webnovel

BAB 3 MURID BARU

Gadis dengan iris mata cokelat dan bulu mata lentik serta warna kulit yang putih, tampak berjalan ragu melewati lorong kelas yang masih asing baginya. Kedua tangannya memegang kuat tas ransel berwarna biru yang berada di belakang tubuhnya.

"Kakaaak!"

Suara khas yang sangat dikenalinya, membuat gadis tadi menoleh. Menatap kesal wajah saudara kandungnya yang justru menyambutnya dengan senyuman merekah.

"Kangen banget sama kakak!" seru David sembari memeluk kakaknya.

"Kok kakak nggak langsung balik ke rumah sih?"

"Jauh, Vid. Lebih deket ke apart daripada rumah," jawab Aeelin dengan nada bicara yang lebih lembut.

Namanya Aeelin Auristela. Kakak kandung David yang sempat pindah study di UK karena satu alasan pribadi. David tau alasan tersebut, dan karena alasan itulah David meminta kakaknya untuk kembali ke Indonesia.

"Kamu nggak buat ulah kan, Vid?" tanya Aeelin memastikan.

"Enggak lah, Kak" jawab David cepat. "Sebagai ketos yang baik, David harus jadi teladan buat yang lainnya dong!"

"Terus?" Aeelin menatap curiga. "Kenapa kamu minta Kakak balik ke sini?"

"Mau buat Kakak bahagia lah," sahut David tanpa perlu pikir panjang.

"Nggak usah aneh-aneh kalo jawab," peringat Aeelin. "Kamu juga, ngapain pilih sekolah yang jauh dari rumah coba?"

Aeelin ingat betul berapa waktu yang ia butuhkan untuk sampai ke sekolah. Lebih dari tiga puluh menit dan itupun sudah memakai mobil atau motor dengan kecepatan penuh.

"Emang Kakak gatau? SMA Andalas itu gudangnya cogan-cogan Kakaaakkk!" seru David penuh semangat.

"Yaaa bukannya sombong sih. Tapi gimana-gimana, David salah satu dari cogan itu, Kak"

Aeelin menggeleng tak percaya. Dari dulu sikap adiknya tidak juga berubah. Selalu bersikap childish di hadapannya.

"Kasih tau, Kakak dapat kelas yang mana," pinta Aeelin mulai pegal berdiri.

"Kakak maunya di kelas apa?" David mengajukan penawaran.

"IPS aja deh. Otak Kakak nggak nyampe kalo buat mikir rumus-rumus," kekeh Aileen.

Kalau soal pelajaran yang berkaitan dengan hitung menghitung, David jauh lebih pandai dari Aeelin. Terbukti sekarang David berada di jurusan IPA—kelas favorit di SMA Andalas.

"IPS 1 boleh nggak?" tanya Aeelin membuat David seketika mendelik.

"Ya—yakin mau di IPS 1, Kak?" David terlihat ragu dengan pertanyaannya.

Aeelin mengangguk mantab. "Kata kamu di sini sumbernya cogan. Kali aja Kakak kepincut sama salah satu cogan di IPS 1."

David mengalihkan pandangannya sekilas dari kakaknya. Sebuah senyum muncul begitu saja dari wajah David. Agaknya, rencana David akan berjalan dengan baik.

***

"ALIEEENNNN! SUMPAH LO SEKOLAH DI SINI? KOK NGGAK KABAR-KABAR SAMA GUE SIH? HIH GEMES BANGET GUE SAMA LO!"

Aeelin menutup kedua telinganya rapat-rapat. Baru beberapa menit ia sampai di kelas, Gina—teman SMP-nya dulu sudah menyerbunya dengan banyak pertanyaan.

"Nama gue Aeelin, Na. Bukan Alien," ralat Aeelin.

"Ish! Bodo amat gue gapeduli," ucap Gina acuh. "Happy banget tau denger lo sekolah di sini. Sekelas pula sama gue."

