · Urbain
Pas assez d’évaluations
24 Chs

Jangan Lakukan!

Kenneth yang saat ini berada di dalam kamarnya, mulai mengingat kembali kejadian beberapa jam yang lalu di pesta William.

Wajah Bella terus menerus terlintas di matanya. Pancaran dari kedua mata wanita itu, membuat Kenneth merasa ketergantungan yang tidak normal.

Otaknya terus menyuruh dirinya untuk meraih Bella, meraih wanita yang memesonanya itu hanya untuk dirinya sendiri.

Sifat posesifnya yang menginginkan wanita itu di kurung di sisinya, menjadi godaan begitu besar yang sulit dirinya abaikan.

Kenneth begitu cemburu jika memikirkan kalau bukan hanya dirinya saja yang menginginkan Bella.

Pria bajingan itu dan bahkan Sean, berapa banyak saingan yang harus dirinya enyahkan untuk mendapatkan Bella.

Kenneth menjilat bibirnya tanpa sadar, dan rasa panas di bawah perutnya muncul lagi saat kelembutan bibir Bella masih bisa dirasakannya.

"Sial!" umpat Kenneth yang masuk kembali ke dalam kamar mandi.

Kemudian suara air mengalir dan erangan serak dari dalam kamar mandi terdengar.

****

Sean menemani Bella yang tidur di dalam pelukannya.

Ruangan temaram itu sangat sunyi dan hanya terdengar suara napas yang keluar dari kedua pria dan wanita yang saling berpelukan.

Sean menunduk menatap lama pada wajah Bella yang terlelap. Tangannya terulur pada philtrum Bella dan menggosoknya.

Mengetahui wanita yang dicintainya dan dia jaga dicuri orang lain tepat di depan wajahnya, membuat Sean yang terus berpantang dan mengendalikan dirinya dari menyentuh Bella menjadi hancur total malam ini, dia ingin memakan wanita ini sampai tulang-tulangnya dan biarkan tubuh Bella tercium aroma yang sama yang dimilikinya. Meninggalkan jejak kepemilikan di sekujur tubuh wanitanya.

Kepala Sean sangat panas dari pikiran kotornya yang kembali dia pikirkan. Sean menunduk, berlama-lama menatap bibir Bella yang ranum dan merah alami.

"Maafkan aku Bell... Tapi aku tidak bisa menahannya lagi." kata Sean lalu membuka bibir Bella yang terkatup, menciumnya basah dan panas.

Bella merasa bahwa dirinya tenggelam ke dalam air karena betapa sulitnya dia untuk menarik napas. Matanya yang tertutup, perlahan-lahan terbuka dan wajah sangat dekat dari seorang pria terpampang di matanya yang redup.

Sean yang merasakan geliat dari tubuh di bawahnya, tidak menghentikan tindakannya. Malah dia mencengkeram rahang Bella, membuat wanita itu menengadah, dan dia pun bisa dengan leluasa mencumbu bibir wanitanya.

"Emhh..."

Bella terbelalak saat langit-langit mulutnya digelitik pihak lain.

Sean!

Kenapa?

Bella memukul dada Sean, memberitahu pria yang sedang asyik itu untuk menjauh, tapi pukulannya yang lemah tidak digubris oleh Sean.

Sean terus menekan kepalanya di atas bantal, dan bibirnya sudah mulai mati rasa karena ciuman panas yang seperti tidak akan pernah berakhir itu.

Sean mundur, hidung mancungnya berpindah ke pipi Bella, "Aku selalu ingin melakukan ini padamu Bell."

Bella sibuk terengah-engah, meraup udara kembali ke dalam dadanya yang sudah di ambil oleh Sean. "Kau.... Tidak seperti ini... Sebelumnya." kata Bella dengan suara macet dari tenggorokannya yang kering.

Dua kali. Dua kali dirinya di cium di bibir oleh orang yang berbeda selama seharian ini.

Sean terdiam. Tapi tetap meletakkan bibirnya di rahang Bella, meninggalkan kecupan ringan yang cukup membuat Bella gemetaran seluruh tubuhnya.

"Sean~" panggil Bella merintih. Dengan tangan kanannya yang bebas, Bella menghentikan wajah Sean yang hampir merayap di dadanya.

"Jangan lakukan ini. Aku tidak mau kehilanganmu."

Sean berhenti, tidak melanjutkan mencium lebih jauh. Karena dia tahu apa artinya dari kata-kata Bella.

Itu adalah kompensasi yang diberikan Bella padanya, yang selama ini menjadi racun yang tumbuh di tubuhnya.

Sean mengangkat kepalanya,"Aku tahu... Maafkan aku."

Sean berguling, pindah dari tubuh Bella yang tanpa sadar dia tindih.

Rasa sakit di hatinya karena di tolak oleh orang yang dicintainya, tak pernah bisa membuatnya terbiasa.

Aku tahu. Aku memahaminya, Bell.

Meski seberapapun aku berusaha untuk meraihmu, kau selalu bergerak mundur dan tak mau meraih uluran tanganku.

Sedari awal seharusnya aku menyadarinya, tidak pernah ada kesempatan untukku 'kan.

Bella memalingkan wajahnya, menghindari tatapan Sean yang terluka.

Lagi-lagi dirinya melukai Sean seperti ini.

Rasanya melelahkan.

Tarik ulur diantara dirinya dan Sean mengenai perasaan, selalu menjadi perih di banyak lukanya.

Seandainya... Dia bisa melupakan cintanya pada Kenneth, mungkin dia akan dengan senang hati menerima perasaan Sean padanya.

Seandainya... Dia dengan mudah bisa melupakan keberadaan Kenneth dihidupnya, mungkin bergantung sepenuhnya pada Sean merupakan pilihan yang terbaik baginya.

Nyatanya, cinta yang tumbuh di hatinya begitu besar, begitu sulit untuk dienyahkan.

Kenapa? Mencintai seseorang harus sesakit ini.

Bella menyentuh dadanya yang berdenyut sakit. Dia sangat membenci dirinya sendiri yang plin-plan seperti ini.

Dia sadar terlalu egois bagi Sean, dia tidak mau kehilangan Sean dan di satu sisi tidak bisa menerima cinta Sean padanya.

Bella menangis dalam diam, dengan tangan membekap isakannya, bahunya yang gemetar tidak luput dari mata Sean yang masih berada di kamarnya.

Sean menghela napas keras, tangannya menyisir rambutnya ke belakang, berharap dengan begitu pikiran panasnya bisa enyah, karena dia tahu jika sikapnya seperti itu lagi, dia harus bersiap untuk kehilangan Bella sepenuhnya. Dan kehilangan Bella karena keegoisannya adalah hal terakhir yang ingin dia lakukan di dalam hidupnya.

Sean berbaring lagi, meraih tubuh Bella yang memunggunginya dan meletakkan wajah Bella di dadanya, "Tidur...."