Mereka benar-benar diam. Tidak ada yang berbicara bahkan saat sambungan telefon masih tersambung dengan sangat baik saat itu.
"Kenapa enggak langsung pulang aja? Kan biasanya aku pulang sama Kak Jovan, kamu juga langsung pulang?" tanya Pelangi pada Biru karena sebelum-sebelumnya Biru juga tidak mempermasalahkan hal seperti itu.
"Karena aku lagi mikir juga."
Pelanhi menghela nafasnya berat, perempuan itu kali ingin berjalan pelan membuka gerbang rumahnya dan mulai masuk.
"Pulang sana!"
"Kamu enggak marah sama aku, kan? Aku masih boleh nelfon kalau aku sampai rumah nanti?"
"Telfon aja, kan biasanya juga telfon. Kamu kan pemarah kalau aku enggak angkat telfon dari kamu." Pelangi menjawabnya sedikit sarkas dimana saat itu Biru jadi diam saja dan tidak mengatakan apapun lagi.
"Aku ke rumah kamu aja, ya?"
"Jangan, kamu pulang aja. Aku udah capek banget. Besok ketemu di sekolahan aja, nanti juga enggak apa-apa telfon sampai malem. Jangan ke rumahku, nanti kamu capek."
"Kalau gitu aku pulang sekarang."
"Hati-hati dijalan." Biru menanggapinya sedikit dan mulai mematikan sambungan telefonnya dengan cepat, Pelangi hanya terkekeh dan menatap ke arah ponselnya datar.
"Enggak tahu lagi aku sama Biru." Setelahnya Pelangi memilih berjalan masuk ke rumah dan melihat ada Bima yang menatap datar ke arah adiknya malas. "Kenapa sama muka kamu?" tanya Bima menatap ke arah Pelangi serius.
"Kenapa? Aku enggak kenapa-kenapa. Kan biasanya juga jelek kalau baru pulang sekolah," jawab Pelangi singkat dan mendekat ke arah Bima untuk mencium tangannya.
"Kamu marah aku pulang duluan?" tanya balik Bima pada Pelangi membuat perempuan itu menggelengkan kepalanya pelan. "Kata siapa?"
"Mukamu." Pelangi memutar bola matanya malas begitu mendengarnya. "Kan Kak Bima selalu mempermasalahkan mukaku, jelek, sok ramah, sama sok polos. Semuanya aja salah di mata Kak Bima." Pelangi membalasnya kembali sarkas saat sebelumnya Pelangi berbicara dengan Biru juga. "Kamu kenapa?" tanya Bima yang melihat perubahan sikap Pelangi yang sedikit menyebalkan.
"Apanya?"
"Kamu lagi marah sama siapa?" Pelangi memutar bola matanya malas. "Enggak jelas banget Kak Bima." Pelangi berlalu masuk ke rumahnya membuat Bima mencekal tangan Pelangi kasar. "Apaan sih!" Pelangi berusaha untuk menepisnya, namun gagal.
"Hari ini siapa?" tanya Bima pada Pelangi membuat Pelangi mengerucutkan bibirnya kesal. "Bukan siapa-siapa."
"Biru lagi?" tanya Bima pada Pelangi membuat Pelangi menatap pada mata Bima yang kesal pada Pelangi juga namun berusaha dutahan juga. "Aku enggak suka sama Biru."
"Halah. Kalian pacaran udah lama beraninya ngomong gitu kaya gini," cibir Bima pada Pelangi membuat Pelangi mengiris kecil juga. "Tapi Biru nyebelin, Kak." Bima terkekeh kembali menatap kearah Pelangi dan melepaskan cengkraman tangannya.
"Kan dari awal aku bilang apa? Dia bukan cowok berani juga. Tapi kamu suka-suka aja sama dia." Pelangi terkekeh, memilih untuk memeluk erat tubuh Bima dengannya juga.
"Enggak tahu juga kenapa aku sayang sama dia," balas Pelangi membuat Bima mengelus puncak kepala adiknya pelan dan mulai tersenyum tipis juga.
"Sana masuk."
"Iya." Pelangi menjawab, tapi tidak merubah posisinya sama sekali. Perempuan itu hanya mengencangkan pelukannya pada Bima membuat laki-laki itu menghela nafasnya berat. "Perlu aku pukul pacar Biru mu itu?" tanya Bima pada Pelangi membuat perempuan itu menggelengkan kepalanya pelan menjawabnya.
"Jangan." Pelangi menjawabnya dengan sedikit bercicit sebal. "Kenapa enggak boleh?"
"Kan aku sayang sama Biru."
"Sayang kok marahan mulu." Pelangi hanya mengangkat bahunya malas dan melirik kesal ke arag Bima. "Kan filososifnya emang gitu."