"Tapi gue nggak happy sekelas sama lo," gurau Aeelin yang mendapat tatapan tidak suka dari Gina.

"Temen baru, Na? Kenalin sama kita juga dong," pinta Lula yang biasa duduk di sebelah Gina.

"Kenalin, Ai. Ini temen gue namanya Lula," Gina menunjuka ke arah Lula yang disambut senyuman.

"Yang ini namanya Kayla. Sepupunya Fathur yang anak IPS 1," Gina beralih menunjuk temannya yang menggunakan jepit rambut gambar panda.

"Kalo mau nanyain cogan, lo bisa hubungin Kayla, Ai. Si Fathur kan temennya cogan-cogan semua tuh. Mana masih jomblo pula," ujar Lula terlihat semangat membicarakan cogan.

"Yang temenan sama cogan itu Fathur, bukan gue," kata Kayla.

"Lo nggak ada niatan gitu pacaran sama salah satu temennya Fathur? Si Bayu tuh bening tau. Bukan playboy kayak si Bondan," ujar Gina.

"Nggak tertarik gue sama mereka," jawab Kayla terdengar malas.

"Fathur itu, yang katanya jadi "Penguasa Sekolah" bukan? Tadi gue sempet denger ada yang bisik-bisik nyebut nama kayak gitu," tanya Aeelin penasaran.

"Bukan, Ai. Fathur emang ganteng, tapi bukan jadi penguasa sekolah," jawab Gina.

"Posisi Fathur satu tingkat di bawah si penguasa sekolah," sambung Kayla.

"Gue sih nggak muluk-muluk pengin dapatin si penguasa sekolah, dapat Fathur aja udah alhamdulillah banget," cetuh Lula mulai berimajinasi.

"Sok banget mau sama Fathur. Ngerjain ulangan matematika aja masih nyontek, ya kali mau jadi pacarnya anak olimpiade matematika," sindir Gina.

"Namanya juga usaha. Bantu doa tanpa nyinyiran apa susahnya ih?" kesal Lula yang tidak digubris oleh Gina.

"Gue mau nyamperin Fathur," kata Kayla mulai berdiri. "Ada yang mau ikut?"

"Gue sebenernya mau banget, Kay. Cuma habis ini ada kumpul sama anak teater," kata Lula tampak lesu.

"Sama, gue juga ada urusan di ruang guru. Disuruh bantu koreksi jawaban ulangan," ujar Gina ikut menanggapi.

"Gue nggak ada urusan apa-apa. Boleh ikut lo apa enggak, Kay?" tanya Aeelin sopan.

"Boleh banget lah. Ayo!" ajak Kayla sambil berjalan keluar kelas.

"NITIP COGAN YA, KAY, AI!!! BAWAIN SATU AJA GAPAPA KOK! PENTING GANTENG PLUS TAJIR MELINTIR!"

Tidak menggubris teriakan Lula, Aeelin dan Kayla fokus berjalan mendekati kelas sepupu Kayla. Tahap pertama di sekolah baru adalah: Aeelin harus pandai bergaul supaya dapat memiliki banyak teman.

***

"NGGAK ASIK LAH! BAYU MULU YANG MENANG! KESEL GUE KESEL!"

Amran berjalan ke arah tribun, dan mulai meneguk air mineral yang ia beli dari kantin.

"Kalo kalah, ya terima aja. Gausah ngotot gitu," kata Bondan ikut duduk di sebelah Amran.

"Gue lebih terima kalo Revan atau Fathur yang menang," sahut Amran.

"Kenapa kalo sama Bayu?" tanya Bondan.

"Muka gue sama Bayu kan sebelas dua belas, ngerasa terhina gue kalo Bayu yang menang," ujar Amran sangat jujur.

"Gantengan gue lah ya," elak Bayu tidak ingin disamakan dengan Amran.

