webnovel

Hoshi no Tama

Hoshi no Tama atau bola bintang merupakan permata yang dimiliki setiap kitsune, siluman rubah ekor sembilan. Permata ini dikatakan memegang kekuatan sihir pemiliknya. Kitsune akan melemah dan akhirnya mati jika terlalu lama terpisah dengan permatanya. Takumi Akazawa adalah seorang manusia yang jatuh cinta kepada Sakurako, yang berasal dari ras Kitsune. Namun, Takumi sangat bingung ketika Sakurako menghilang begitu saja. Takumi meminta bantuan kepada temannya yang memiliki kemampuan istimewa. Takumi datang ke Alam Ghaib yang biasa disebut sebagai Kakuriyo untuk mencari Sakurako. Namun, terjadi kekacauan di sana sehingga mengharuskan Takumi untuk berkorban dan mengalami sekarat. Karena rasa cintanya, Sakurako menyerahkan Hoshi no Tama miliknya kepada Takumi dengan banyak konsekuensi. Ini adalah perjuangan Sakurako untuk tetap berada di dekat permata Hoshi no Tama miliknya.

Yasaran · Fantaisie
Pas assez d’évaluations
293 Chs

Kehujanan

"Ayo!" ajak Itsuki.

Sakurako tercenung. Butuh waktu sekian detik untuk Sakurako menyadari maksud uluran tangan Itsuki. Sakurako memandang Itsuki penuh selidik. Ternyata pemuda di depannya itu tak sedingin yang ia kira tadi.

"Kau tahu? Tanganku ini mahal loh," ucap Itsuki hendak menarik kembali uluran tangannya.

"Baiklah!" Sakurako menggandeng tangan Itsuki. Ah, tidak buruk juga. Untuk ukuran pemuda sedingin Itsuki, tangannya begitu terasa hangat. Sakurako merasa nyaman.

Baru beberapa meter mereka melangkah, tapi tiba-tiba rintik hujan turun. Semakin lama semakin deras. Itsuki menarik lengan Sakurako untuk mencari tempat berteduh.

Jarak sekolah dari tempat mereka berbijak, masih agak jauh. Itsuki mengajak Sakurako untuk berteduh di halte bus.

"Hufft, kenapa tiba-tiba bisa hujan saat matahari masih bersinar begini?" gumam Itsuki.

"Ah iya, aku ingat," Sakurako menjentikkan jarinya dan berucap, "biasanya dalam situasi seperti ini, ada yang mengadakan pernikahan di tempatku dulu."

"Heh? Pernikahan? Saat hujan begini? Memang tak menyewa pawang hujan?" ucap Itsuki yang entah sejak kapan menjadi bawel seperti Takumi.

Sakurako terdiam. Ia sama sekali tak mengerti apa yang diucapkan barusan.

"Aku ... aku tidak ingat lagi," keluhnya.

Itsuki melihat Sakurako yang mengusap-usap lengannya, mencoba menghangatkan diri. Membuka jaket merah yang ia kenakan, lantas memakaikannya pada Sakurako.

"Pakailah!"

Sakurako mengeratkan jaket sembari menatap Itsuki yang menghindari tatapannya. Sakurako tersenyum aneh.

"Hoho sepertinya kesan awalku terhadapmu tadi salah."

"Heh? Memang apa yang kau pikirkan tentangku tadi, heh?" tanya Itsuki, penasaran.

"Rahasia," jawab Sakurako disertai cekikikan aneh seperti biasanya.

***

Sudah sekitar 30 menit berlalu, tapi hujan tak kunjung reda. Sakurako mulai bersin-bersin, tubuhnya menggigil kedingingan.

"Apa sebaiknya kuantar kau pulang naik bus, heh?" tawar Itsuki yang mulai menyadari wajah Sakurako memerah, mungkin demam.

"Hatchiuu, aku ... aku menunggu hatchiuu Takumi ... sampai pulang," jawab Sakurako.

Itsuki mengangguk. "Hmm, baiklah."

Tanpa mereka sadari, ada seorang pria yang sudah berada di belakang mereka. Pria itu berambut putih keperakan. Ia menyerahkan payung kepada Itsuki.

"Bawalah gadis ini ke ruangan yang lebih hangat!" perintah pria tadi sebelum ia melangkah masuk ke dalam bus.

"Tunggu! Lalu aku harus mengembalikan payung ini ke mana, Tuan?" teriak Itsuki agar terdengar oleh pria yang sudah berada di pintu bus tadi.

Pria tadi berbalik. "Tak perlu dikembalikan, itu dapat gratisan," pria tampan tadi mengambil payung lipat yang serupa dari tas punggungnya, "beli satu gratis satu."

"Heh??" Itsuki mengerjap pelan melihat pria tadi pergi menjauh.

"Seperti pernah lihat," gumam Sakurako dengan suara bergetar karena kedinginan.

Dikarenakan payung yang agak kecil, Itsuki menarik lengan Sakurako untuk berada dalam dekapannya. Mereka berlari kecil menuju gedung sekolah.

***

Itsuki memasuki kelas dengan langkah cool-nya. Dia melihat Takumi meletakkan kepalanya di bangku sambil melihat ke luar jendela. Itsuki duduk tepat di belakang Takumi.

"Hey, aku tadi membawa gadismu ke UKS," ujar Itsuki membuyarkan lamunan Takumi.

"Dia bukan gadisku!" bantah Takumi, malas.

"Kalau begitu dia gadisku." Itsuki mengatakannya santai sembari mengeluarkan alat tulis.

"Hey! Kau?" Tiba-tiba saja Takumi mengerang mendengar penuturan Itsuki.

"Lagipula kenapa kau membawanya ke UKS, eum? Memang boleh yang bukan pelajar memakai UKS sini?" tambah Takumi.

"Tentu saja boleh, 'kan yang bertugas menjaga ruang kesehatan adalah bibiku sendiri," jawab Itsuki, santai. "Tapi tunggu! Lalu, apa pedulimu, Akazawa?"

"Tidak, aku tak peduli. Aku hanya heran, seingatku dia baik-baik saja saat kutinggalkan bersamamu tadi."

Takumi mulai mencemaskan keadaan Sakurako. Bukannya apa-apa, kalau Sakurako ternyata anak ketua mafia bagaimana? Kalau Sakurako mengadu yang bukan-bukan saat ingatannya kembali nanti bagaimana? Ah, memikirnya saja sudah membuat Takumi frustrasi.

"Sepertinya dia demam gara-gara kehujanan tadi."

"Hah??! Kalian main hujan-hujanan? Berdua?" Takumi mulai syok membayangkannya.

Itsuki mengangguk. "He'em. Bukankah begitu romantis? Membiarkan tetesan air hujan menembus hingga menyejukkan hati. Lalu, berteduh di bawah payung sempit berdua. Berjalan beriringan menembus hujan dengan saling merengkuh dan--"

Brak!

"Hentikan, Minami! Kalian kira kalian sedang syuting drama, hah!" bentak Takumi. Ia menghentakkan kakinya ke lantai dan berjalan dengan langkah lebar menuju luar kelas.

Itsuki menggelengkan kepala, tak mengerti. "Tck tck tck dasar, bocah lima tahun!" gerutu Itsuki menatap kepergian Takumi.

To be continued ....