webnovel

Bodoh (Tidak!)

*

"Namaku Senja, bukan bodoh. Apakah kalian tidak kasihan kepadaku? Aku juga manusia!"

*

Hari ini adalah hari terakhir sekolah. Sudah dua hari aku tidak ke sekolah karena tanganku yang masih sakit ini. Terkena air panas akan menyebabkam kuliku mengembung seperti ada balon.

Aku duduk di bangku milikku, tidak lama Zeana mendarangiku sambil menggebrak meja.

"Kenapa lagi Zeana?"

"Tolong belikan aku mie ayam, bodoh!"

Mataku terbelalak, apa yang di katakan oleh Zeana. Bodoh? Kenapa lagi dia?

"Zeana, cukup. Jangan panggil aku seperti itu!" ujarku.

Zeana tidak terima, dia mengambil buku PR ku lalu mencoret-coretnya sampai kotor sekali.

"Rasakan ini, makannya jangan membantah!"

Aku terdiam, melihat apakah PR masih bisa di selamatkan. Namun nyatanya tidak, semua jawaban nya sudah tertutupi oleh tinta.

Semua orang hanya terdiam, tidak ada yang berniat membantuku. Apakah kesadaran mereka sangat tipis sehingga membiarkan seseorang di bully. Apakah mereka tidak pernah berpikir betapa menyakitkan nya hal itu. Seharusnya mereka membantu karena sesama manusia.

Aku bangkit, hendak berjalan keluar sambil membawa buku PR ku. Mengerjakan kembali tugasku yang sudah tidak bentuk lagi.

Meminjam buku pada mereka saja tidak di berikan. Apakah aku sekarang di kucilkan oleh semua orang? Kemana aku harus mengadu.

Cian, untungnya dua sudah pulang dari Bandung. Aku ke kelasnya, namun ternyata Cian sedang sibuk dengan pelajara, aku tidak tega jika harus mengganggu dia.

Aku memutuskan untuk pergi ke taman belakang saja, disana aku bisa tenang tanpa adanya gangguan.

Tapi ternyata Zeana mengikutiku, dia tidak membiarkanku untuk mengerjakan itu semua. Sama ketika masih SD, Zeana tidak mau aku di atasnya karena hanya dialah yang bisa.

"Bodoh!" panggil Zeana.

Aku tidak menoleh karena itu bukan namaku, namaku Senja.

"Kenapa kamu tidak menjawab nya? Apa kamu sudah tidak takut lagi dengan kami?"

"Zeana, aku ingin mengerjakan tugasku. Kamu kenapa selalu mengikutiku, aku mohon jangan ganggu aku kali ini. Aku bisa di hukum."

"Bodoh!" ujar Zeana.

Zeana pergi, aku kira dia sudah puas. Tapi ketika jam istirahat, Zeana membuat keributan di kantin karena dia menyiram makananku dengan air soda yang dia beli.

Pembully'an memang marak di sekolah, tapi kesadaran mudid juga sangat minim. Cian sedang ada kelas tambahan, sedangkan aku makan sendiri dan Zeana bisa melakukan apa pun sesuka hatinya.

"Selamat makan." ujar Zeana dengan senyum smirk nya.

Aku mengaduk makananku, bahkan rasa nasinya menjadi manis.

Melihat ke sekitar, semuanya normal saja seperti mereka tidak melihat sesuatu. Saat aku bangkit, ternyata tali sepatuku di ikatkan pada kaki meja sehingga aku terjatuh dan seragamku kotor oleh air soda yang berada di atas nasi.

Aku mencoba untuk bersabar, namun ketika aku berjalan. Semua murid tertawa kearahku, tatapan mereka seperti menghinaku.

"Bodoh!"

"Bodoh!"

"Bodoh!"

Mereka meneriakiku seperti itu. Aku terheran karena aku tidak tahu apa-apa, kenapa mereka mengatakan hal itu?

"Kenapa denganmu Senja?" tanya Cian yang baru saja ke kantin dan melihat penampilan Senja yang sudah berantakan.

Senja menggeleng, dengan mata penug amarah Cian melepas kertas yang tertempel di belakang punggungku, tertuli 'bodoh' di sana.

Cian ingin mengadu pada guru BK, tapi aku melarang hal itu. Aku sudah melihat, bahwa bullying tidak akan di gubris. Jadi percuma saja jika Cian mengatakan hal itu, tidak ada gunanya.

"Kenapa denganmu Senja, kamu sudah di perlakukan seperti itu. Sadarlah!" ujar Cian menggoyangkan tubuhku.