"Yang jelas lebih ganteng gue," kata Bondan percaya diri. "Kalian berdua masih jomblo, kalo gue kan enggak."

"Halahhh. Playboy kok sombong. Sukanya mainin cewek muluuu. Huuuu!" ejek Amran sambil menjulurkan lidahnya.

"Biarin. Penting gue punya cewek, kalo lo enggak. Wleee," Bondan balik menjulurkan lidahnya berniat mengejek Amran.

"Udah sih, gausah diributin. Pada mau lanjut main apa enggak nih?" tanya Bayu mengangkat bola basket di tangannya.

"Revan ikut main dong. Biar seru!" teriak Amran sengaja meninggikan suaranya supaya Revan mendengarnya.

"Fathur ajakin Revan main dong. Lo kan pawangnya dia," sambung Bayu.

Fathur hanya mengedikkan bahunya. Pertanda ia sudah angkat tangan. Revan sedang dalam mode tidak bisa diganggu barang sedetik pun.

"Doain dia. Luapkan semua yang lo pendam selama ini dalam doa itu," Fathur mulai berkata setelah sekian lama duduk di sebelah Revan.

"Gue pengin lihat dia," lirih Revan dengan wajah tertunduk.

"Makanya doain dia. Mana tau malaikat ada di dekat lo dan mengaminkan doa lo itu," timpal Fathur.

Revan mengangguk lemah. Semalaman ia tidak bisa tidur. Setiap kali mengingat hari jadiannya dengan dia, membuat Revan kembali lesu. Tidak memiliki semangat hidup dan terlihat putus asa.

"KANTIN YOKK! GUA TRAKTIR NIH! HABIS MENANG TIGA KALI DARI SI AMAR!"

"Nama gue AMRAN bukan AMAR!" peringat Amran.

"Salah dikit gapapa kali. Namanya juga manusia, tempatnya menaruh dosa," kata Bayu.

"Jadi ngasih traktiran nggak?" tanya Bondan yang sudah berada di pintu lapangan.

Bayu mengangguk singkat membuang bola basket yang tadinya ia pegang lalu berjalan bersama Amran menyusul Bondan.

"Kantin nggak?" tanya Fathur. "Menunggu yang belum pasti juga butuh tenaga. Inget kalo lo punya asam lambung."

Revan kembali mengangguk. Mengenakan masker berwana hitam kemudian beranjak berdiri. Sudah menjadi kebiasaan Revan mengenakan masker di saat hari-hari tertentu seperti ini.

Setelah Revan dan keempat temannya sampai di kantin, mereka sudah disambut tatapan kagum oleh kaum hawa. Banyak yang menyoraki mereka berlima dengan pujian yang tak kunjung usai.

"BU IYEM PESEN MIE AYAM LIMA ES TEH TIGA SAMA ES JERUK SATU!" dengan suara lantang Bayu memesan makanan untuk menraktir keempat temannya.

"Mie ayam mulu. Tambah panjang tuh usus," kata Bondan mulai memainkan ponselnya.

"Masih mending gue traktir. Mau apa enggak?" pertanyaan Bayu membuat Bondan mengacungkan kedua jari melambangkan "peace".

Sambil menunggu mie ayam datang, mereka berlima sibuk dengan ponselnya masing-masing. Ada yang sedang stalking cewek, menelusuri olshop, main tik tok, dan ada yang hanya mendiamkan ponselnya tanpa melakukan apapun.

"Fathur!"

Panggilan tersebut membuat Fathur mendongakkan kepalanya. Begitu juga dengan Bayu, Bonda dan Amran.

"Eh ada Kayla. Ada kabarnya, Kay?" sapa Bayu dibalas senyuman singkat oleh Kayla.

"Makin cantik aja nih si Kakay, jadi tambah suka deh," gurau Amran.

"Basi banget gombalan lo," komentar Bondan yang menyandang Raja Playboy.