"Filosofi apa?" tanya balik Bima kali ini membuat Pelangi menatap malas ke aeah Bima.
"Filosofi mencintai." Bima memutar bola matanya malas, laki-laki itu yang sukah kelas duabelas saja tidak pernah ingin memiliki hubungan.
Tapi Pelangi sudah mendahuluinya hanya membuat Bima memutar bola matanya malas membahasnya. "Udah sana masuk. Ibu udah nunggu kamu dari tadi." Pelangi melepaskan tangannya dari Bima untuk masuk ke rumahnya, dan mereka pergi ke dalam untuk menemui ibunya. Langkah santainya kembali masuk dimana ibunya sudah tersenyum ke arahnya. "Pulang sama Jovan, Dek?" Pelangi menganggukkan kepalanya pelan dan berjalan mendekat ke ibunya dan mencium punggung tangan ibunya.
"Iya. Kak Bima pulang duluan. Besok Kak Bima lomba futsal, ibu sama ayah dateng buat nonton enggak?" tanya Pelangi pada ibunya membuat wnauta itu terkekeh. "Dateng."
"Tapi nunggu ayah pulang dulu, setengah hari. Jam satu siang mulainya kan?" Pelangi mengangukkan kepalanya pelan dan melirik ke arah jam dinding. "Aku enggak bisa nonton. Soalnya pelajaran, nanti kasih tahu aku ya?" Wanita itu menganggukkan kepalanya pelan sebagai jawaban juga. Tanpa balasan lain juga kali ini Pelangi berjalan pergi menuju kamarnya dan berpamitan pada ibunya. "Langsung mandi ya, Dek. Ibu sama Kakak mau makan diluar nyusul ayah, kamu harus ikut ya." Pelangi menganggukkan kepalanya dengan memberikan ibu jarinya pada ibunya dan pergi ke kamar.
Pelangi membuka tasnya dan mulai duduk di kursi kamarnya dengan melepaskan beberapa atribut sekolah dan menghela nafasnya berat.
Melirik kecil ke arah ponsel dan mulai berjalan menuju kamar mandi untuk membersihkan diri, limabelas menit membutuhkan untuk mandi kali ini perempuan itu keluar dengan pakaian santai dan mengeribgkan rambutnya dengan handuknya.
Ponselnya berbunyi beberapa kali, dan Pelangi yang melihatnya hal tersebut langsung berlari mendekat ke ponselnya dan langsung mengangkat panggilannya.
"Kamu marah sama aku atau gimana?"
"Aku enggak marah, habis mandi tadi. Ada apa?" tanya Pelangi pada Biru yang sedikit kesal padanya.
"Kemana aja? Aku udah telfon limabelas kali."
"Dari kamar mandi. Kan aku udah bilang tadi." Pelangi memutar bola matanya malas saat Biru masih sedikit kelas padanya.
"Besok kamu berangkat sama siapa?"
"Belum tahu." Pelangi menjawab seadanya.
"Kamu marah sama aku?"
"Ya kamu pikir aja lah, aku kaya gini karena siapa dan karena apa. Masa aku harus jelasin juga kalau kamu aja udah tahu mana yang salah dan mana yang benar. Alasan aku kaya gini karena siapa." Pada akhirnya Pelangi kalah juga dengan pertahanannya dimana sejak lama juga Pelangi memilih untuk tetap diam.
"Jangan dulu marah, sayang."
"Tapi aku beneran marah. Aku marah banget sama kamu, Ru." Pelangi menghela nafasnya berat dimana diantara mereka juga sudah sangat lelah dan tidak bisa bertahan lebih lama lagi.
"Sayang, aku minta maaf ya."
Walaupun tetap tidak ada respon dan jawaban dari Pelangi kali ini Biru tetap memilih untuk terdiam ditempatnya.
"Aku udah tahu sebenarnya resiko punya hubungan kaya gini. Aku tahu kamu enggak akan pernah bisa nyaman juga."
"Aku nya cemburuan juga."
"Maaf."
"Maaf ya sayang. Maaf banget, aku sayang banget sama kamu sampai-sampai aku benar-benar enggak bisa lihat kamu kaya tadi."
"Aku egois."
"Maaf."
Sepertinya. Bagi Pelangi maaf saja sudah cukup dari Biru.
"Mau ketemu enggak nanti malem? Aku, Kak Bima, ibu sama ayah mau makan diluar. Berhubung besok Kak Bima mau lomba dan pulang lebih awal juga nanti malem kita bisa jalan-jalan berdua. Mau enggak? Nanti aku maafin."
Benar-benar hubungan yang sempurna, mereka akan saling mengalah satu sama lain dengan merelakan egonya diinjak oleh salah satu dari mereka juga.
"Ayo, kirim lokasinya ya nanti."