Aku hanya terdiam, lalu pergi dari hadapan Cian menuju ke toilet untuk kembersihkan tubuh. Ketika ada orang yang masuk, aku masuk ke bilik toilet.

"Bodoh sekali orang yang tadi di kantin itu!"

"Namanya Senja!"

"Aku bahkan ingin tertawa ketika melihat dia, kasihan sekali!"

"Kacamata dan cardigan nya sangat kekanak-kanakan. Menjijikan sekali bukan? Dia anak cupu pantas saja di bully. Kalau aku sekelas dengan dia, aku juga akan melaukan hal itu."

"Bukankah yang membully nya tadi adalah Zeana, anak pindahan itu?"

"Iya, dia Zeana. Wah, keren sekali dia. Aku juga akan membully agar menjadi keren!"

Banyak sekali hinaan mengarah kepadaku, tapi Zeana malah di bela dan akan banyak orang yang menganggap bahwa pembulllyan itu keren.

Aku membuka pintu bilik dengan keras."Membully itu tidak keren, tapi seorang sampah!" ujarku dengan tegas tegas sambil berjalan keluar.

Di setiap aku berjalan melewati koridor sekolah, pasti ada saja yang menatapku dengan mata tajam. Apakah mereka tidak bisa menatap sesuatu dengan cara yang benar?

Aku berjalan terburu-buru hingga ada kaki yang menghalangiku dan akhinya aku tersungkur.

"Ups, maaf. Sengaja, bodoh!" ujar orang itu. Meski bukan Zeana tapi Kezira merasa kecewa. Sudah semakin banyak pembully di sekolah. Apakah pihak sekolah tidak memeriksa CCTV tentang hal ini? Tidak mungkin mereka tidak tahu.

Aku bangkit, untungnya ada seseorang yang membantuku."Kalau ada teman kalian yang tajuh bisa di bantukan?"

Dia ternyata Bumi. Dengan gagahnya aku di gendong oleh dia yang memiliki tubuh kekar.

"Kenapa kamu tidak melawan?" tanya Bumi.

Aku terdiam, tidak bisa mengatakan sepatah kata pun." Sebentar lagi aku akan keluar, bagaimana dengan dirimu? Cian juga tidak mungkin selalu ada untukmu Senja."

Benar, Cian tidak mungkin selalu bersamaku. Aku juga tidak mau merepotkan dia. Namun, aku juga tidak berniat untuk menyusahkan mereka berdua.

Bumi membawaku ke UKS. Dia mengobati lututku yang berdarah, aku meringis dan meremas tangan Bumi dengan kuat.

"Lihatlah, kamu kesakitan seperti ini. Apakah sebaiknya kamu pindah sekolah saja Senja?"

Aku menggeleng, kalau aku pindah artinya aku kalah. Dan aku tidak akan kalah dari mereka yang melakukan hal buruk karena aku ingin membuat mereka sadar bahwa bullying itu tidak baik.

Bagaimana pun aku adalah korban, tapi aku tidak ingin di kasihani. Aku bukan orang yang akan meminta belas kasihan kepada orang lain, tapi Bumi dan Cian selalu ada untuk dia. Aku beruntung memiliki mereka berdua dalam hidupku.

Bumi memberikan arahan kepadaku, dia akan berbicara pada kepala sekolah tentang hal ini.

"Kak jangan, biarkan saja." ujarku melarang Bumi melakukan itu. Aku bahkan takut nanti mereka akan semakin marah jika aku melaporkan nya.

"Kenapa Senja? Kamu bukan hanya sakit hati dan tubuh, tapi mental kamu yang lebih penting." ujar Bumi.

Aku tahu, tapi semuanya akan baik-baik saja kalau kita tidak membalas kejahatan dengan kejahatan juga.

"Kenapa kamu keras kepala Senja? Ini demi kebaikan kamu. Kalau begitu aku bicara saja dengan kedua orangtua kamu, bagaimana?"

"Jangan!"

"Aku tidak mau merepotkan." ujarku.

Bumi menggenggam tanganku, tapi aku melepaskannya. Tidak pantas saja jika aku memanfaatkan waktu untuk hal itu.

"Kak, aku kembali ke kelas dulu." aku bangkit.Bumi hendak membantuku tapi aku tolak dengan lembut.

"Aku bisa sendiri." ujarku.

Setelah kepergianku dari ruang UKS, ternyata Bumi pergi ke ruang kepala sekolah untuk membahas masalah ini, dia tidak akan membiarkan aku dalam keadaan itu.