"Apa?" tanya Fathur pada Kayla.

"Nanti malam Bunda mau ke rumah sodara di Bandung. Boleh nginep di rumah lo nggak?" tanya Kayla to the point.

Detik itu juga Fathur mengangguk. "Pulang sekolah bareng sama gue."

"Gausah," tolak Kayla. "Gue pulang bareng temen-temen gue."

"Weh! Itu temen baru, Kay?" tanya Bayu yang menyadari ada gadis cantik di sebelah Kayla.

"Kenalin sama kita-kita dong, Kay. Kali aja dia mau sama gue," pinta Amran memohon.

"Nggak cocok lo sama dia. Temen Kayla terlalu bening," sahut Bondan.

"Namanya siapa, Neng?" tanya Bayu.

"Aeelin Auristela," kata Aeelin tanpa ragu. "Cukup panggil Aeelin aja."

"Pangging Ayang boleh dong? Kan dari kata "Ay" dapat imbuhan "Ang". Boleh kan boleh?" ujar Amran sambil menaikturunkan alisnya.

"Gue Bayu," kata Bayu memperkenalkan diri. "Yang ini Bondan, kalo yang ini Amran."

"Fathur emang paling ganteng dari kalian berlima," ucap Aeelin tanpa sadar mengundang senyum smirk dari laki-laki yang masih mengenakan masker.

"Cieee Fathur dipuji sama anak baru cieeee," ledek Amran. "Cantik loh, Thur. Ya kali mau dianggurin gitu aja."

"Yakin gue yang paling ganteng?" tanya Fathur.

Aeelin mengangguk. "Sepupu lo emang paling ganteng kan, Kay?"

"Ada yang lebih dari Fathur," kata Kayla sambil melirik laki-laki yang duduk di sebelah Fathur.

"Pake masker. Jadi nggak kelihatan gantengnya lah," ujar Aeelin langsung paham dengan ucapan Kayla.

"Coba lo ajak kenalan dia," kata Fathur memberi perintah pada Aeelin.

"Nggak usah aneh-aneh, Thur" ucap Kayla memberikan tatapan tajam.

"Gapapa, Kay" Aeelin merasa tidak ada yang aneh dengan permintaan Fathur.

Satu tangan Aeelin terulur ke depan wajah Revan yang masih tertutup oleh masker.

"Boleh kenalan? Gue Aeelin, pindahan dari UK," kata Aeelin tanpa melepas senyum di wajahnya.

"Jangan lo galakin Bos! Ingat dia masih anak baru," ujar Amran memperingati temannya.

Beberapa saat Aeelin menunggu, tangannya belum juga mendapat balasan. Apa mungkin laki-laki bermasker ini yang disebut 'Penguasa Sekolah'? Laki-laki yang sangat irit bicara dan anti dengan wanita?

"Lo nggak mau kenalan—" ucapan Aeelin terhenti saat tangan Revan mulai membalas uluran tangannya.

Tapi … kenapa Aeelin merasa tidak asing dengan tangan yang sedang menggenggamnya saat ini? Dengan gerakan perlahan, Aeelin mencoba mendongakkan kepalanya ke atas untuk melihat lebih jelas laki-laki yang berdiri di hadapannya.

"Revan Davendra," kata Revan tepat setelah ia membuka masker dan beralih menampilkan sebuah senyuman.

Melihat Revan di hadapannya membuat Aeelin seketika membeku. Aeelin tidak … ia tidak berpikir akan bertemu Revan secepat ini.

"Gu—gue pergi dulu," Aeelin melepas paksa tangannya dari Revan lalu berjalan menajuh dari kantin.

Melihat kepergian Aeelin membuat Revan tersenyum. Ia tidak mengejar gadis tersebut, meski Revan saat menginginkannya. Dia … benar-benar kembali di hadapan Revan.

"Doa gue semalam diijabah sama Tuhan."

***